Perencanaan populasi manusia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peta negara-negara dengan tingkat kesuburan (2018), menurut CIA World Factbook

Perencanaan populasi manusia adalah praktik mengendalikan laju pertumbuhan populasi manusia secara sengaja. Perencanaan populasi manusia telah dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan penduduk. Namun, pada periode 1950-an hingga 1980-an, kekhawatiran tentang pertumbuhan populasi global dan dampaknya pada kemiskinan, kerusakan lingkungan dan stabilitas politik mengarah pada upaya untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk. Baru-baru ini, beberapa negara, seperti Tiongkok, Iran, dan Spanyol, telah memulai upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat kelahiran mereka lagi.

Populasi perencanaan dapat melibatkan langkah-langkah yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberikan kontrol terhadap reproduksi yang lebih besar. Meskipun demikian, beberapa program, terutama "kebijakan satu anak dan kebijakan dua anak" pemerintah Tiongkok, menggunakan langkah-langkah koersif.

Metode[sunting | sunting sumber]

Praktik perencanaan populasi tertentu mungkin legal/diwajibkan dalam satu negara, tetapi praktik tersebut mungkin ilegal atau terlarang di tempat lain, indikasi dari kontroversi seputar topik ini.

Mengurangi pertumbuhan penduduk[sunting | sunting sumber]

Perencanaan populasi yang dimaksudkan untuk mengurangi laju pertumbuhan populasi atau subpopulasi dapat menerapkan satu atau lebih dari praktik berikut, meskipun ada metode lain:

Metode yang dipilih dapat dipengaruhi oleh agama dan budaya dari anggota masyarakat. Kegagalan metode perencanaan populasi yang lain dapat mengarah pada aborsi atau infantisida sebagai solusi.[butuh rujukan]

Meningkatkan pertumbuhan penduduk[sunting | sunting sumber]

Kebijakan kependudukan yang bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan populasi atau subpopulasi dapat menggunakan praktik-praktik seperti:

  • Pajak yang lebih tinggi bagi pasangan menikah yang tidak memiliki, atau memiliki terlalu sedikit, anak-anak
  • Keringanan pajak dan subsidi untuk keluarga dengan anak-anak
  • Melonggarkan pembatasan imigrasi, dan/atau perekrutan pekerja asing secara massal oleh pemerintah

Praktik modern berdasarkan negara[sunting | sunting sumber]

Tiongkok[sunting | sunting sumber]

Era satu anak (1979–2015)[sunting | sunting sumber]

Sistem perencanaan populasi yang paling signifikan di dunia adalah kebijakan satu anak di Tiongkok. Dengan berbagai pengecualian, memiliki lebih dari satu anak tidak diperbolehkan. Kelahiran yang tidak sah dihukum dengan denda, meskipun ada juga dugaan aborsi paksa ilegal dan sterilisasi paksa.[3] Sebagai bagian dari kebijakan kelahiran berencana Tiongkok, pengawas unit (kerja) memantau kesuburan wanita yang sudah menikah dan dapat memutuskan giliran untuk memiliki bayi.[4]

Pemerintah Tiongkok memperkenalkan kebijakan tersebut pada tahun 1978 untuk meringankan masalah sosial dan lingkungan di Tiongkok.[5] Menurut pejabat pemerintah, kebijakan ini telah membantu mencegah 400 juta kelahiran. Keberhasilan dari kebijakan ini telah dipertanyakan, dan pengurangan fertilitas juga telah dikaitkan dengan modernisasi Tiongkok.[6] Kebijakan ini kontroversial baik di dalam dan di luar Tiongkok karena cara pelaksanaannya dan karena kekhawatiran terhadap konsekuensi ekonomi dan sosial yang negatif seperti pembunuhan bayi perempuan. Dalam budaya oriental (timur), anak laki-laki yang tertua memiliki tanggung jawab untuk merawat orang tua pada usia tua mereka. Oleh karena itu, keluarga dari budaya oriental sering kali memberikan investasi terbanyak pada anak laki-laki tertua, seperti memasukkannya ke perguruan tinggi, mengarahkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang paling menguntungkan, dan sebagainya. Bagi keluarga-keluarga ini, memiliki seorang anak laki-laki tertua adalah yang terpenting, jadi dalam kebijakan satu anak, anak perempuan tidak memiliki manfaat ekonomi, sehingga anak perempuan, terutama sebagai anak pertama, menjadi target aborsi atau pembunuhan bayi. Tiongkok memperkenalkan beberapa reformasi pemerintah untuk meningkatkan pembayaran pensiun bertepatan dengan kebijakan satu anak. Selama waktu itu, pasangan bisa meminta izin untuk memiliki lebih dari satu anak.[7]

Era dua anak (2015–)[sunting | sunting sumber]

Pada November 2014, pemerintah Tiongkok memperbolehkan warganya untuk memiliki anak kedua di bawah pengawasan regulasi pemerintah.[8]

Pada 29 Oktober 2015, Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa mengumumkan bahwa semua kebijakan satu anak akan dihapus, memungkinkan semua pasangan untuk memiliki dua anak. Perubahan ini diperlukan untuk membuat keseimbangan yang lebih baik dari anak laki-laki dan perempuan, dan untuk menambah populasi muda untuk mengatasi masalah membiayai populasi yang menua. Kebijakan dua anak dimulai pada 1 Januari 2016.[9][10]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Fiksi[sunting | sunting sumber]

  • Logan's Run - Eutanasia yang diwajibkan pemerintah pada umur 21 tahun untuk semua orang (30 dalam film) untuk mempertahankan sumber daya
  • Make Room! Make Room!
  • Avengers: Infinity War - Antagonis dan penjahat Thanos membunuh setengah dari semua makhluk hidup di seluruh alam semesta untuk mempertahankan keseimbangan ekologi
  • Seri Shadow Children - Keluarga diperbolehkan untuk memiliki maksimal dua anak, dan "shadow children" (anak ketiga dan setelahnya) harus dibunuh

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Lifeblood: How to Change the World One Dead Mosquito at a Time, Alex Perry p9
  2. ^ a b Ryerson, William N. (2010). The Post Carbon Reader: Managing the 21st Century's Sustainability Crises, "Ch.12: Population: The Multiplier of Everything Else". Healdsburg, Calif.: Watershed Media. hlm. 153–174. ISBN 978-0970950062. 
  3. ^ Arthur E. Dewey, Assistant Secretary for Population, Refugees and Migration Testimony before the House International Relations Committee Washington, DC December 14, 2004 "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-21. Diakses tanggal 2009-07-31. 
  4. ^ http://lcweb2.loc.gov/cgi-bin/query/r?frd/cstdy:@field(DOCID+cn0081) Diarsipkan 2013-03-03 di Wayback Machine.
  5. ^ Pascal Rocha da Silva, "La politique de l'enfant unique en République Populaire de Chine", 2006, Université de Genève, pp. 22–28, cf. Sinoptic.ch Diarsipkan 2007-11-28 di Wayback Machine.
  6. ^ "Has China's one-child policy worked?". BBC News. September 20, 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 19, 2008. 
  7. ^ Fisher, Max (November 16, 2013). "China's rules for when families can and can't have more than one child". The Washington Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 10, 2016. Diakses tanggal May 8, 2016. 
  8. ^ "Why China's Second-Baby Boom Might Not Happen". Bloomberg. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-06. 
  9. ^ "China to end one-child policy and allow two". BBC. 29 October 2015. 
  10. ^ "China officially ends one-child policy, signing into law bill allowing married couples to have two children". ABC Online. 27 December 2015. 

Bacaan lebih lanjut[sunting | sunting sumber]

  • Mandani, Mahmood (1972). The Myth of Population Control: Family, Caste, and Class in an Indian Village, in series, Modern Reader. First Modern Reader Pbk. ed. New York: Monthly Review Press, 1973, cop. 1972. 173 p. SBN 85345-284-9
  • Warren C. Robinson; John A. Ross (2007). The global family planning revolution: three decades of population policies and programs. World Bank Publications. ISBN 978-0-8213-6951-7. 
  • Thomlinson, R. 1975. Demographic Problems: Controversy over Population Control. 2nd ed. Encino, CA: Dickenson.
  • "From population control to reproductive rights: feminist fault lines" (PDF). Rosalind Pollack Petchesky. Reproductive Health Matters Volume 3, Issue 6, November 1995. Taylor & Francis. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]