Musa al-Kadzim: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 49: Baris 49:
Akhlak Imam Musa
Akhlak Imam Musa


Meskipun postur tubuh Imam Musa Al-Kazhim kurus, namun beliau memiliki jiwa yang kuat. Baju dalam beliau terbuat dari bahan kain kasar. Ia kadang-kadang berjalan kaki di tengah keramaian penduduk, menyampaikan salam pada mereka, mencintai keluarganya, dan menghormati mereka.
Meskipun postur tubuh Imam Musa Al-Kazhim kurus, tetapi beliau memiliki jiwa yang kuat. Baju dalam beliau terbuat dari bahan kain kasar. Ia kadang-kadang berjalan kaki di tengah keramaian penduduk, menyampaikan salam pada mereka, mencintai keluarganya, dan menghormati mereka.


Imam Musa Al-Kazhim adalah orang yang sangat peduli pada kehidupan kaum fakir miskin dan orang-orang yang tertimpa musibah. Pada malam hari, beliau memikul makanan di pundaknya untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh mereka tentang keberadaan beliau. Bahkan, setiap bulannya, Imam memberikan santunan kepada beberapa orang di antara mereka.
Imam Musa Al-Kazhim adalah orang yang sangat peduli pada kehidupan kaum fakir miskin dan orang-orang yang tertimpa musibah. Pada malam hari, beliau memikul makanan di pundaknya untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh mereka tentang keberadaan beliau. Bahkan, setiap bulannya, Imam memberikan santunan kepada beberapa orang di antara mereka.
Baris 84: Baris 84:
Imam Musa Al-Kazhim as masyhur di antara para penduduk dengan kemurahan dan keramahannya, seperti perbuatan beliau membebaskan seribu budak, atau pun bantuan beliau kepada mereka yang dalam kesulitan dan terhimpit masalah hidup, serta melunasi utang orang-orang yang terlilit utang.
Imam Musa Al-Kazhim as masyhur di antara para penduduk dengan kemurahan dan keramahannya, seperti perbuatan beliau membebaskan seribu budak, atau pun bantuan beliau kepada mereka yang dalam kesulitan dan terhimpit masalah hidup, serta melunasi utang orang-orang yang terlilit utang.


Ibnu Sharashab menukil, “Suatu hari, Khalifah Manshur mengundang Imam Musa ke istananya dan meminta beliau untuk duduk di singgasana khalifah pada hari tahun baru dan membawa pulang hadiah-hadiah yang dihaturkan oleh para tamu. Meskipun Imam tidak begitu tertarik untuk memenuhi undangan itu, namun beliau dengan terpaksa menerimanya.
Ibnu Sharashab menukil, “Suatu hari, Khalifah Manshur mengundang Imam Musa ke istananya dan meminta beliau untuk duduk di singgasana khalifah pada hari tahun baru dan membawa pulang hadiah-hadiah yang dihaturkan oleh para tamu. Meskipun Imam tidak begitu tertarik untuk memenuhi undangan itu, tetapi beliau dengan terpaksa menerimanya.


“Beliau duduk di singgasana itu. Atas perintah Khalifah Manshur, para pengawal kerajaan, keluarga istana, dan para pembesar yang ikut dalam acara resmi tersebut menyerahkan hadiah-hadiah mereka kepada Imam. Manshur memerintahkan salah seorang pelayannya untuk mencatat secara detail jumlah hadiah itu dan menyiapkan perlengkapannya untuk dibawa oleh Imam.
“Beliau duduk di singgasana itu. Atas perintah Khalifah Manshur, para pengawal kerajaan, keluarga istana, dan para pembesar yang ikut dalam acara resmi tersebut menyerahkan hadiah-hadiah mereka kepada Imam. Manshur memerintahkan salah seorang pelayannya untuk mencatat secara detail jumlah hadiah itu dan menyiapkan perlengkapannya untuk dibawa oleh Imam.
Baris 210: Baris 210:
Imam berkata lagi, “Barang siapa yang suka bila seorang zalim tetap hidup, maka ia pun termasuk bagian darinya.”
Imam berkata lagi, “Barang siapa yang suka bila seorang zalim tetap hidup, maka ia pun termasuk bagian darinya.”


Walaupun Shafwan telah menandatangani perjanjian sewa-menyewa dengan Harun yang mensyaratkan supaya Shafwan menyediakan perlengkapan perjalanan haji kepada Khalifah, namun setelah mendengar ucapan Imam Musa as itu, ia pun menjual seluruh unta yang dimilikinya. Harun kemudian memanggil dan mendesaknya untuk mengatakan alasan apa sehingga menjual seluruh unta itu tanpa sedikit pun memberi kabar kepadanya.
Walaupun Shafwan telah menandatangani perjanjian sewa-menyewa dengan Harun yang mensyaratkan supaya Shafwan menyediakan perlengkapan perjalanan haji kepada Khalifah, tetapi setelah mendengar ucapan Imam Musa as itu, ia pun menjual seluruh unta yang dimilikinya. Harun kemudian memanggil dan mendesaknya untuk mengatakan alasan apa sehingga menjual seluruh unta itu tanpa sedikit pun memberi kabar kepadanya.


Akhirnya, Harun mengerti apa yang telah terjadi dan berkata kepada Shafwan, “Sekiranya aku tidak mengingat hubungan persahabatan yang dulu terjalin di antara kita, maka detik ini juga aku perintahkan algojoku untuk memenggal kepalamu. Aku tahu siapa yang memberikan perintah ini kepadamu. Musa bin Ja’far yang telah memerintahkan ini padamu.”
Akhirnya, Harun mengerti apa yang telah terjadi dan berkata kepada Shafwan, “Sekiranya aku tidak mengingat hubungan persahabatan yang dulu terjalin di antara kita, maka detik ini juga aku perintahkan algojoku untuk memenggal kepalamu. Aku tahu siapa yang memberikan perintah ini kepadamu. Musa bin Ja’far yang telah memerintahkan ini padamu.”
Baris 298: Baris 298:
Hari Kesyahidan
Hari Kesyahidan


Alasan Harun mengapa dia harus memindahkan Imam Musa as dari satu penjara ke penjara lain tidak ada lain adalah karena permintaannya kepada setiap kepala penjara untuk membunuh Imam, namun mereka tidak bersedia untuk memenuhi permintaan tersebut. Hingga akhirnya Sindi yang berhati keras itu bersedia untuk meracun Imam as. Maka, di dalam penjara Sindi-lah beliau meninggal akibat racun yang dibubuhkan ke dalam makanan beliau, tepatnya pada tahun 183 H.
Alasan Harun mengapa dia harus memindahkan Imam Musa as dari satu penjara ke penjara lain tidak ada lain adalah karena permintaannya kepada setiap kepala penjara untuk membunuh Imam, tetapi mereka tidak bersedia untuk memenuhi permintaan tersebut. Hingga akhirnya Sindi yang berhati keras itu bersedia untuk meracun Imam as. Maka, di dalam penjara Sindi-lah beliau meninggal akibat racun yang dibubuhkan ke dalam makanan beliau, tepatnya pada tahun 183 H.


Harun dengan menggunakan saksi-saksi palsu dan orang-orang bayaran mencoba menunjukkan kepada khalayak, bahwa kematian Imam Musa adalah sebuah kematian yang wajar dan alamiah. Siasat licik dan keji ini digunakan untuk menghindari pemberontakan sahabat-sahabat dan orang-orang setia Imam. Namun, segala kelicikan dan siasat Harun sia-sia belaka. Seorang lelaki bernama Sulaiman malah memimpin pemberontakan di Baghdad.
Harun dengan menggunakan saksi-saksi palsu dan orang-orang bayaran mencoba menunjukkan kepada khalayak, bahwa kematian Imam Musa adalah sebuah kematian yang wajar dan alamiah. Siasat licik dan keji ini digunakan untuk menghindari pemberontakan sahabat-sahabat dan orang-orang setia Imam. Namun, segala kelicikan dan siasat Harun sia-sia belaka. Seorang lelaki bernama Sulaiman malah memimpin pemberontakan di Baghdad.
Baris 323: Baris 323:
Ali menjalin hubungan yang dekat dengan orang-orang Abbasiyah dan berhasil menjabat kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan mereka. Melalui kedudukannya ini, ia banyak membantu pengikut-pengikut Ahlulbait yang tertindas.
Ali menjalin hubungan yang dekat dengan orang-orang Abbasiyah dan berhasil menjabat kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan mereka. Melalui kedudukannya ini, ia banyak membantu pengikut-pengikut Ahlulbait yang tertindas.


Harun Ar-Rasyid mengangkat Ali sebagai menterinya. Sebenarnya ia merupakan seorang utusan Imam Musa as yang menyusup ke dalam pemerintahan Harun. Beberapa kali ia bermaksud mengundurkan diri, namun ia ditahan oleh Imam untuk tetap menjabat kementerian demi melindungi ajaran dan pengikut Ahlulbait as.
Harun Ar-Rasyid mengangkat Ali sebagai menterinya. Sebenarnya ia merupakan seorang utusan Imam Musa as yang menyusup ke dalam pemerintahan Harun. Beberapa kali ia bermaksud mengundurkan diri, tetapi ia ditahan oleh Imam untuk tetap menjabat kementerian demi melindungi ajaran dan pengikut Ahlulbait as.


Ali bin Yaqthin wafat ketika Imam Musa as masih berada di dalam penjara.
Ali bin Yaqthin wafat ketika Imam Musa as masih berada di dalam penjara.

Revisi per 7 Juni 2019 10.26

Bagian dari seri Dua Belas Imam
Musa al-Kazhim
Gambar oleh seniman muslim.
penggambaran fiksi
Musa bin Ja'far bin Muhammad
Imam Ketujuh
KunyahAbu Ibrahim
Lahir7 Safar 128 H
28 Oktober 746 Masehi
Meninggal25 Rajab 183 H
1 September 799 Masehi
Tempat lahirAbwa - Antara Mekkah dan Madinah
DikuburkanKazimain
Masa hidupSebelum Imamah: 20 tahun
(128-148 H)
Imamah: 35 tahun
(148-183 H)
Gelaral-Kadzim (Arab: Calm one)
Yedinci Ali (Turki: Ali Ketujuh)
AyahJa'far ash-Shadiq
IbuHamidah
KeturunanAli ar-Ridha (penerus)
Ali · Hasan · Husain

as-Sajjad · al-Baqir · ash-Shadiq
al-Kadzim · ar-Ridha · al-Jawad
al-Hadi · al-Asykari · al-Mahdi

Musa al-Kazhim (Arab: الإمام موسى الكاظم‎) (Tujuh Safar, 128 H – 25 Rajab 183 H) (Bertepatan dengan: 28 Oktober 746 – 1 September 799) merupakan Imam ke-7 dalam tradisi Islam Syi'ah Dua Belas Imam. Dia adalah putra dari Imam ke-6, Ja'far ash-Shadiq, dan ibunya bernama Hamidah Khatun. Dia lahir ketika terjadi pergolakan antara Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah dan ia biasa pula dipanggil dengan nama Abu al-Hasan.

Kehidupan pribadi

Kelahiran

Imam Musa al-Kazhim lahir pada hari Ahad, bertepatan dengan 7 Shafar tahun 128 Hijriah di sebuah lembah bernama Abwa’ yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Ibunya bernama Hamidah. Ia mencapai kedudukan Imamah pada usia 21 tahun.

Ibu

Ibu Musa Al-Kazhim adalah seorang budak yang dibeli oleh Imam Ja’far. Meskipun demikian, ibu telah mendapatkan pengajaran ilmu dari Imam Ja’far , yang menjadikannya sebagai wanita yang memiliki keluasan ilmu dan kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu agama. Sehingga, kadang-kadang Imam Ja’far meminta para wanita untuk bertanya masalah-masalah agama kepadanya.

Keturunan

Di antara keturunan Musa al-Kadzim adalah:[1]

  1. Ali ar-Ridha (penerus imamah)
  2. Ahmad bin Musa, dikenal pula dengan julukan Syah Chiragh. Ia syahid di Syiraz, Iran.
  3. 'Ala'uddin Husain, ia syahid di Syiraz, Iran.
  4. Muhammad al-'Abid,
    1. Ibrahim al-Mujab, ia dikuburkan di Karbala, Iraq.
      1. Ahmad bin Ibrahim
      2. Muhammad bin Ibrahim
      3. Ali bin Ibrahim
  5. Fatimah al-Ma'sumah, ia dikuburkan di Qom, Iran.

Periode kehidupan

Periode kehidupan Imam Musa Al-Kazhim dapat dibagi menjadi dua bagian:

  • Pertama, kehidupan dia bersama ayahandanya di Madinah selama 20 tahun. Periode ini berlangsung sebelum dia mencapai Imamah.
  • Kedua, masa-masa awal perlawanan, pemenjaraan, dan pengasingan yang menimpa kehidupan Imam.

Sahabat-sahabat Imam Musa Al-Kazhim

Ketika ayahnya, Imam Ja’far Ash-Shadiq wafat, murid-murid dia memusatkan perhatian dan kesetiaan mereka kepada putranya, Imam Musa as. Mereka menuntut ilmu kepada Imam selama tiga puluh tiga tahun. Beberapa murid dia antara lain:

Ibnu Abi Umair

Ia belajar pada tiga Imam, yaitu Imam Musa Al-Kazhim , Imam Ali Ar-Ridha , dan Imam Muhammad Al-Jawad . Ibnu Abi Umair merupakan salah seorang ulama terkenal pada zamannya. Ia meninggalkan banyak kitab-kitab hadis sebagai tanda jasanya.

Beberapa orang memberi kabar kepada penguasa Abasiyah, bahwa Ibnu Abi Umair adalah orang Syi’ah (pengikut Ahlulbait). Ia ditangkap dan diinterogasi untuk menyebutkan nama-nama orang Syi’ah yang ia kenali. Namun, tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya untuk memenuhi paksaan mereka. Ia ditelanjangi dan diikat pada pohon kurma. Mereka mengganjar seratus cambukan kepada murid setia para Imam ini.

Syaikh Mufid menuturkan, “Sahabat utama Imam ini dipenjarakan selama tujuh puluh tahun. Seluruh harta bendanya dimusnahkan. Walaupun didera dengan cobaan yang berat, ia tetap mengunci mulutnya dan tidak berkata sepatah kata pun untuk memberikan informasi kepada penguasa Abasiyah yang zalim.”

Ali bin Yaqthin

Ia juga adalah salah seorang sahabat Imam Ja’far . Marwan memata-matainya dan memerintahkan penangkapannya. Akan tetapi, Ali berhasil meloloskan diri dari kejaran Marwan. Ia mengirim istri dan anak-anaknya ke Madinah. Ia kembali ke Kufah menyusul keruntuhan Dinasti Bani Umaiyah di tangan Bani Abbasiyah.

Ali menjalin hubungan yang dekat dengan orang-orang Abbasiyah dan berhasil menjabat kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan mereka. Melalui kedudukannya ini, ia banyak membantu pengikut-pengikut Ahlulbait yang tertindas.

Harun Ar-Rasyid mengangkat Ali sebagai menterinya. Sebenarnya ia merupakan seorang utusan Imam Musa as yang menyusup ke dalam pemerintahan Harun. Beberapa kali ia bermaksud mengundurkan diri, tetapi ia ditahan oleh Imam untuk tetap menjabat kementerian demi melindungi ajaran dan pengikut Ahlulbait as.

Ali bin Yaqthin wafat ketika Imam Musa as masih berada di dalam penjara.

Mu’min Ath-Thaq

Ia adalah seorang sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq dan Imam Musa Al-Kazhim . Imam Ja’far mendudukkannya sebagai salah seorang sahabat utama dia dan memberikan penghormatan khusus kepadanya.

Mu’min amat tangkas dalam diskusi dengan siapa saja. Mengenai hal ini, Imam Ja’far mengatakan, “Mu’min ibarat seekor elang yang menerkam mangsanya.”

Hisyam bin Hakam

Ia adalah seorang pakar dalam bidang ilmu Logika. Acapkali terdapat sebuah masalah pelik, Imam Ja’far elalu mengutusnya memecahkan masalah itu. Ia sangat menguasai pembahasan Imamah. Ia merupakan murid jenius Imam dan tangkas dalam memberikan jawaban. Ia juga seorang pakar dalam masalah-masalah Ketuhanan.

Hisyam banyak menulis kitab dan terlibat dalam diskusi-diskusi dengan ulama dari berbagai mazhab dan golongan.

Mutiara Hadis Imam Musa Al-Kazhim

  • “Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu.”
  • “Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah atas anugerah ini.”
  • “Bersikaplah tegas dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut hak orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya.”
  • “Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.”
  • “Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular. Namun, ia menyimpan racun pembunuh di dalamnya.”

Referensi

  1. ^ al-Musawi, Muhammad. Mazhab Syiah: Kajian Al-Quran dan Sunnah. Bandung: Muthahhari Press, 2001. ISBN 979-95564-6-5

Lihat pula