Lompat ke isi

Kelulus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kelulus sebagaimana digambarkan pada La Marina de Oriente (1740).

Kelulus atau kalulus adalah salah satu jenis perahu dayung yang digunakan di Nusantara. Biasanya berukuran kecil dan digerakkan menggunakan dayung. Namun, untuk perjalanan jarak jauh, perahu ini bisa dilengkapi dengan layar.[1]:261 Perahu ini tidak sama dengan perahu kalulis dari bagian timur Nusantara.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Nama "kelulus" tampaknya berasal dari kata bahasa Jawa "lulus", yang berarti "melewati apa saja". Menurut Hobson-Jobson, terjemahan harfiahnya adalah "si penyusup".[2]

Deskripsi

[sunting | sunting sumber]

Laporan awal mengenai kelulus adalah dari Hikayat Raja-Raja Pasai dari abad ke-14, kelulus dikatakan sebagai salah satu jenis perahu yang digunakan Majapahit. Meskipun tidak terdeskripsikan dengan baik, kelulus adalah salah satu jenis perahu utama Majapahit setelah jong dan malangbang.[3]

Kelulus di Batavia (sekarang Jakarta), 1733.

Dari catatan Portugis, mereka ditulis sebagai calaluz (calaluzes untuk bentuk jamaknya). Portugis melaporkannya sebagai "Suatu jenis perahu dayung cepat yang digunakan di Kepulauan Hindia".[4]:681[5]:557

Sekitar tahun 1500 M, Kesultanan Melaka menentang Siam dengan 200 perahu yang terdiri dari lancaran dan kelulus. Setelah Sultan Mahmud Shah dari Melaka digulingkan dari Melaka pada tahun 1511, ia mengambil alih Bintan. Pada tahun 1519 dan 1520 ia memiliki armada yang masing-masing terdiri dari 60 dan 100 perahu, keduanya terdiri dari lancaran dan kelulus.[6]:212

Tome Pires pada tahun 1513 melaporkan bahwa pati (duke) dari Jawa memiliki banyak calaluz untuk menjarah, dan dijelaskan bahwa:

...tetapi mereka tidak cocok untuk pergi jauh dari daratan. Kelulus adalah perahu khas Jawa. Mereka diukir dalam seribu satu cara, dengan gambaran ular/naga, dan emas; mereka berornamen. Masing-masing dari mereka (para pati) memiliki banyak dari mereka, dan mereka dicat dengan indah, dan mereka pasti terlihat baik dan dibuat dalam cara yang sangat elegan, dan mereka adalah untuk raja-raja untuk menghibur diri mereka sendiri, jauh dari orang-orang biasa. Mereka didayung dengan dayung pendek.

... Mereka pergi dengan kereta kencana, dan jika mereka pergi lewat laut mereka pergi dengan calaluz yang dicat, sangat bersih dan ornamental, dengan banyak sekali kanopi sampai-sampai pendayungnya tidak bisa dilihat oleh tuannya;[7]:200

Perahu kerajaan di Sungai Bengawan Solo, dekat Gresik, sekitar 1811–1813.

Pada tahun 1537, kelulus Jawa yang ditemui di Patani digambarkan memiliki dua baris dayung: Salah satunya adalah dari dayung pendek, yang lain adalah "seperti galai" (dayung panjang); mereka membawa 100 prajurit, dengan banyak artileri dan senjata api. Gonçalo de Souza, di Coriosidades menulis bahwa mereka memiliki 27 dayung (54 pendayung?) dan 20 tentara dan bersenjata dengan meriam putar (falconselhos) pada haluan dan buritan.[8][9]:158

Kamus Spanyol menulis mereka sebagai "perahu kecil yang digunakan di Hindia Timur".

Sejarawan Portugis António Galvão pada 1544 membuat risalah tentang Maluku, yang mencantumkan jenis-jenis perahu dari wilayah tersebut, termasuk diantaranya adalah kalulus. Dia menggambarkan lambungnya sebagai berbentuk seperti telur di bagian tengah tetapi melekuk ke atas di kedua ujungnya. Di haluan mereka berbentuk seperti leher ular yang tinggi dengan kepala naga dan tanduk rusa.[10]:156-157, 162-163

Kelulus digunakan sebagai perahu angkut atau perahu perang. Ekspedisi laut Majapahit biasanya melibatkan kelulus, dengan jumlah yang tak terhitung.[3][11] Para adipati Jawa memiliki banyak kelulus perang untuk menyerang desa-desa pesisir. Pada serangan Kesultanan Demak ke portugis di Melaka pada tahun 1512–1513, kelulus digunakan sebagai angkutan pasukan bersenjata untuk mendarat ke pantai bersama penjajap dan lancaran, karena jung Jawa terlalu besar untuk mendekati pantai.[12]:74

Ratu Kalinyamat dari Jepara menyerang Melaka Portugis pada 1574 dengan 300 kapal, 220 diantaranya adalah kelulus dan sisanya adalah jong dengan berat burthen sampai dengan 400 ton. Serangan ini berakhir dengan kegagalan.[13][6]:212

Pada tahun 1600, raja Chiay Masiuro (atau Chiaymasiouro) dari Demak menggunakan calelus dari Blambangan yang telah dilengkapi dengan dayung dan layar, untuk berlayar ke Selatan. Setelah 12 hari, ia tiba di Luca Antara atau Java Major, yang diyakini sebagai Australia. Di sana ia diterima oleh seorang syahbandar, dan tinggal selama beberapa hari. Chiaymasiuro menemukan bahwa penduduknya adalah orang Jawa, tetapi dengan budaya campuran Jawa, Sunda, dan Bali. Setelah kembali ke Blambangan, berita tentang pelayaran itu membuat kejutan besar dan kemahsyuran publik di Jawa.[1]:63

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Mills, J. V. (1930). "Eredia's Description of Malaca, Meridional India, and Cathay". Journal Of The Malayan Branch Of The Royal Asiatic Society. 8. 
  2. ^ Yule, Sir Henry (1886). Hobson-Jobson: The Anglo-Indian Dictionary. Wordsworth Editions Ltd. hlm. 143. 
  3. ^ a b Nugroho (2011). h. 286, mengutip Hikayat Raja-Raja Pasai", 3: 98: "Sa-telah itu, maka di-suroh baginda musta'idkan segala kelengkapan dan segala alat senjata peperangan akan mendatangi negeri Pasai itu, sa-kira-kira empat ratus jong yang besar-besar dan lain daripada itu banyak lagi daripada malangbang dan kelulus.". Juga lihat Hill (Juni 1960), h. 98 dan 157: Then he directed them to make ready all the equipment and munitions of war needed for an attack on the land of Pasai - about four hundred of the largest junks, and also many barges (malangbang) and galleys.
  4. ^ Pinto, Fernão Mendes (2014). The Travels of Mendes Pinto. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-92323-9. 
  5. ^ Catz, Rebecca D. (1989). The travels of Mendes Pinto. Chicago: University of Chicago Press.
  6. ^ a b Manguin, Pierre-Yves (1993). 'The Vanishing Jong: Insular Southeast Asian Fleets in Trade and War (Fifteenth to Seventeenth Centuries)', dalam Anthony Reid (ed.), Southeast Asia in the Early Modern Era (Ithaca: Cornell University Press), hlm. 197–213.
  7. ^ Pires, Tome (1944). The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515. The Hakluyt Society. ISBN 9784000085052.  Artikel ini memuat teks dari sumber tersebut, yang berada dalam ranah publik.
  8. ^ Coriosidades de Gonçalo de Souza, manuscript in the Biblioteca da Universidade de Coimbra, Ms. 3074, fol. 38vo.
  9. ^ Wade, Geoff (2012). Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 978-9814311960. 
  10. ^ Galvão, António (1971). Jacobs, Hubert Theodorus Thomas Marie, ed. A Treatise on the Moluccas (c. 1544), probably the preliminary version of António Galvão's lost Historia das Moluccas. Rome: Jesuit Historical Institute. 
  11. ^ Adam (2019). h. 128: "Setelah itu maka disuruh baginda musta'ibkan segala kelengkapan dan segala alat senjata peperangan akan mendatangi negeri Pasai itu; sekira-kira empat ratus jong yang besar-besar; dan lain daripada itu banyak lagi daripada melangbang [melambang] dan kelulus."
  12. ^ Winstedt, Richard Olaf (1962). A History of Malaya. Singapore: Marican & Sons. 
  13. ^ Marsden, William (1783). The History of Sumatra: Containing an Account of the Government, Laws, Customs, and Manners of the Native Inhabitants. London: W. Marsden. hlm. 350–351.

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]