Lompat ke isi

Jongkong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gambar garis dari sebuah jongkong kepulauan Anambas, kepulauan Riau. Perhatikan papan tambahan pada sisi lambungnya.

Jongkong adalah jenis kano dugout (yaitu, jenis kano yang dibuat dengan membuat rongga pada sebuah batang pohon) dari kepulauan Melayu. Jongkong adalah perahu paling sederhana dari daerah Riau-Lingga, dapat ditemukan secara luas meskipun dalam jumlah kecil di seluruh wilayah itu. Catatan pertama mengenai jongkong berasal dari Sejarah Melayu (yang ditulis tidak lebih awal dari abad ke-17), yang digunakan oleh kekaisaran Majapahit selama serangan Majapahit pertama di Singapura (1350)[1] dan pada kejatuhan Singapura (1398).[2]

Etimologi

[sunting | sunting sumber]
Profil dan potongan tengah dari titik tengah dari 3 bentuk jongkong yang ditemukan di wilayah Riau-Lingga.

Namanya berasal dari dua kata, yaitu jong dan kong atau jegong. Jong berarti sebuah perahu atau sampan, tidak peduli besar atau kecil, sedangkan kong atau jegong adalah tempat di mana tiang didirikan untuk menahan layar. Dengan demikian nama tersebut dapat diterjemahkan sebagai perahu layar yang digunakan oleh komunitas pantai.[3]

Deskripsi

[sunting | sunting sumber]

Di wilayah ini, perahu ini pada dasarnya adalah perahu kecil dan jarang dibangun dengan panjang lebih dari 3,7−4,3 m. Ia biasanya diawaki satu orang, dengan panjang 9−10 kaki (2,7−3 m), dengan kedalaman di bagian tengah sekitar 10−12 inci (25,4−30,5 cm). Ia terdiri dari dasar perahu lesung, dengan lambung melebar sedikit, dan sisinya dibangun dengan penambahan papan tunggal.[4] Versi yang lebih besar memiliki layar segitiga kecil, yang lebih kecil biasanya didorong oleh dayung berbilah tunggal atau kadang-kadang dengan dayung berbilah ganda.[5]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Nugroho (2011). hlm. 271, 399–400, mengutip Sejarah Melayu, 5.4: 47: "Maka betara Majapahitpun menitahkan hulubalangnya berlengkap perahu akan menyerang Singapura itu, seratus buah jung; lain dari itu beberapa melangbing dan kelulus, jongkong, cerucuh, tongkang, tiada terhisabkan lagi banyaknya."
  2. ^ Nugroho (2011). hlm. 271, 399–400, mengutip Sejarah Melayu, 10.4: 77: "... maka bagindapun segera menyuruh berlengkap tiga ratus buah jung, lain dari pada itu kelulus, pelang, jongkong, tiada terbilang lagi."
  3. ^ Darmawan (2012). Tradition of Sailing Boat "Jongkong" Festival in Buru Region, Karimun Regency. Pekanbaru: History Education Fkip-University Of Riau. hlm. 4. 
  4. ^ Gibson-Hill (1969). hlm.123.
  5. ^ Gibson-Hill (1951). hlm.124.

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]
  • Gibson-Hill, C.A. (February 1951). "A Note on the Small Boats of the Rhio and Lingga Archipelagos". Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society. 24: 121–132 – via JSTOR.
  • Nugroho, Irawan Djoko (2011). Majapahit Peradaban Maritim. Suluh Nuswantara Bakti. ISBN 978-602-9346-00-8.