Orang utan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor
Baris 125: Baris 125:
Orang utan berkomunikasi dengan beragam vokal dan suara. Orang utan jantan akan membuat seruan panjang, baik untuk menarik perhatian betina maupun untuk mempromosikan diri kepada jantan lainnya.<ref name="Utami 20022" /> Seruan ini memiliki tiga komponen; dimulai dengan gerutuan, puncaknya dengan detupan dan diakhiri dengan suara gelembung. Kedua jenis kelamin akan mencoba untuk mengintimidasi lawan jenisnya dengan serangkaian suara frekuensi rendah yang dikenal secara kolektif sebagai "seruan bergulir". Ketika merasa tidak nyaman, orang utan akan menghasilkan " derit kecupan", yang dilakukan dengan cara menghisap udara melalui bibir yang dikerucutkan. Induk orang utan akan mengeluarkan bunyi gemeretak tenggorokan untuk menjaga kontak dengan anaknya. Bayi orang utan mengeluarkan lengkingan halus ketika tertekan. Ketika membangun sarang, orang utan akan mengeluarkan suara pukulan atau tiupan dengan lidah.<ref name="vocal2">{{cite web|title=Orangutan call repertoires|url=https://www.aim.uzh.ch/de/orangutannetwork/orangutancallrepertoires.html|publisher=[[Universität Zürich]] – Department of Anthropology|archive-url=https://web.archive.org/web/20201003083144/https://www.aim.uzh.ch/de/orangutannetwork/orangutancallrepertoires.html|archive-date=3 October 2020|access-date=23 April 2020|url-status=live}}</ref> Seruan orang utan menampilkan komponen seperti konsonan dan vokal dan mereka mempertahankan maknanya dalam rentang jarak yang sangat jauh.<ref>{{cite journal|last1=Lameira|first1=A. R.|display-authors=etal|year=2021|title=Orangutan information broadcast via consonant-like and vowel-like calls breaches mathematical models of linguistic evolution|journal=Biology Letters|volume=17|issue=9|doi=10.1098/rsbl.2021.0302|pmc=8478518|pmid=34582737}}</ref>
Orang utan berkomunikasi dengan beragam vokal dan suara. Orang utan jantan akan membuat seruan panjang, baik untuk menarik perhatian betina maupun untuk mempromosikan diri kepada jantan lainnya.<ref name="Utami 20022" /> Seruan ini memiliki tiga komponen; dimulai dengan gerutuan, puncaknya dengan detupan dan diakhiri dengan suara gelembung. Kedua jenis kelamin akan mencoba untuk mengintimidasi lawan jenisnya dengan serangkaian suara frekuensi rendah yang dikenal secara kolektif sebagai "seruan bergulir". Ketika merasa tidak nyaman, orang utan akan menghasilkan " derit kecupan", yang dilakukan dengan cara menghisap udara melalui bibir yang dikerucutkan. Induk orang utan akan mengeluarkan bunyi gemeretak tenggorokan untuk menjaga kontak dengan anaknya. Bayi orang utan mengeluarkan lengkingan halus ketika tertekan. Ketika membangun sarang, orang utan akan mengeluarkan suara pukulan atau tiupan dengan lidah.<ref name="vocal2">{{cite web|title=Orangutan call repertoires|url=https://www.aim.uzh.ch/de/orangutannetwork/orangutancallrepertoires.html|publisher=[[Universität Zürich]] – Department of Anthropology|archive-url=https://web.archive.org/web/20201003083144/https://www.aim.uzh.ch/de/orangutannetwork/orangutancallrepertoires.html|archive-date=3 October 2020|access-date=23 April 2020|url-status=live}}</ref> Seruan orang utan menampilkan komponen seperti konsonan dan vokal dan mereka mempertahankan maknanya dalam rentang jarak yang sangat jauh.<ref>{{cite journal|last1=Lameira|first1=A. R.|display-authors=etal|year=2021|title=Orangutan information broadcast via consonant-like and vowel-like calls breaches mathematical models of linguistic evolution|journal=Biology Letters|volume=17|issue=9|doi=10.1098/rsbl.2021.0302|pmc=8478518|pmid=34582737}}</ref>


Induk orang utan dan anaknya juga menggunakan beberapa gerakan dan ekspresi yang berbeda seperti memberi isyarat, menginjak, mendorong bibir bawah, mengguncang objek, dan " mempresentasikan" bagian tubuh. Hal-hal ini mengkomunikasikan tujuan seperti " dapatkan objek", "panjat saya", "panjat kamu", "panjat", "menjauh", "perubahan permainan: kurangi intensitas", "lanjutkan permainan", dan "hentikan itu".<ref>{{cite journal|last1=Knox|first=A|last2=Markx|first2=J|last3=How|first3=E|last4=Azis|first4=A|last5=Hobaiter|first5=C|last6=an Veen|first6=F. J. F|last7=Morrogh-Bernard|first7=H|year=2019|title=Gesture use in communication between mothers and offspring in wild Orang-Utans (''Pongo pygmaeus wurmbii'') from the Sabangau Peat-Swamp Forest, Borneo|journal=International Journal of Primatology|volume=40|issue=3|pages=393–416|doi=10.1007/s10764-019-00095-w|s2cid=195329265}}</ref>
Induk orang utan dan anaknya juga menggunakan beberapa gerakan dan ekspresi yang berbeda seperti memberi isyarat, menginjak, mendorong bibir bawah, mengguncang objek, dan " mempresentasikan" bagian tubuh. Hal-hal ini mengkomunikasikan tujuan seperti " dapatkan objek", "panjat saya", "panjat kamu", "panjat", "menjauh", "perubahan permainan: kurangi intensitas", "lanjutkan permainan", dan "hentikan itu".<ref>{{cite journal|last1=Knox|first=A|last2=Markx|first2=J|last3=How|first3=E|last4=Azis|first4=A|last5=Hobaiter|first5=C|last6=an Veen|first6=F. J. F|last7=Morrogh-Bernard|first7=H|year=2019|title=Gesture use in communication between mothers and offspring in wild Orang-Utans (''Pongo pygmaeus wurmbii'') from the Sabangau Peat-Swamp Forest, Borneo|journal=International Journal of Primatology|volume=40|issue=3|pages=393–416|doi=10.1007/s10764-019-00095-w|s2cid=195329265}}</ref>

=== Reproduksi dan perkembangan ===
{{multiple image
| direction = horizontal
| width = 200
| align = right
| image1 = Male Bornean Orangutan - Big Cheeks.jpg
| image2 = Here's Looking At You, Kid (5656539778).jpg
| caption1 = Orang utan jantan berbantalan pipi
| alt caption1 = Male orangutan exhibiting the facial flange and throat pouch
| caption2 = Orang utan jantan tidak berbantalan pipi
| alt caption2 = A male orangutan with no facial flange or throat pouch
}}
Jantan menjadi dewasa secara seksual sekitar usia 15 tahun. Mereka mungkin menunjukkan perkembangan yang tertahan dengan tidak mengembangkan bantalan pipi yang khas, kantong tenggorokan yang menonjol, bulu panjang, atau panggilan panjang sampai tidak ada jantan dominan yang tinggal. Transformasi dari tidak berbantalan pipi menjadi berbantalaln pipi dapat terjadi dengan cepat. Jantan berbantalan pipi menarik perhatian betina yang sedang ber-[[ovulasi]] dengan seruan panjangnya yang khas, yang juga dapat menghambat perkembangan jantan yang lebih muda.<ref name="Utami 2002">{{cite journal|last1=Utami|first1=S. S.|last2=Goossens|first2=B.|last3=Bruford|first3=M. W.|last4=de Ruiter|first4=J. R.|last5=van Hooff|first5=J. A. R. A. M.|author-link5=Jan van Hooff|year=2002|title=Male bimaturism and reproductive success in Sumatran orangutans|journal=Behavioral Ecology|volume=13|issue=5|pages=643–52|doi=10.1093/beheco/13.5.643|doi-access=free}}</ref><ref name="Payne5" />{{rp|100}}

Jantan yang tidak berbantalan pipi berkeliaran secara luas untuk mencari betina yang sedang ber-ovulasi dan setelah menemukannya, ia akan memaksakan [[Sanggama|kopulasi]] dengannya, yang kejadiannya luar biasa tinggi di antara mamalia. Betina lebih suka kawin dengan pejantan yang lebih bugar, membentuk pasangan dengan mereka dan mendapat manfaat dari perlindungan mereka.<ref name="Fox 2002">{{cite journal|last1=Fox|first1=E. A.|year=2002|title=Female tactics to reduce sexual harassment in the Sumatran orangutan (''Pongo pygmaeus abelii'')|journal=[[Behavioral Ecology and Sociobiology]]|volume=52|issue=2|pages=93–101|doi=10.1007/s00265-002-0495-x|s2cid=13583879}}</ref><ref name="Delgrado 20002" /><ref name="Knott2009">{{cite journal|last1=Knott|first1=Cheryl Denise|last2=Thompson|first2=Melissa Emery|last3=Stumpf|first3=Rebecca M|last4=McIntyre|first4=Matthew H|year=2009|title=Female reproductive strategies in orangutans, evidence for female choice and counterstrategies to infanticide in a species with frequent sexual coercion|journal=Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences|volume=277|issue=1678|pages=105–13|doi=10.1098/rspb.2009.1552|pmc=2842634|pmid=19812079|doi-access=free}}</ref> Betina yang tidak ber-ovulasi biasanya tidak menolak kopulasi dengan jantan yang tidak berbantalan pipi, karena kemungkinan pembuahannya rendah.<ref name="Knott2009" /> Perilaku homoseksual telah terekam dalam konteks interaksi afiliatif dan agresif.<ref>{{cite journal|last=Fox|first=Elizabeth A|year=2001|title=Homosexual behavior in wild Sumatran orangutans (''Pongo pygmaeus abelii'')|journal=American Journal of Primatology|volume=55|issue=3|pages=177–81|doi=10.1002/ajp.1051|pmid=11746281|s2cid=21561581}}</ref>
[[Berkas:Bukit_Lawang,_orangutans_(6785217748).jpg|al=A mother orangutan with her offspring|kiri|jmpl|Induk orangutan dengan anaknya]]
Unlike females of other non-human great ape species, orangutans do not exhibit [[Sexual swelling|sexual swellings]] to signal fertility. A female first gives birth around 15 years of age and they have a six to nine year interbirth interval, the longest among the great apes. Gestation is around nine months long and infants are born at a weight of {{convert|1.5|–|2|kg|abbr=on|lb}} Usually only a single infant is born; twins are a rare occurrence. Unlike many other primates, male orangutans do not seem to practice [[Infanticide (zoology)|infanticide]]. This may be because they cannot ensure they will sire a female's next offspring, because she does not immediately begin ovulating again after her infant dies. There is evidence that females with offspring under six years old generally avoid adult males.

Tidak seperti betina dari spesies kera besar non-manusia lainnya, orangutan tidak menunjukkan pembengkakan seksual untuk menandakan kesuburan.<ref name=":3">{{cite journal|last1=Scott|first1=A. M.|last2=Knott|first2=C. D.|last3=Susanto|first3=T. W.|year=2019|title=Are Male Orangutans a Threat to Infants? Evidence of Mother–Offspring Counterstrategies to Infanticide in Bornean Orangutans (''Pongo pygmaeus wurmbii'')|journal=International Journal of Primatology|volume=44|issue=3|pages=435–55|doi=10.1007/s10764-019-00097-8|hdl=2144/39274|s2cid=198190605|hdl-access=free}}</ref><ref name="Knott2009" /> Orangutan betina pertama kali dapat melahirkan pada usia sekitar 15 tahun dan mereka memiliki interval melahirkan antara enam hingga sembilan tahun, terpanjang di antara [[Hominidae|kera besar]] lainnya.<ref name="Wich">{{cite book|last1=Wich|first1=Serge A.|author2=de Vries, Hans|author3=Ancrenaz, Marc|author4=Perkins, Lori|author5=Shumaker, Robert W.|author6=Suzuki, Akira|author7=van Schaik, Carel P.|year=2009|url=https://archive.org/details/orangutansgeogra00wich|title=Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0199213276|editor1-last=Wich|editor1-first=Serge A.|pages=67–68|contribution=Orangutan life history variation|editor2-last=Atmoko|editor2-first=S. Suci Utami|editor3-last=Setia|editor3-first=Tatang Mitra|editor4-last=van Schaik|editor4-first=Carel P.|url-access=registration}}</ref> Masa kehamilan sekitar sembilan bulan dan bayi lahir dengan berat 15-2 kg.<ref name="Payne5" />{{rp|99}} Biasanya hanya satu bayi yang lahir; kembar jarang terjadi.<ref>{{cite journal|last1=Goossens|first1=B|last2=Mohd|first2=D|last3=Kapar|last4=Kahar|first4=S|year=2011|title=First Sighting of Bornean Orangutan Twins in the Wild|url=https://www.researchgate.net/publication/245023318|journal=Asian Primates Journal|volume=2|issue=1|pages=10–12}}</ref> Tidak seperti primata lainnya, orangutan jantan tampaknya tidak melakukan pembunuhan bayi. Hal ini mungkin karena mereka tidak dapat memastikan bahwa mereka akan melahirkan anak betina berikutnya, karena betina tidak segera mulai berovulasi lagi setelah bayinya mati.<ref>{{cite journal|last1=Beaudrot|first1=LH|last2=Kahlenberg|first2=SM|last3=Marshall|first3=AJ|year=2009|title=Why male orangutans do not kill infants|journal=Behavioral Ecology and Sociobiology|volume=63|issue=11|pages=1549–62|doi=10.1007/s00265-009-0827-1|pmc=2728907|pmid=19701484}}</ref> Ada bukti bahwa orangutan betina yang memiliki anak di bawah enam tahun umumnya menghindari jantan dewasa.<ref name=":3" />

Pengasuhan anak paling banyak dilakukan oleh induk betina. Induk betina akan menggendong bayinya saat bepergian, menyusuinya, dan tidur bersamanya.<ref name="Payne5" /> Selama empat bulan pertama, bayi hampir tidak pernah tanpa kontak fisik dan selalu menempel di perut induknya. Pada bulan-bulan berikutnya, jumlah kontak fisik bayi dengan induknya menurun. Ketika orangutan mencapai usia satu setengah tahun, keterampilan memanjatnya meningkat dan ia akan melakukan perjalanan melalui kanopi sambil bergandengan tangan dengan orangutan lain, sebuah perilaku yang dikenal sebagai "perjalanan dengan teman".<ref name="Munn 19972">{{cite book|author1=Munn|first=C.|last2=Fernandez|first2=M.|year=1997|title=Orangutan Species Survival Plan Husbandry Manual|publisher=[[Chicago Zoological Park]]|editor=Carol Sodaro|pages=59–66|contribution=Infant development|oclc=40349739}}</ref> Setelah usia dua tahun, orangutan remaja akan mulai menjauh dari induknya untuk sementara waktu. Mereka mencapai usia remaja pada usia enam atau tujuh tahun dan mampu hidup sendiri tetapi tetap memiliki hubungan dengan induknya.<ref name="Payne5" />{{rp|100}} Orangutan betina dapat menyusui anaknya hingga delapan tahun, lebih lama dari mamalia mana pun.<ref>{{cite journal|last1=Smith|first1=Tanya M.|last2=Austin|first2=Christine|last3=Hinde|first3=Katie|last4=Vogel|first4=Erin R.|last5=Arora|first5=Manish|year=2017|title=Cyclical nursing patterns in wild orangutans|journal=Evolutionary Biology|volume=3|issue=5|page=e1601517|bibcode=2017SciA....3E1517S|doi=10.1126/sciadv.1601517|pmc=5435413|pmid=28560319|doi-access=free}}</ref> Biasanya, orangutan hidup lebih dari 30 tahun baik di alam liar maupun di penangkaran.<ref name="Payne5" />{{rp|15}}{{-}}


== Klasifikasi ==
== Klasifikasi ==

Revisi per 28 November 2022 03.05

Orang utan
Periode Pleistosen Awal– Sekarang
Pongo

Orang utan kalimantan
(Pongo pygmaeus)
Taksonomi
KerajaanAnimalia
FilumChordata
KelasMammalia
OrdoPrimates
FamiliHominidae
GenusPongo
Lacépède, 1799
Tipe taksonomiPongo pygmaeus
Lacépède, 1799 (Simia satyrus Linnaeus, 1760)
Tata nama
Sinonim taksonFaunus Oken, 1816

Lophotus Fischer, 1813
Macrobates Billberg, 1828

Satyrus Lesson, 1840
Spesies
Pongo pygmaeus

Pongo abelii
Pongo tapanuliensis
Pongo hooijeri

Pongo weidenreichi
Distribusi

Sebaran tiga spesies orang utan yang masih ada

Orang utan (bentuk tidak baku: Orangutan) atau mawas adalah kera besar yang berasal dari hutan hujan Indonesia dan Malaysia. Sekarang mereka hanya ditemukan di sebagian Kalimantan dan Sumatera, tetapi selama era Pleistosen orang utan tersebar di seluruh Asia Tenggara dan Cina Selatan. Diklasifikasikan dalam genus Pongo, orang utan awalnya dianggap hanya satu spesies. Dari tahun 1996, mereka dibagi menjadi dua spesies: orang utan Kalimantan (P. pygmaeus, dengan tiga subspesies) dan orang utan Sumatera (P. abelii). Spesies ketiga, orang utan Tapanuli (P. tapanuliensis), diidentifikasi secara definitif pada tahun 2017. Orang utan adalah satu-satunya yang masih hidup dari subfamili Ponginae, yang secara genetik berpisah dari hominid lain (gorila, simpanse, dan manusia) antara 19,3 dan 15,7 juta tahun lalu.

Orang utan adalah kera besar yang paling arboreal, yang mana mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka di pohon. Orang utan memiliki lengan panjang dan kaki pendek secara proporsional, dan memiliki rambut coklat kemerahan yang menutupi tubuh mereka. Orang utan jantan dewasa memiliki berat sekitar 75 kg, sedangkan betina mencapai sekitar 37 kg. Orang utan jantan dewasa yang dominan mengembangkan bantalan pipi atau flensa yang khas dan kerap mengeluarkan seruan panjang untuk menarik perhatian betina dan mengintimidasi lawan; hal yang sama tidak dijumpai pada orang utan jantan yang lebih muda dan mereka cenderung lebih menyerupai betina dewasa. Orang utan adalah kera besar yang paling soliter: ikatan sosial khususnya terjadi antara induk dan anaknya yang bergantung padanya. Buah adalah komponen terpenting dari makanan orang utan; tetapi mereka juga akan memakan tumbuh-tumbuhan, kulit kayu, madu, serangga, dan telur burung. Mereka dapat hidup lebih dari 30 tahun, baik di alam liar maupun di penangkaran.

Orang utan adalah termasuk primata yang paling cerdas. Mereka menggunakan berbagai peralatan rumit dan membangun sarang tidur yang kompleks setiap malam dari ranting-ranting dan dedaunan. Penelitian tentang kemampuan belajar mereka telah dilakukan secara ekstensif. Dipekirakan pada masing-masing populasi orang utan terdapat budaya-budayanya sendiri. Orang utan telah ditampilkan dalam literatur dan seni setidaknya sejak abad ke-18, terutama dalam karya-karya yang membahas komunitas manusia. Studi lapangan tentang orang utan dipelopori oleh primatologis, Birute Galdikas, dan mereka telah dilestarikan di fasilitas penangkaran di seluruh dunia setidaknya sejak awal abad ke-19.

Ketiga spesies orang utan dianggap sangat terancam punah. Aktivitas manusia telah secara parah menyebabkan penurunan populasi dan sebaran mereka. Ancaman terhadap populasi orang utan liar meliputi perburuan liar (untuk daging hewan liar dan tindakan balas dendam karena mereka memakan tanaman), perusakan habitat dan deforestasi (untuk penanaman kelapa sawit dan penebangan hutan), dan perdagangan hewan peliharaan ilegal. Sejumlah organisasi konservasi dan rehabilitasi telah didedikasikan untuk kelangsungan hidup orang utan di alam liar.

Etimologi

Istilah orang utan berasal dari bahasa Melayu yang mana orang setempat awalnya menggunakan istilah ini untuk merujuk pada manusia penghuni hutan yang sebenarnya. Namun pada tahap awal dalam sejarah Melayu, istilah ini mengalami perluasan semantik untuk mencakup kera dari genus Pongo.[1][2]

Istilah orang utan muncul dalam berbagai sumber-sumber pramodern dalam bahasa Jawa Kuno. Salah satunya yang terawal adalah pada Kakawin Ramayana, sebuah adaptasi dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Jawa tentang Ramayana yang ditulis pada abad kesembilan atau awal abad kesepuluh. Dalam sumber Jawa Kuno ini, istilah urang utan hanya mengacu pada kera dan bukan pada manusia penghuni hutan. Istilah ini bukanlah dari kata-kata asli bahasa Jawa, tetapi diserap dari bahasa Melayu awal setidaknya seribu tahun yang lalu. Oleh karena itu, asal mula utama istilah "orang utan" yang menunjukkan kera Pongo kemungkinan besar adalah bahasa Melayu Kuno.[1]

Orangutan sketch by George Edwards
Sketsa "The Man of the Woods (Orang hutan)" oleh George Edwards, 1758

Orang Eropa pertama yang mencatat penggunaan istilah ini adalah Jacobus Bontius, di bukunya yg dirilis pada 1631 yakni Historiae naturalis et medicae Indiae orientalis. Dia melaporkan bahwa orang Melayu memberitahunya kalau kera tersebut dapat berbicara, tetapi memilih untuk tidak "agar dia tidak dipaksa untuk bekerja".[3] Istilah ini juga muncul dalam beberapa deskripsi zoologi Indonesia dalam bahasa Jerman pada abad ke-17. Ada yang berpendapat bahwa Istilah ini secara khusus berasal dari ragam bahasa Melayu Banjar,[2] tetapi usia sumber-sumber Jawa Kuno yang disebutkan di atas menjadikan bahasa Melayu Kuno lebih memungkinkan sebagai asal muasal istilah ini. Cribb dan koleganya (2014) berpendapat bahwa catatan Bontius tidak merujuk pada kera (karena deskripsi ini berasal dari Jawa di mana orang utan saat itu tidak ditemukan di sana) melainkan merujuk pada manusia yang menderita kondisi medis serius (kemungkinan besar kretinisme) dan bahwa penggunaan istilah ini disalahpahami oleh Nicolaes Tulp, yang pertama kali menggunakan istilah ini dalam sebuah publikasi satu dekade kemudian.[4]:10–18

Kata ini pertama kali dicantumkan dalam catatan berbahasa Inggris pada tahun 1693 oleh dokter John Bulwer dalam bentuk Orang-Outang,[5][6] dan varian yang diakhiri dengan -ng ditemukan dalam banyak bahasa. Ejaan (dan pengucapan) ini terus digunakan dalam bahasa Inggris hingga saat ini, tetapi dianggap keliru.[7][8][9] Hilangnya "h" dalam utan dan pergeseran dari -ng ke -n telah dianggap menunjukkan bahwa istilah tersebut masuk ke bahasa Inggris melalui bahasa Portugis.[10] Dalam bahasa Melayu, istilah ini pertama kali dibuktikan pada tahun 1840, bukan sebagai nama asli tetapi mengacu pada bagaimana orang Inggris menyebut hewan tersebut. Kata 'orang utan' dalam bahasa Melayu dan Indonesia saat ini diserap dari bahasa Inggris atau Belanda pada abad ke-20, yang mana menjelaskan mengapa huruf 'h' awal dari 'hutan' juga hilang.[10]

Nama genus orang utan yakni, Pongo, berasal dari catatan abad ke-16 oleh Andrew Battel, seorang pelaut Inggris yang ditawan oleh Portugis di Angola, yang menggambarkan dua "monster" antropoid bernama Pongo dan Engeco. "Monster" yang ia lihat tersebut sekarang diyakini adalah gorila, tetapi pada abad ke-18, istilah orang utan dan pongo digunakan untuk semua kera besar. Naturalis Prancis Bernard Germain de Lacépède menggunakan istilah Pongo untuk genus orang utan pada 1799.[11][12]:24–25 Kata pongo yang digunakan oleh Battel itu sendiri berasal dari bahasa Kongo yakni mpongi[13][14] atau bahasa lainnya yang serumpun: bahasa Lumbu pungu, bahasa Vili mpungu, atau bahasa Yombi yimpungu.[15]

Taksonomi dan filogeni

Orang utan pertama kali dideskripsikan secara ilmiah pada tahun 1758 dalam Systema Naturae oleh Carl Linnaeus sebagai Homo troglodytes.[16]:20 Nama ini kemudian diganti sebagai Simia pygmaeus pada tahun 1760 oleh muridnya, Christian Emmanuel Hopp, dan lalu dinamai sebagai Pongo oleh Lacépède pada tahun 1799.[16]:24–25 Naturalis Perancis, René Lesson mengusulkan bahwa populasi orang utan di Sumatera dan Kalimantan adalah spesies yang berbeda ketika dirinya mendeskripsikan P. abelii, pada tahun 1827.[17] Pada tahun 2001, P. abelii dikukuhkan sebagai spesies tersendiri berdasarkan bukti molekuler yang diterbitkan pada tahun 1996,[18][19]:53[20] dan tiga populasi yang berbeda di Kalimantan ditingkatkan menjadi subspesies (P. p. pygmaeus, P. p. morio dan P. p. wurmbii).[21] Pendeskripsian pada tahun 2017 dari spesies ketiga, yakni P. tapanuliensis, dari Sumatera di selatan Danau Toba, datang dengan kejutan: P. tapanuliensis ternyata memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan spesies orang utan Kalimantan, P. pygmaeus dibandingkan dengan sesama spesies Sumatera, P. abelii.[20]

Head shots of male Bornean, Sumatran and Tapanuli orangutans
Orang utan Kalimantan, Sumatera dan Tapanuli jantan berbantalan pipi

Genom orang utan sumatera diurutkan pada Januari 2011.[22][23] Setelah manusia dan simpanse, orang utan sumatera menjadi spesies kera besar ketiga yang genomnya diurutkan. Selanjutnya, spesies orang utan Kalimantan pun diurutkan genomnya. Orang utan Kalimantan (P. pygmaeus) memiliki keragaman genetik yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang utan Sumatera (P. abelii), meskipun populasinya enam hingga tujuh kali lebih tinggi di Kalimantan. Para peneliti berharap data ini dapat membantu para konservasionis melestarikan kera yang terancam punah tersebut, serta mempelajari lebih lanjut tentang penyakit genetik manusia.[23] Sama halnya dengan gorila dan simpanse, orang utan memiliki 48 kromosom diploid, berbeda dengan manusia yang memiliki 46.[24]:30

Menurut bukti molekuler, di antara kera (superfamili Hominoidea), owa berpisah pada awal Miosen antara 24,1 dan 19,7 juta tahun lalu, dan orang utan berpisah dari garis keturunan kera besar Afrika antara 19,3 dan 15,7 juta tahun yang lalu. Israfil dan koleganya (2011) memperkirakan berdasarkan lokus mitokondria, lokus yang berkaitan dengan kromosom X, dan kromosom Y bahwa spesies orang utan Sumatera dan Kalimantan berpisah antara 4,9 dan 2,9 juta tahun yang lalu..[25](Gbr. 4) Sebaliknya, studi genom 2011 menunjukkan bahwa kedua spesies ini baru saja berpisah sekitar 400.000 tahun yang lalu. Studi ini juga menemukan bahwa orang utan berevolusi lebih lambat daripada simpanse dan manusia.[23] Sebuah studi genom pada 2017 menemukan bahwa orang utan Borneo dan Tapanuli berpisah dari orang utan Sumatera sekitar 3,4 juta tahun yang lalu, dan dari satu sama lain sekitar 2,4 juga tahun yang lalu. Jutaan tahun yang lalu, orang utan melakukan perjalanan dari daratan Asia ke Sumatera dan kemudian ke Kalimantan karena pulau-pulau tersebut dihubungkan oleh jembatan darat selama periode glasial kuarter, ketika permukaan air laut jauh lebih rendah. Sebaran orang utan Tapanuli saat ini diperkirakan dekat dengan tempat leluhur orang utan pertama kali memasuki wilayah yang sekarang menjadi Indonesia dari daratan Asia.[20][26]

Taksonomi dari genus Pongo[27] Filogeni dari superfamili Hominoidea[25](Fig. 4)
Genus Pongo
 Hominoidea




 manusia (genus Homo)



 simpanse (genus Pan)




 gorila (genus Gorilla)




 orang utan (genus Pongo)




 ungka (family Hylobatidae)


Partial fossil skull of ape
Fosil tengkorak dari Sivapithecus sivalensis, kerabat orang utan yang telah punah

Catatan fosil

Tiga spesies orang utan adalah sisa anggota subfamili Ponginae yang masih ada. Subfamili ini juga mencakup kera-kera yang telah punah seperti Lufengpithecus, yang hidup 8-2 juta tahun lalu di Tiongkok selatan dan Thailand.[28]:50 Indopithecus, yang hidup di India dari 9,2-8,6 juta tahun lalu; dan Sivapithecus, yang hidup di India dan Pakistan dari 12,5 juta tahun lalu hingga 8,5 juta tahun lalu.[29] Hewan-hewan ini kemungkinan hidup di lingkungan yang lebih kering dan lebih dingin daripada orang utan saat ini. Khoratpithecus piriyai, yang hidup 5-7 juta tahun lalu di Thailand, diyakini sebagai kerabat terdekat orang utan dan mendiami lingkungan yang sama.[28]:50 Primata terbesar yang diketahui, Gigantopithecus, juga merupakan anggota Ponginae dan hidup di Tiongkok, dari 2 juta hingga 300.000 tahun yang lalu.[30][28]:50

Catatan fosil tertua dari Pongo yang diketahui, berasal dari Pleistosen Awal Chongzuo, yang terdiri dari gigi yang dianggap berasal dari spesies P. weidenreichi yang telah punah.[31][32] Pongo ditemukan sebagai bagian dari kelompok fauna di sekumpulan gua Pleistosen di Vietnam, bersama Giganopithecus, meskipun hanya diketahui dari gigi. Beberapa fosil yang dideskripsikan dengan nama P. hooijeri telah ditemukan di Vietnam, dan beberapa subspesies fosil telah dideskripsikan dari beberapa bagian Asia Tenggara. Tidak jelas apakah fosil-fosil ini termasuk dalam P. pygmaeus atau P. abelii atau malah mewakili spesies yang berbeda.[33] Selama Pleistosen, Pongo memiliki daerah sebaran yang jauh lebih luas daripada saat ini, membentang di seluruh daratan Sunda dan Asia Tenggara daratan dan Cina Selatan. Di Semenanjung Malaysia, ditemukan gigi orang utan yang berasal dari 60.000 tahun yang lalu. Pada akhir Pleistosen, daerah sebaran orang utan telah menyusut secara signifikan, kemungkinan besar karena berkurangnya habitat hutan selama Glasial Maksimum Terakhir, meskipun mereka mungkin selamat hingga Holosen di Kamboja dan Vietnam.[31][34]

Karakteristik

Head and shoulder shots of an adult male and female orangutan
Orang utan Tapanuli jantan dewasa (kiri) dan betina (kanan)

Orang utan menunjukkan dimorfisme seksual yang signifikan; orang utan betina biasanya memiliki tinggi 115 cm (3 kaki 9 inci) dan berat sekitar 37 kg, sementara orang utan jantan dewasa memiliki tinggi 137 cm (4 kaki 6 inci) dan berat 75 kg. Dibandingkan dengan manusia, mereka memiliki lengan yang panjang secara proporsional, orang utan jantan memiliki rentang lengan sekitar 2 m (6,6 kaki), dan kaki yang pendek. Mereka ditutupi rambut kemerahan panjang yang dimulai dengan warna oranye terang dan menggelap menjadi merah marun atau cokelat seiring bertambahnya usia, sementara kulitnya berwarna abu-abu kehitaman. Meskipun wajah orang utan sebagian besar tidak berbulu, wajah si jantan dapat ditumbuhi beberapa helai rambut, memberikan mereka janggut.[35][36][37]:13–15

Orang utan menunjukkan dimorfisme seksual yang signifikan; orang utan betina biasanya memiliki tinggi 115 cm (3 kaki 9 inci) dan berat sekitar 37 kg, sementara orang utan jantan dewasa memiliki tinggi 137 cm (4 kaki 6 inci) dan berat 75 kg. Dibandingkan dengan manusia, mereka memiliki lengan yang panjang secara proporsional, orang utan jantan memiliki rentang lengan sekitar 2 m (6,6 kaki), dan kaki yang pendek. Mereka ditutupi rambut kemerahan panjang yang dimulai dengan warna oranye terang dan menggelap menjadi merah marun atau cokelat seiring bertambahnya usia, sementara kulitnya berwarna abu-abu kehitaman. Meskipun wajah orang utan sebagian besar tidak berbulu, wajah si jantan dapat ditumbuhi beberapa helai rambut, memberikan mereka janggut.[35][36][37]:13–15

Orang utan memiliki telinga dan hidung yang kecil; daun telinganya tidak memiliki bagian bawah yang menggantung seperti manusia.[38] Volume endokranial-nya rata-rata 397 cm3.[39] Tempurung kepala orang utan lebih tinggi dibandingkan dengan wajahnya, yang melengkung dan prognatik.[38] Dibandingkan dengan simpanse dan gorila, tonjolan alis orang utan kurang berkembang.[40] Orang utan betina dan remaja memiliki tengkorak yang relatif melingkar dan wajah yang tipis, sementara orang utan jantan dewasa memiliki puncak sagittal yang menonjol, bantalan pipi atau flensa yang besar,[38] kantung tenggorokan yang luas, dan gigi taring yang panjang..[38][41]:14 Bantalan pipi sebagian besar terbuat dari jaringan lemak dan ditopang oleh otot-otot wajah.[42] Kantung tenggorokan berfungsi sebagai ruang resonansi untuk membuat seruan panjang.

Tangan orang utan memiliki empat jari yang panjang, tetapi jempol yang jauh lebih pendek untuk cengkeraman yang kuat pada cabang-cabang saat mereka berayunan di pepohonan. Konfigurasi rehat dari jari-jarinya melengkung, menciptakan cengkeraman kait suspensori. Dengan ibu jari terkesampingkan, jari-jari (dan tangan)-nya dapat mencengkeram dengan aman di sekeliling benda-benda berdiameter kecil dengan menempatkan ujung jari-jari mereka ke bagian dalam telapak tangan mereka, sehingga menciptakan cengkeraman yang terkunci ganda. Kaki mereka memiliki empat jari kaki yang panjang dan jempol kaki yang dapat ditekuk menyimpang dengan jari-jari yang lain, sehingga memberikan kaki-kaki mereka ketangkasan seperti tangan mereka. Sendi pinggul mereka juga memungkinkan kaki mereka berputar sama dengan lengan dan bahu mereka.[43]:15

An orangutan skeleton
Kerangka dari Orang utan Kalimantan remaja

Tangan orang utan memiliki empat jari yang panjang, tetapi ibu jari yang jauh lebih pendek untuk cengkeraman yang kuat pada cabang-cabang saat mereka berayunan di pepohonan. Konfigurasi rehat dari jari-jarinya melengkung, menciptakan cengkeraman kait suspensori. Dengan ibu jari dikesampingkan, jari-jari (dan tangan)-nya dapat mencengkeram dengan aman di sekeliling benda-benda berdiameter kecil dengan menempatkan ujung jari-jari mereka ke bagian dalam telapak tangan mereka, sehingga menciptakan cengkeraman yang terkunci ganda. Kaki mereka memiliki empat jari kaki yang panjang dan jempol kaki yang dapat ditekuk, sehingga memberikan kaki-kaki mereka ketangkasan seperti tangan mereka. Sendi pinggul mereka juga memungkinkan kaki mereka berputar sama dengan lengan dan bahu mereka

Orang utan berpindah di pepohonan dengan cara memanjat vertikal dan suspensi. Dibandingkan dengan kera besar lainnya, mereka jarang turun ke tanah di mana mereka menjadi tidak efisien. Tidak seperti gorila dan simpanse, orang utan bukan berjalan menggunakan buku jari, melainkan mereka membengkokkan jari-jari mereka dan berjalan di sisi tangan dan kaki mereka.[44][45]

Dibandingkan dengan kerabatnya di Kalimantan, orang utan Sumatera lebih ramping dengan rambut yang lebih panjang dan pucat serta wajah yang lebih panjang.[46] Orang utan Tapanuli lebih mirip orang utan Sumatera daripada orang utan Kalimantan dalam hal bentuk tubuh dan warna rambut.[47] Mereka memiliki rambut yang lebih berantakan, tengkorak yang lebih kecil, dan wajah yang lebih datar daripada dua spesies lainnya.[48].

Ekologi dan perilaku

Orang utan liar di Lembah Danum (Sabah, Malaysia, pulau Kalimantan)

Orang utan umumnya beraktivitas dari pohon ke pohon, dan mendiami hutan hujan tropis, terutama yang ditumbuhi pepohonan dipterokarpa dataran rendah dan hutan sekunder tua.[36][49] Populasinya lebih terkonsentrasi di dekat habitat tepi sungai, seperti air tawar dan hutan rawa gambut, sementara hutan yang lebih kering jauh dari daerah banjir terdapat lebih sedikit dari mereka. Kepadatan populasi juga menurun pada elevasi yang lebih tinggi.[24]:92 Orang utan terkadang memasuki padang rumput, lahan pertanian, kebun, hutan sekunder muda, dan danau dangkal.[49]

Mereka menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencari makan, beristirahat, dan bepergian.[50] Mereka memulai hari dengan makan selama dua hingga tiga jam di pagi hari. Lalu, beristirahat selama tengah hari, kemudian melakukan perjalanan di sore hari. Ketika malam tiba, mereka mempersiapkan sarangnya untuk bermalam.[49] Pemangsa potensial orang utan antara lain harimau, macan dahan, dan anjing liar.[24]:91 Parasit yang paling umum pada orang utan adalah nematoda dari genus Strongyloides dan ciliata Balantidium coli. Di antara Strongyloides, spesies S. fuelleborni dan S. stercoralis dilaporkan menjangkit beberapa individu orang utan muda.[51] Orang utan juga menggunakan spesies tanaman Dracaena cantleyi sebagai balsem anti-inflamasi.[52]

Makanan

Orangutan on a branch eating some leaves
Meskipun orang utan bisa mengkonsumsi daun, pucuk, dan telur burung; buah adalah komponen terpenting dari makanan mereka.

Makanan utama orang utan adalah buah-buahan, yang mana mengonsumsinya menghabiskan 57-80% dari waktu mencari makan mereka. Bahkan ketika musim ketersediaan buah-buahan menjadi sedikit, mengonsumsi buah tetaplah menghabiskan sekitar 16% dari waktu mencari makan mereka. Buah dengan salut biji dan daging yang lembut adalah yang paling disukainya, khususnya buah ara, selain itu mereka juga suka buah drupa dan buah beri.[53]:65 Orang utan diperkirakan adalah satu-satunya penyebar benih untuk beberapa spesies tanaman, termasuk spesies tanaman merambat Strychnos ignatii yang mengandung alkaloid strychnine yang beracun.[54]

Daun-daunan juga termasuk dalam makanan orang utan, yang mana mereka menghabiskan 25% dari rata-rata waktu mencari makan mereka untuk mengonsumsinya. Mereka lebih banyak memakan dedaunan ketika ketersediaan buah-buahan menjadi sedikit, namun ketika buah sedang melimpah pun, mereka tetap memakan dedaunan di sekitar 11-20% waktu makan mereka. Mereka tampaknya bergantung pada daun dan batang Borassodendron borneensis selama masa rendahnya ketersediaan buah. Makanan lain yang dikonsumsi oleh orang utan termasuk kulit kayu, madu, telur burung, serangga, dan vertebrata kecil termasuk kukang.[55][56]:65–66

Di beberapa daerah, orang utan bisa melakukan praktik geofagi, yaitu memakan tanah dan zat-zat bumi lainnya. Mereka akan mengambil tanah dari permukaan serta memakan sarang rayap di batang pepohonan. Orang utan juga suka mengunjungi sisi tebing atau cekungan tanah untuk menjilati mineral. Orang utan mengonsumsi tanah demi memperoleh mineral kaolin yang bersifat anti-toksik, karena makanan mereka mengandung tanin dan asam fenolik yang beracun.[57]:67

Kehidupan sosial

Two orangutans swinging on tree branches
Orang utan adalah yang paling rendah tingkat sosialnya di antara kera-kera besar lainnya.

Struktur sosial orang utan dapat dideskripsikan sebagai soliter tetapi tetap saling berhubungan; mereka menjalani gaya hidup yang lebih soliter daripada kera besar lainnya.[58] Orang utan Kalimantan umumnya lebih soliter daripada orang utan Sumatera.[59] Sebagian besar ikatan sosial terjadi antara orang utan betina dewasa dengan anaknya yang masih bergantung dan disapih. Orang utan betina yang menetap tinggal bersama anaknya di daerah jelajah yang tumpang tindih dengan betina dewasa lainnya, yang bisa jadi merupakan kerabat dekat mereka. Satu hingga beberapa daerah jelajah betina dewasa yang menetap berada di dalam daerah jelajah jantan dewasa, yang merupakan pasangan kawin utama mereka.[58][60] Interaksi antara betina-betina dewasa berkisar antara bersahabat, menghindar, hingga antagonis. Jantan yang berbantalan pipi umumnya memusuhi jantan yang berbantalan pipi lain dan jantan yang tidak berbantalan pipi,[61] sementara jantan yang tidak berbantalan pipi lebih damai terhadap satu sama lain.[62]

Orang utan menyebar dan membangun daerah jelajahnya pada usia 11 tahun. Orang utan betina cenderung tinggal di dekat daerah jelajah kelahirannya, sedangkan orang utan jantan menyebar lebih jauh tetapi masih dapat mengunjungi daerah jelajah kelahirannya di dalam daerah jelajahnya yang lebih luas.[60][63] Mereka kemudian akan memasuki fase peralihan (transien), yang berlangsung hingga orang utan jantan dapat menantang dan menyingkirkan orang utan jantan dominan yang menetap di daerah jelajahnya.[64] Baik orang utan yang menetap maupun yang masih dalam fase peralihan berkerumun di pohon-pohon besar yang berbuah untuk mencari makan. Buah-buahan cenderung berlimpah, sehingga persaingan tidak terlalu ketat dan tiap-tiap mereka dapat terlibat dalam interaksi sosial.[65][66][67] Orang utan juga akan membentuk kelompok bepergian dengan anggotanya yang berpindah-pindah dari satu sumber makanan ke sumber makanan lainnya.[64] Kelompok ini sering kali merupakan persekutuan antara jantan dewasa dan betina.[65] Perawatan sosial jarang terjadi di antara orang utan.[68]

Komunikasi

Orang utan berkomunikasi dengan beragam vokal dan suara. Orang utan jantan akan membuat seruan panjang, baik untuk menarik perhatian betina maupun untuk mempromosikan diri kepada jantan lainnya.[69] Seruan ini memiliki tiga komponen; dimulai dengan gerutuan, puncaknya dengan detupan dan diakhiri dengan suara gelembung. Kedua jenis kelamin akan mencoba untuk mengintimidasi lawan jenisnya dengan serangkaian suara frekuensi rendah yang dikenal secara kolektif sebagai "seruan bergulir". Ketika merasa tidak nyaman, orang utan akan menghasilkan " derit kecupan", yang dilakukan dengan cara menghisap udara melalui bibir yang dikerucutkan. Induk orang utan akan mengeluarkan bunyi gemeretak tenggorokan untuk menjaga kontak dengan anaknya. Bayi orang utan mengeluarkan lengkingan halus ketika tertekan. Ketika membangun sarang, orang utan akan mengeluarkan suara pukulan atau tiupan dengan lidah.[70] Seruan orang utan menampilkan komponen seperti konsonan dan vokal dan mereka mempertahankan maknanya dalam rentang jarak yang sangat jauh.[71]

Induk orang utan dan anaknya juga menggunakan beberapa gerakan dan ekspresi yang berbeda seperti memberi isyarat, menginjak, mendorong bibir bawah, mengguncang objek, dan " mempresentasikan" bagian tubuh. Hal-hal ini mengkomunikasikan tujuan seperti " dapatkan objek", "panjat saya", "panjat kamu", "panjat", "menjauh", "perubahan permainan: kurangi intensitas", "lanjutkan permainan", dan "hentikan itu".[72]

Reproduksi dan perkembangan

Orang utan jantan berbantalan pipi
Orang utan jantan tidak berbantalan pipi

Jantan menjadi dewasa secara seksual sekitar usia 15 tahun. Mereka mungkin menunjukkan perkembangan yang tertahan dengan tidak mengembangkan bantalan pipi yang khas, kantong tenggorokan yang menonjol, bulu panjang, atau panggilan panjang sampai tidak ada jantan dominan yang tinggal. Transformasi dari tidak berbantalan pipi menjadi berbantalaln pipi dapat terjadi dengan cepat. Jantan berbantalan pipi menarik perhatian betina yang sedang ber-ovulasi dengan seruan panjangnya yang khas, yang juga dapat menghambat perkembangan jantan yang lebih muda.[73][74]:100

Jantan yang tidak berbantalan pipi berkeliaran secara luas untuk mencari betina yang sedang ber-ovulasi dan setelah menemukannya, ia akan memaksakan kopulasi dengannya, yang kejadiannya luar biasa tinggi di antara mamalia. Betina lebih suka kawin dengan pejantan yang lebih bugar, membentuk pasangan dengan mereka dan mendapat manfaat dari perlindungan mereka.[75][76][77] Betina yang tidak ber-ovulasi biasanya tidak menolak kopulasi dengan jantan yang tidak berbantalan pipi, karena kemungkinan pembuahannya rendah.[77] Perilaku homoseksual telah terekam dalam konteks interaksi afiliatif dan agresif.[78]

A mother orangutan with her offspring
Induk orangutan dengan anaknya

Unlike females of other non-human great ape species, orangutans do not exhibit sexual swellings to signal fertility. A female first gives birth around 15 years of age and they have a six to nine year interbirth interval, the longest among the great apes. Gestation is around nine months long and infants are born at a weight of 15–2 kg (33,1–4,4 pon) Usually only a single infant is born; twins are a rare occurrence. Unlike many other primates, male orangutans do not seem to practice infanticide. This may be because they cannot ensure they will sire a female's next offspring, because she does not immediately begin ovulating again after her infant dies. There is evidence that females with offspring under six years old generally avoid adult males.

Tidak seperti betina dari spesies kera besar non-manusia lainnya, orangutan tidak menunjukkan pembengkakan seksual untuk menandakan kesuburan.[79][77] Orangutan betina pertama kali dapat melahirkan pada usia sekitar 15 tahun dan mereka memiliki interval melahirkan antara enam hingga sembilan tahun, terpanjang di antara kera besar lainnya.[80] Masa kehamilan sekitar sembilan bulan dan bayi lahir dengan berat 15-2 kg.[74]:99 Biasanya hanya satu bayi yang lahir; kembar jarang terjadi.[81] Tidak seperti primata lainnya, orangutan jantan tampaknya tidak melakukan pembunuhan bayi. Hal ini mungkin karena mereka tidak dapat memastikan bahwa mereka akan melahirkan anak betina berikutnya, karena betina tidak segera mulai berovulasi lagi setelah bayinya mati.[82] Ada bukti bahwa orangutan betina yang memiliki anak di bawah enam tahun umumnya menghindari jantan dewasa.[79]

Pengasuhan anak paling banyak dilakukan oleh induk betina. Induk betina akan menggendong bayinya saat bepergian, menyusuinya, dan tidur bersamanya.[74] Selama empat bulan pertama, bayi hampir tidak pernah tanpa kontak fisik dan selalu menempel di perut induknya. Pada bulan-bulan berikutnya, jumlah kontak fisik bayi dengan induknya menurun. Ketika orangutan mencapai usia satu setengah tahun, keterampilan memanjatnya meningkat dan ia akan melakukan perjalanan melalui kanopi sambil bergandengan tangan dengan orangutan lain, sebuah perilaku yang dikenal sebagai "perjalanan dengan teman".[83] Setelah usia dua tahun, orangutan remaja akan mulai menjauh dari induknya untuk sementara waktu. Mereka mencapai usia remaja pada usia enam atau tujuh tahun dan mampu hidup sendiri tetapi tetap memiliki hubungan dengan induknya.[74]:100 Orangutan betina dapat menyusui anaknya hingga delapan tahun, lebih lama dari mamalia mana pun.[84] Biasanya, orangutan hidup lebih dari 30 tahun baik di alam liar maupun di penangkaran.[74]:15

Klasifikasi

Orang utan sumatra
Orang utan kalimantan
Perbandingan individu orang utan jantan (dari kiri ke kanan): Kalimantan, Sumatra, Tapanuli

Orang utan yang berada dalam genus Pongo terdiri atas tiga spesies, yaitu Orang utan kalimantan/borneo (Pongo pygmaeus), Orang utan sumatra (Pongo abelii),[85] serta Orang utan tapanuli (Pongo tapanuliensis). Nenek moyang Orang utan sumatra dan kalimantan berbeda sejak 1,1 sampai 2,3 juta tahun yang lalu.[85]

Penelitian genetik telah mengidentifikasi tiga subspesies Orang utan borneo: P. p. pygmaeus, P. p. wurmbii, dan P. p. morio.[85] Masing-masing subspesies berdiferensiasi sesuai dengan daerah sebaran geografisnya dan meliputi ukuran tubuh.[85]

  • Orang utan kalimantan tengah (P. p. wurmbii) mendiami daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.[85] Mereka merupakan subspesies Orang utan borneo yang terbesar.[85]
  • Orang utan kalimantan timur laut (P. p. morio) mendiami daerah Sabah dan daerah Kalimantan Timur.[85] Mereka merupakan subspesies yang terkecil.[85]

Saat ini tidak ada subspesies Orang utan sumatra yang diidentifikasi.[85]

Lokasi dan habitat

Orang utan di Taman Nasional Kutai

Orang utan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia.[butuh rujukan] Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan.[butuh rujukan] Orang utan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan keruing, perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan.[butuh rujukan]

Di Kalimantan, Orang utan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatra dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada ketinggian 1.000 m dpl.[butuh rujukan] Orang utan Sumatra merupakan salah satu hewan endemis yang hanya ada di Sumatra.[butuh rujukan] Orang utan di Sumatra hanya menempati bagian utara pulau itu, mulai dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak di Tapanuli Selatan.[butuh rujukan]Keberadaan hewan mamalia ini dilindungi Undang-Undang 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan digolongkan sebagai terancam kritis oleh IUCN.[86]

Di Sumatra, salah satu populasi Orang utan terdapat di daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru, Sumatra Utara.[butuh rujukan] Populasi Orang utan liar di Sumatra diperkirakan sejumlah 7.300.[87] Di DAS Batang Toru 380 ekor dengan kepadatan pupulasi sekitar 0,47 sampai 0,82 ekor per kilometer persegi. Populasi Orang utan Sumatra (Pongo abelii lesson) kini diperkirakan 7.500 ekor.[butuh rujukan] Padahal pada era 1990 an, diperkirakan 200.000 ekor.[butuh rujukan] Populasi mereka terdapat di 13 daerah terpisah secara geografis.[butuh rujukan] Kondisi ini menyebabkan kelangsungan hidup mereka semakin terancam punah.[88]

Saat ini hampir semua Orang utan Sumatra hanya ditemukan di Provinsi Sumatra Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan sebarannya.[butuh rujukan] Hanya dua populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat.[86] Populasi Orang utan terbesar di Sumatra dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu).[butuh rujukan] Populasi lain yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam jangka panjang (viable) terdapat di Batang Toru, Sumatra Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu.[butuh rujukan]

Orang utan di Borneo yang dikategorikan sebagai endangered oleh IUCN terbagi dalam tiga subspesies: Orang utan di Borneo dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang berada di bagian utara Sungai Kapuas sampai ke timur laut Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang ditemukan mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito; dan Pongo pygmaeus morio.[butuh rujukan] Di Borneo, Orang utan dapat ditemukan di Sabah, Sarawak, dan hampir seluruh hutan dataran rendah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan dan Brunei Darussalam.[89]

Makanan

Meskipun Orang utan termasuk hewan omnivora, sebagian besar dari mereka hanya memakan tumbuhan.[90] 90% dari makanannya berupa buah-buahan.[91] Makanannya antara lain adalah kulit pohon, dedaunan, bunga, beberapa jenis serangga, dan sekitar 300 jenis buah-buahan[92]

Selain itu mereka juga memakan nektar,madu dan jamur.[91] Mereka juga gemar makan durian, walaupun aromanya tajam, tetapi mereka menyukainya.[91]

Orang utan bahkan tidak perlu meninggalkan pohon mereka jika ingin minum. Mereka biasanya meminum air yang telah terkumpul di lubang-lubang di antara cabang pohon.[90]

Biasanya induk Orang utan mengajarkan bagaimana cara mendapatkan makanan, bagaimana cara mendapatkan minuman, dan berbagai jenis pohon pada musim yang berbeda-beda.[92] Melalui ini, dapat terlihat bahwa Orang utan ternyata memiliki peta lokasi hutan yang kompleks di otak mereka, sehingga mereka tidak menyia-nyiakan tenaga pada saat mencari makanan.[92] Dan anaknya juga dapat mengetahui beragam jenis pohon dan tanaman, yang mana yang bisa dimakan dan bagaimana cara memproses makanan yang terlindungi oleh cangkang dan duri yang tajam.[92]

Predator

Predator terbesar Orang utan dewasa ini adalah manusia.[90] Selain manusia, predator Orang utan adalah macan tutul, babi, buaya, ular piton, dan elang hitam.[90]

Cara melindungi diri

Orang utan termasuk makhluk pemalu.[93] Mereka jarang memperlihatkan dirinya kepada orang atau makhluk lain yang tak dikenalnya.[93][butuh rujukan]

Reproduksi

Orang utan betina biasanya melahirkan pada usia 7-10 tahun dengan lama kandungan berkisar antara 8,5 hingga 9 bulan; hampir sama dengan manusia. Jumlah bayi yang dilahirkan seorang betina biasanya hanya satu. Bayi Orang utan dapat hidup mandiri pada usia 6-7 tahun. Kebergantungan Orang utan pada induknya merupakan yang terlama dari semua hewan, karena ada banyak hal yang harus dipelajari untuk bisa bertahan hidup, mereka biasanya dipelihara hingga berusia 6 tahun.[94]

Orang utan berkembangbiak lebih lama dibandingkan hewan primata lainnya, Orang utan betina hanya melahirkan seekor anak setiap 7-8 tahun sekali.[95] Umur Orang utan di alam liar sekitar 45 tahun, dan sepanjang hidupnya Orang utan betina hanya memiliki 3 keturunan seumur hidupnya.[95] Di mana itu berarti reproduksi Orang utan sangat lambat.[95]

Cara bergerak

Orang utan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada cabang-cabang pohon, atau yang biasa dipanggil brachiating.[90] Mereka juga dapat berjalan dengan kedua kakinya, namun jarang sekali ditemukan. Orang utan tidak dapat berenang.[90]

Cara hidup

Tidak seperti gorila dan simpanse, Orang utan tidak hidup dalam sekawanan yang besar.[91] Mereka merupakan hewan yang semi-soliter.[91] Orang utan jantan biasanya ditemukan sendirian dan Orang utan betina biasanya ditemani oleh beberapa anaknya.[91] Orang utan adalah hewan arboreal, artinya ia hidup atau beraktivitas di atas pohon. Hal ini berbeda dengan kera besar lainnya, seperti gorila dan simpanse, yang merupakan hewan terrestrial (menghabiskan hidup di tanah).[96]

Beberapa fakta menarik

  • Orang utan dapat menggunakan tongkat sebagai alat bantu untuk mengambil makanan, dan menggunakan daun sebagai pelindung sinar matahari.[97] Orang utan Sumatra usia 6 tahun yang hidup di rawa barat Sungai Alas Sumatra menggunakan tongkat untuk mendeteksi madu tapi perilaku tersebut tidak pernah ditemukan di antara Orang utan di wilayah pesisir timur. Hal ini menunjukkan keragaman perilaku dalam adaptasi lingkungan.[98]
  • Orang utan jantan terbesar memiliki rentangan lengan (panjang dari satu ujung tangan ke ujung tangan yang lain apabila kedua tangan direntangkan) mencapai 2.3 m.[94]
  • Orang utan jantan dapat membuat panggilan jarak jauh yang dapat didengar dalam radius 1 km.[94] Digunakan untuk menandai/mengawasi arealnya, memanggil sang betina, mencegah orang utan jantan lainnya yang mengganggu. Mereka mempunyai kantung tenggorokan yang besar yang membuat mereka mampu melakukannya.[94]

Populasi

Orang utan saat ini hanya terdapat di Sumatra dan Kalimantan, di wilayah Asia Tenggara.[99] Karena tempat tinggalnya merupakan hutan yang lebat, maka sulit untuk memperkirakan jumlah populasi yang tepat.[99] Di Borneo, populasi Orang utan diperkirakan sekitar 55.000 individu.[99] Di Sumatra, jumlahnya diperkirakan sekitar 200 individu. Hal ini terjadi akibat pembukaan lahan yang berlebihan.[99]

Penyebab Turunnya Populasi

Orang utan adalah habitat yang semakin sempit karena kawasan hutan hujan yang menjadi tempat tinggalnya dijadikan sebagai lahan kelapa sawit, pertambangan dan pepohonan ditebang untuk diambil kayunya.[91] Orang utan telah kehilangan 80% wilayah habitatnya dalam waktu kurang dari 20 tahun.[91] Tak jarang mereka juga dilukai dan bahkan dibunuh oleh para petani dan pemilik lahan karena dianggap sebagai hama.[91] Jika seekor Orang utan betina ditemukan dengan anaknya, maka induknya akan dibunuh dan anaknya kemudian dijual dalam perdagangan hewan ilegal. Pusat rehabilitasi didirikan untuk merawat oranutan yang sakit, terluka dan yang telah kehilangan induknya.[91] Mereka dirawat dengan tujuan untuk dikembalikan ke habitat aslinya.[91]

Pembukaan lahan dan konversi perkebunan

Di Sumatra, populasi Orang utan hanya berada di daerah Leuser, yang luasnya 2,6 juta hektare yang mencakup Aceh dan Sumatra Utara.[100] Leuser telah dinyatakan sebagai salah satu dari kawasan keanekaragaman hayati yang terpenting dan ditunjuk sebagai UNESCO Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra pada tahun 2004.[100] Ekosistemnya menggabungkan Taman Nasional Gunung Leuser, tetapi kebanyakan para Orang utan tinggal di luar batas area yang dilindungi, di mana luas hutan berkurang sebesar 10-15% tiap tahunnya untuk dijadikan sebagai area penebangan dan sebagai kawasan pertanian.[100]

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami berkurangnya jumlah hutan tropis terbesar di dunia.[100] Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya laju deforestasi.[100] Sekitar 15 tahun yang lalu, tercatat sekitar 1,7 juta hektare luas hutan yang terus ditebang setiap tahunnya di Indonesia, dan terus bertambah pada tahun 2000 sebanyak 2 juta hektare.[100]

Penebangan legal dan ilegal telah membawa dampak penyusutan jumlah hutan di Sumatra.[100] Pembukaan hutan sebagai ladang sawit di Sumatra dan Kalimantan juga telah mengakibatkan pembabatan hutan sebanyak jutaan hektare, dan semua dataran hutan yang tidak terlindungi akan mengalami hal yang sama nantinya.[100]

Konflik mematikan yang sering terjadi di perkebunan adalah saat di mana Orang utan yang habitatnya makin berkurang karena pembukaan hutan harus mencari makanan yang cukup untuk bertahan hidup.[100] Spesies yang dilindungi dan terancam punah ini sering kali dipandang sebagai ancaman bagi keuntungan perkebunan karena mereka dianggap sebagai hama dan harus dibunuh.[100]

Orang utan biasanya dibunuh saat mereka memasuki area perkebunan dan merusak tanaman.[101] Hal ini sering terjadi karena Orang utan tidak bisa menemukan makanan yang mereka butuhkan di hutan tempat mereka tinggal.[101]

Perdagangan ilegal

Secara legal, Orang utan telah dilindungi di Sumatra dengan peraturan perundang-undangan sejak tahun 1931, yang melarang untuk memiliki, membunuh atau menangkap Orang utan.[100] Tetapi pada praktiknya, para pemburu masih sering memburu mereka, kebanyakan untuk perdagangan hewan.[100]

Menurut hukum internasional, Orang utan masuk dalam apendiks I pada daftar CITES(Convention on International Trade in Endangered Species) yang melarang dilakukannya perdagangan dalam bentuk apapun mengingat status konservasi dari spesies ini di alam bebas.[100] Namun, tetap saja ada banyak permintaan terhadap bayi Orang utan, baik itu permintaan lokal, nasional dan internasional untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan.[100] Anak Orang utan sangat bergantung pada induknya untuk bertahan hidup dan juga dalam proses perkembangan, untuk mengambil anak dari Orang utan maka induknya harus dibunuh.[100] Diperkirakan, untuk setiap bayi yang selamat dari penangkapan dan pengangkutan merepresentasikan kematian dari Orang utan betina dewasa.[100]

Menurut data dari situs web WWF, diperkirakan telah terjadi pengimporan Orang utan ke Taiwan sebanyak 1000 ekor yang terjadi antara tahun 1985 dan 1990.[101] Untuk setiap Orang utan yang tiba di Taiwan, maka ada 3 sampai 5 hewan lain yang mati dalam prosesnya.[101] Perdagangan Orang utan dilaporkan terjadi di Kalimantan, baik Orang utan hidup atau mati juga masih tetap terjual.[101]

Status konservasi

Orang utan Sumatra telah masuk dalam klasifikasi terancam kritis (critically endangered) dalam daftar IUCN. Populasinya menurun drastis di mana pada tahun 1994 jumlahnya mencapai lebih dari 12.000, tetapi pada tahun 2003 menjadi sekitar 7.300 ekor.[100] Data pada tahun 2008 melaporkan bahwa diperkirakan jumlah Orang utan sumatra di alam liar hanya tinggal sekitar 6.500 ekor.[100]

Secara historis, Orang utan ditemukan di kawasan hutan lintas Sumatra, tetapi sekarang terbatas hanya didaerah Sumatra Utara dan provinsi Aceh.[100] Habitat yang sesuai untuk Orang utan saat ini hanya tersisa sekitar kurang dari 900.000 hektare di pulau Sumatra.[100]

Saat ini diperkirakan Orang utan akan menjadi spesies kera besar pertama yang punah di alam liar.[100] Penyebab utamanya adalah berkurangnya habitat dan perdagangan hewan.[100]

Orang utan merupakan spesies dasar bagi konservasi.[100] Mereka memegang peranan penting bagi regenerasi hutan melalui buah-buahan dan biji-bijian yang mereka makan.[100] Hilangnya Orang utan mencerminkan hilangnya ratusan spesies tanaman dan hewan pada ekosistem hutan hujan.[100]

Hutan primer dunia yang tersisa merupakan dasar kesejahteraan manusia, dan kunci dari planet yang sehat adalah keanekaragaman hayati, menyelamatkan Orang utan turut menolong mamalia, burung, reptil, amfibi, serangga, tanaman, dan berbagain macam spesies lainnya yang hidup di hutan hujan Indonesia.[100]

Catatan kaki

  1. ^ a b Sastrawan, Wayan Jarrah (2020). "The Word 'Orangutan': Old Malay Origin or European Concoction". Bijdragen tot de Land-, Taal- en Volkenkunde. 176 (4): 532–41. doi:10.1163/22134379-bja10016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 April 2021. Diakses tanggal 12 April 2021. 
  2. ^ a b Mahdi, Waruno (2007). Malay Words and Malay Things: Lexical Souvenirs from an Exotic Archipelago in German Publications Before 1700. Frankfurter Forschungen zu Südostasien. 3. Otto Harrassowitz Verlag. hlm. 170–81. ISBN 978-3-447-05492-8. 
  3. ^ Dellios, Paulette (2008). "A lexical odyssey from the Malay World". Studia Universitatis Petru Maior. Philologia. 4 (4): 141–44. 
  4. ^ Cribb, Robert; Gilbert, Helen; Tiffin, Helen (2014). Wild Man from Borneo: A Cultural History of the Orangutan. University of Hawai'i Press. ISBN 978-0-8248-3714-3. 
  5. ^ "orangutan, n"Perlu langganan berbayar. Oxford English Dictionary (dalam bahasa Inggris). March 2022. Diakses tanggal 2022-08-04. 
  6. ^ Bulwer, John (1653). Anthropometamorphosis: man transform'd: or, The artificiall changling, historically presented, in the mad and cruel gallantry, foolish bravery, ridiculous beauty, filthy finenesse, and loathsome loveliness of most nations, fashioning and altering their bodies from the mould intended by nature; with figures of those transformations. To which artificial and affected deformations are added, all the native and national monstrosities that have appeared to disfigure the humane fabrick. With a vindication of the regular beauty and honesty of nature (dalam bahasa Inggris). Internet Archive (edisi ke-2nd). London: W. Hunt. hlm. 437. 
  7. ^ "Orangutan". Alpha Dictionary. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 July 2016. Diakses tanggal 20 December 2006. 
  8. ^ Tan, Peter (October 1998). "Malay loan words across different dialects of English". English Today. 14 (4): 44–50. doi:10.1017/S026607840001052X. 
  9. ^ Cannon, Garland (1992). "Malay(sian) borrowings in English". American Speech. 67 (2): 134–62. doi:10.2307/455451. JSTOR 455451. 
  10. ^ a b Mahdi, Waruno (2007). Malay Words and Malay Things: Lexical Souvenirs from an Exotic Archipelago in German Publications Before 1700. Frankfurter Forschungen zu Südostasien. 3. Otto Harrassowitz Verlag. hlm. 170–81. ISBN 978-3-447-05492-8. 
  11. ^ Groves, Colin P. (2002). "A history of gorilla taxonomy" (PDF). Dalam Taylor, Andrea B.; Goldsmith, Michele L. Gorilla Biology: A Multidisciplinary Perspective. Cambridge University Press. hlm. 15–34. doi:10.1017/CBO9780511542558.004. ISBN 978-0521792813. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 26 March 2009. 
  12. ^ Cribb, Robert; Gilbert, Helen; Tiffin, Helen (2014). Wild Man from Borneo: A Cultural History of the Orangutan. University of Hawai'i Press. ISBN 978-0-8248-3714-3. 
  13. ^ "pongo". Etymology Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 December 2018. Diakses tanggal 4 December 2018. 
  14. ^ "pongo". Merriam-Webster. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 December 2018. Diakses tanggal 4 October 2018. 
  15. ^ "pongo, n.1". OED Online. Oxford University Press. Diarsipkan dari versi asliPerlu langganan berbayar tanggal 19 August 2021. Diakses tanggal 4 October 2018. 
  16. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama cribb
  17. ^ Lesson, René-Primevère (1827). Manuel de mammalogie ou Histoire naturelle des mammifères (dalam bahasa Prancis). Roret, Libraire. hlm. 32. 
  18. ^ Xu, X.; Arnason, U. (1996). "The mitochondrial DNA molecule of sumatran orangutan and a molecular proposal for two (Bornean and Sumatran) species of orangutan". Journal of Molecular Evolution. 43 (5): 431–37. Bibcode:1996JMolE..43..431X. doi:10.1007/BF02337514. PMID 8875856. 
  19. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Payne
  20. ^ a b c Nater, A.; Mattle-Greminger, M. P.; Nurcahyo, A.; Nowak, M. G.; et al. (2 November 2017). "Morphometric, Behavioral, and Genomic Evidence for a New Orangutan Species". Current Biology. 27 (22): 3487–3498.e10. doi:10.1016/j.cub.2017.09.047alt=Dapat diakses gratis. PMID 29103940. 
  21. ^ Bradon-Jones, D.; Eudey, A. A.; Geissmann, T.; Groves, C. P.; Melnick, D. J.; Morales, J. C.; Shekelle, M.; Stewart, C. B. (2004). "Asian primate classification" (PDF). International Journal of Primatology. 25: 97–164. doi:10.1023/B:IJOP.0000014647.18720.32. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 6 December 2010. Diakses tanggal 1 May 2011. 
  22. ^ Locke, D. P.; Hillier, L. W.; Warren, W. C.; Worley, K. C.; Nazareth, L. V.; Muzny, D. M.; Yang, S. P.; Wang, Z.; Chinwalla, A. T.; Minx, P.; Mitreva, M.; Cook, L.; Delehaunty, K. D.; Fronick, C.; Schmidt, H.; Fulton, L. A.; Fulton, R. S.; Nelson, J. O.; Magrini, V.; Pohl, C.; Graves, T. A.; Markovic, C.; Cree, A.; Dinh, H. H.; Hume, J.; Kovar, C. L.; Fowler, G. R.; Lunter, G.; Meader, S.; et al. (2011). "Comparative and demographic analysis of orang-utan genomes". Nature. 469 (7331): 529–33. Bibcode:2011Natur.469..529L. doi:10.1038/nature09687. PMC 3060778alt=Dapat diakses gratis. PMID 21270892. 
  23. ^ a b c Singh, Ranjeet (26 January 2011). "Orang-utans join the genome gang". Nature. doi:10.1038/news.2011.50. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 January 2011. Diakses tanggal 27 January 2011. 
  24. ^ a b c Rijksen H. D.; Meijaard, E. (1999). Our vanishing relative: the status of wild orang-utans at the close of the twentieth century. Springer. ISBN 978-0792357551. 
  25. ^ a b Israfil, H.; Zehr, S. M.; Mootnick, A. R.; Ruvolo, M.; Steiper, M. E. (2011). "Unresolved molecular phylogenies of gibbons and siamangs (Family: Hylobatidae) based on mitochondrial, Y-linked, and X-linked loci indicate a rapid Miocene radiation or sudden vicariance event" (PDF). Molecular Phylogenetics and Evolution. 58 (3): 447–55. doi:10.1016/j.ympev.2010.11.005. PMC 3046308alt=Dapat diakses gratis. PMID 21074627. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 10 May 2012. 
  26. ^ Goldman, Jason G. (2 November 2017). "New Species of Orangutan Is Rarest Great Ape on Earth". National Geographic Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 July 2018. Diakses tanggal 6 November 2017. 
  27. ^ Groves, C.P. (2005). Wilson, D.E.; Reeder, D.M., ed. Mammal Species of the World: A Taxonomic and Geographic Reference (edisi ke-3). Baltimore: Johns Hopkins University Press. hlm. 183–84. ISBN 0-801-88221-4. OCLC 62265494. 
  28. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Payne2
  29. ^ Bhandari, A.; Kay, R. F.; Williams, B. A.; Tiwari, B. N.; Bajpai, S.; Heironymus, T. (2018). "First record of the Miocene hominoid Sivapithecus from Kutch, Gujarat state, western India". PLOS ONE. 13 (11): 10.1371/journal.pone.0206314. Bibcode:2018PLoSO..1306314B. doi:10.1371/journal.pone.0206314alt=Dapat diakses gratis. PMC 6235281alt=Dapat diakses gratis. PMID 30427876. 
  30. ^ Zhang, Yingqi; Harrison, Terry (2017). "Gigantopithecus blacki: a giant ape from the Pleistocene of Asia revisited". Yearbook of Physical Anthropology. 162 (S63): 153–77. doi:10.1002/ajpa.23150alt=Dapat diakses gratis. PMID 28105715. 
  31. ^ a b Harrison, Terry; Jin, Changzhu; Zhang, Yingqi; Wang, Yuan; Zhu, Min (December 2014). "Fossil Pongo from the Early Pleistocene Gigantopithecus fauna of Chongzuo, Guangxi, southern China". Quaternary International (dalam bahasa Inggris). 354: 59–67. Bibcode:2014QuInt.354...59H. doi:10.1016/j.quaint.2014.01.013. 
  32. ^ Wang, Cui-Bin; Zhao, Ling-Xia; Jin, Chang-Zhu; Wang, Yuan; Qin, Da-Gong; Pan, Wen-Shi (December 2014). "New discovery of Early Pleistocene orangutan fossils from Sanhe Cave in Chongzuo, Guangxi, southern China". Quaternary International (dalam bahasa Inggris). 354: 68–74. Bibcode:2014QuInt.354...68W. doi:10.1016/j.quaint.2014.06.020. 
  33. ^ Schwartz, J. H.; Vu The Long; Nguyen Lan Cuong; Le Trung Kha; Tattersall, I. (1995). "A review of the Pleistocene hominoid fauna of the Socialist Republic of Vietnam (excluding Hylobatidae)". Anthropological Papers of the American Museum of Natural History (76): 1–24. hdl:2246/259. 
  34. ^ Ibrahim, Yasamin Kh.; Tshen, Lim Tze; Westaway, Kira E.; Cranbrook, Earl of; Humphrey, Louise; Muhammad, Ros Fatihah; Zhao, Jian-xin; Peng, Lee Chai (December 2013). "First discovery of Pleistocene orangutan (Pongo sp.) fossils in Peninsular Malaysia: Biogeographic and paleoenvironmental implications". Journal of Human Evolution (dalam bahasa Inggris). 65 (6): 770–97. doi:10.1016/j.jhevol.2013.09.005. PMID 24210657. 
  35. ^ a b Groves, Colin P. (1971). "Pongo pygmaeus". Mammalian Species (4): 1–6. doi:10.2307/3503852. JSTOR 3503852. 
  36. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama MacDonald
  37. ^ a b Payne, J; Prundente, C (2008). Orangutans: Behaviour, Ecology and Conservation. New Holland Publishers. ISBN 978-0-262-16253-1. 
  38. ^ a b c d Groves, Colin P. (1971). "Pongo pygmaeus". Mammalian Species (4): 1–6. doi:10.2307/3503852. JSTOR 3503852. 
  39. ^ Aiello, L.; Dean, C. (1990). An Introduction to Human Evolutionary Anatomy. Academic Press. hlm. 193. ISBN 0-12-045590-0. 
  40. ^ Hilloowala, R. A.; Trent, R. B. (1988). "Supraorbital ridge and masticatory apparatus I: Primates". Human Evolution. 3 (5): 343–50. doi:10.1007/BF02447216. 
  41. ^ Payne, J; Prundente, C (2008). Orangutans: Behaviour, Ecology and Conservation. New Holland Publishers. ISBN 978-0-262-16253-1. 
  42. ^ Winkler, L. A. (1989). "Morphology and relationships of the orangutan fatty cheek pads". American Journal of Primatology. 17 (4): 305–19. doi:10.1002/ajp.1350170405. PMID 31964053. 
  43. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Payne4
  44. ^ Oishi, M.; Ogihara, N.; Endo, H.; Ichihara, N.; Asari, M. (2009). "Dimensions of forelimb muscles in orangutans and chimpanzees". Journal of Anatomy. 215 (4): 373–82. doi:10.1111/j.1469-7580.2009.01125.x. PMC 2766055alt=Dapat diakses gratis. PMID 19619166. 
  45. ^ Schwartz, Jeffrey (1987). The Red Ape: Orangutans and Human Origins. Westview Press. hlm. 6–7. ISBN 978-0-8133-4064-7. 
  46. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama MacDonald2
  47. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama curbio2
  48. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Reese_A
  49. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama international1
  50. ^ Rodman, P. S. (1988). "Diversity and consistency in ecology and behavior". Dalam Schwartz, J. H. Orang-utan biology. Oxford University Press. hlm. 31–51. ISBN 978-0195043716. 
  51. ^ Foitová, Ivona; Huffman, Michael A.; Wisnu, Nurcahyo; Olšanský, Milan (2009). "Parasites and their impacts on orangutan health". Dalam Wich, Serge A.; Atmoko, S. Suci Utami; Setia, Tatang Mitra; van Schaik, Carel P. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and ConservationPerlu mendaftar (gratis). Oxford University Press. hlm. 166. ISBN 978-0199213276. 
  52. ^ Morrogh-Bernard HC, Foitová I, Yeen Z, Wilkin P, de Martin R, Rárová L, Doležal K, Nurcahyo W, Olšanský M (2017). "Self-medication by orang-utans (Pongo pygmaeus) using bioactive properties of Dracaena cantleyi". Scientific Reports. 7 (16653): 16653. Bibcode:2017NatSR...716653M. doi:10.1038/s41598-017-16621-walt=Dapat diakses gratis. PMC 5709421alt=Dapat diakses gratis. PMID 29192145. 
  53. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama RijksenMeijaard19992
  54. ^ Rijksen, H. D. (December 1978). "A field study on Sumatran orang utans (Pongo pygmaeus abelii, Lesson 1827): Ecology, Behaviour and Conservation". The Quarterly Review of Biology. 53 (4): 493–94. doi:10.1086/410942. JSTOR 2826733. 
  55. ^ Galdikas, Birute M. F. (1988). "Orangutan Diet, Range, and Activity at Tanjung Puting, Central Borneo". International Journal of Primatology. 9 (1): 1–35. doi:10.1007/BF02740195. 
  56. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama RijksenMeijaard19993
  57. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama RijksenMeijaard19994
  58. ^ a b Teboekhorst, I.; Schürmann, C.; Sugardjito, J. (1990). "Residential status and seasonal movements of wild orang-utans in the Gunung Leuser Reserve (Sumatera, Indonesia)". Animal Behaviour. 39 (6): 1098–1109. doi:10.1016/S0003-3472(05)80782-1. 
  59. ^ van Schaik, C.; MacKinnon, J. (2001). "Orangutans". Dalam MacDonald, D. The Encyclopedia of Mammals (edisi ke-2nd). Oxford University Press. hlm. 420–23. ISBN 978-0-87196-871-5. 
  60. ^ a b Singleton, I.; van Schaik, C. P. (2002). "The Social Organisation of a population of Sumatran orang-utans". Folia Primatologica. 73 (1): 1–20. doi:10.1159/000060415. PMID 12065937. 
  61. ^ Galdikas, B. M. F. (1984). "Adult female sociality among wild orangutans at Tanjung Puting Reserve". Dalam Small, M. F. Female Primates: Studies by Women Primatologists. Alan R. Liss. hlm. 217–35. ISBN 978-0845134030. 
  62. ^ Atmoko, S. Suci Utami; Singleton, Ian; van Noordwijk, Maria A.; van Schaik, Carel P.; Setia, Tatang Mitra (2009). "Male–male relationships in orangutans". Dalam Wich, Serge A.; Atmoko, S. Suci Utami; Setia, Tatang Mitra; van Schaik, Carel P. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation. Oxford University Press. hlm. 227–29. ISBN 978-0-19-921327-6. 
  63. ^ van Noordwijk, Maria A.; Sauren, Simone E.B.; Nuzuar; Abulani, Ahbam; Morrogh-Bernard, Helen C.; Atmoko, S. Suci Utami; van Schaik, Carel P. (2009). "Development of Independence". Dalam Wich, Serge A.; Atmoko, S. Suci Utami; Setia, Tatang Mitra; van Schaik, Carel P. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and ConservationPerlu mendaftar (gratis). Oxford University Press. hlm. 199. ISBN 978-0199213276. 
  64. ^ a b Delgado, R. A. Jr.; van Schaik, C. P. (2000). "The behavioral ecology and conservation of the orangutan (Pongo pygmaeus): a tale of two islands". Evolutionary Anthropology: Issues, News, and Reviews. 9 (1): 201–18. doi:10.1002/1520-6505(2000)9:5<201::AID-EVAN2>3.0.CO;2-Y. 
  65. ^ a b van Schaik, C. P.; Preuschoft, S.; Watts, D. P. (2004). "Great ape social systems". Dalam Russon, A. E.; Begun, D. R. The Evolution of Thought: Evolutionary Origins of Great Ape IntelligencePerlu mendaftar (gratis). Cambridge University Press. hlm. 193–94. ISBN 978-0521039925. 
  66. ^ van Schaik, C. P. (1999). "The socioecology of fission-fusion sociality in orangutans". Primates. 40 (1): 69–86. doi:10.1007/BF02557703. PMID 23179533. 
  67. ^ Mitani, J. C.; Grether, G. F.; Rodman, P. S.; Priatna, D. (1991). "Associations among wild orang-utans: sociality, passive aggregations or chance". Animal Behaviour. 42 (1): 33–46. doi:10.1016/S0003-3472(05)80603-7. 
  68. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Munn 1997
  69. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Utami 20022
  70. ^ "Orangutan call repertoires". Universität Zürich – Department of Anthropology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 October 2020. Diakses tanggal 23 April 2020. 
  71. ^ Lameira, A. R.; et al. (2021). "Orangutan information broadcast via consonant-like and vowel-like calls breaches mathematical models of linguistic evolution". Biology Letters. 17 (9). doi:10.1098/rsbl.2021.0302. PMC 8478518alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 34582737 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  72. ^ Knox, A; Markx, J; How, E; Azis, A; Hobaiter, C; an Veen, F. J. F; Morrogh-Bernard, H (2019). "Gesture use in communication between mothers and offspring in wild Orang-Utans (Pongo pygmaeus wurmbii) from the Sabangau Peat-Swamp Forest, Borneo". International Journal of Primatology. 40 (3): 393–416. doi:10.1007/s10764-019-00095-w. 
  73. ^ Utami, S. S.; Goossens, B.; Bruford, M. W.; de Ruiter, J. R.; van Hooff, J. A. R. A. M. (2002). "Male bimaturism and reproductive success in Sumatran orangutans". Behavioral Ecology. 13 (5): 643–52. doi:10.1093/beheco/13.5.643alt=Dapat diakses gratis. 
  74. ^ a b c d e Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Payne5
  75. ^ Fox, E. A. (2002). "Female tactics to reduce sexual harassment in the Sumatran orangutan (Pongo pygmaeus abelii)". Behavioral Ecology and Sociobiology. 52 (2): 93–101. doi:10.1007/s00265-002-0495-x. 
  76. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Delgrado 20002
  77. ^ a b c Knott, Cheryl Denise; Thompson, Melissa Emery; Stumpf, Rebecca M; McIntyre, Matthew H (2009). "Female reproductive strategies in orangutans, evidence for female choice and counterstrategies to infanticide in a species with frequent sexual coercion". Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences. 277 (1678): 105–13. doi:10.1098/rspb.2009.1552alt=Dapat diakses gratis. PMC 2842634alt=Dapat diakses gratis. PMID 19812079. 
  78. ^ Fox, Elizabeth A (2001). "Homosexual behavior in wild Sumatran orangutans (Pongo pygmaeus abelii)". American Journal of Primatology. 55 (3): 177–81. doi:10.1002/ajp.1051. PMID 11746281. 
  79. ^ a b Scott, A. M.; Knott, C. D.; Susanto, T. W. (2019). "Are Male Orangutans a Threat to Infants? Evidence of Mother–Offspring Counterstrategies to Infanticide in Bornean Orangutans (Pongo pygmaeus wurmbii)". International Journal of Primatology. 44 (3): 435–55. doi:10.1007/s10764-019-00097-8. hdl:2144/39274alt=Dapat diakses gratis. 
  80. ^ Wich, Serge A.; de Vries, Hans; Ancrenaz, Marc; Perkins, Lori; Shumaker, Robert W.; Suzuki, Akira; van Schaik, Carel P. (2009). "Orangutan life history variation". Dalam Wich, Serge A.; Atmoko, S. Suci Utami; Setia, Tatang Mitra; van Schaik, Carel P. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and ConservationPerlu mendaftar (gratis). Oxford University Press. hlm. 67–68. ISBN 978-0199213276. 
  81. ^ Goossens, B; Mohd, D; Kapar; Kahar, S (2011). "First Sighting of Bornean Orangutan Twins in the Wild". Asian Primates Journal. 2 (1): 10–12. 
  82. ^ Beaudrot, LH; Kahlenberg, SM; Marshall, AJ (2009). "Why male orangutans do not kill infants". Behavioral Ecology and Sociobiology. 63 (11): 1549–62. doi:10.1007/s00265-009-0827-1. PMC 2728907alt=Dapat diakses gratis. PMID 19701484. 
  83. ^ Munn, C.; Fernandez, M. (1997). "Infant development". Dalam Carol Sodaro. Orangutan Species Survival Plan Husbandry Manual. Chicago Zoological Park. hlm. 59–66. OCLC 40349739. 
  84. ^ Smith, Tanya M.; Austin, Christine; Hinde, Katie; Vogel, Erin R.; Arora, Manish (2017). "Cyclical nursing patterns in wild orangutans". Evolutionary Biology. 3 (5): e1601517. Bibcode:2017SciA....3E1517S. doi:10.1126/sciadv.1601517alt=Dapat diakses gratis. PMC 5435413alt=Dapat diakses gratis. PMID 28560319. 
  85. ^ a b c d e f g h i (Inggris)info/info-books/orangutan/scientific-classification.htm Spesies[pranala nonaktif permanen]
  86. ^ a b (Inggris)IUCN
  87. ^ Requested 10th January 2007; Submitted 27th January, Launched February 6th 2007. Nellemann, C., Miles, L., Kaltenborn, B. P., Virtue, M., and Ahlenius, H. (Eds). 2007. The last stand of the orangutan – State of emergency: Illegal logging, fire and palm oil in Indonesia’s national parks. United Nations Environment Programme, GRID-Arendal,Norway, www.grida.no. ISBN 978-82-7701-043-5
  88. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-29. Diakses tanggal 2007-03-28. 
  89. ^ (Inggris)redlist
  90. ^ a b c d e f Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama senses
  91. ^ a b c d e f g h i j k Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama org
  92. ^ a b c d (Inggris)Diet
  93. ^ a b Hari Yuwono, Eko; Purwo, Susanto (2007). Guidelines for Better Management Practices on Avoidance, Mitigation and Management of Human-Orangutan Conflict in and around Oil Palm Plantations. Indonesia: WWF-Indonesia. hlm. 7. ISBN 979-99919-6-X. 
  94. ^ a b c d Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Biology
  95. ^ a b c (Inggris)SOS
  96. ^ (Inggris)Behaviour
  97. ^ (Inggris)Fun Fact
  98. ^ "Orangutan Sumatra Pongo abelii Punya Ide". Diakses tanggal 29 Desember 2012.  Teks "News KeSimpulan" akan diabaikan (bantuan)
  99. ^ a b c d (Inggris)Population
  100. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z (Inggris)Orangutan Crisis
  101. ^ a b c d e (Inggris)Oranutan Threats

Pranala luar