Tampubolon

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tampubolon
Tugu Tuan Sihubil dan Sapala Tua Tampuk Nabolon di Sibolahotang, Balige, Toba.
Aksara Batakᯖᯔ᯲ᯇᯮᯅᯬᯞᯉᯬ᯲
(Surat Batak Toba)
Nama margaTampubolon
Silsilah
Jarak
generasi
dengan
Siraja Batak
1Si Raja Batak
2Raja Isumbaon
3Tuan Sorimangaraja
4Tuan Sorbadibanua
(Raja Nai Suanon)
5Sibagot ni Pohan
6Tuan Sihubil
7Tampubolon
Nama lengkap
tokoh
Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon
Nama istriboru Sitorus
Nama anak
  • 1. Raja Mataniari
  • 2. Raja Niapul
  • 3. Raja Siboro
Kekerabatan
Induk margaTuan Sihubil
Persatuan
marga
Tuan Sihubil
Kerabat
marga
Turunan
  • Sibolahotang
  • Sitampulak
  • Ulubalang Hobol
  • Sitanduk
  • Sibulele
  • Lumban Atas
Mata ni Ari
Binsar
Sitorus
Padan
Asal
SukuBatak
EtnisBatak Toba
Daerah asalBalige, Toba
Kawasan
dengan
populasi
signifikan

Tampubolon (Surat Batak: ᯖᯔ᯲ᯇᯮᯅᯬᯞᯉᯬ᯲) adalah salah satu marga Batak Toba. Leluhur marga Tampubolon adalah Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon, yang berasal dari daerah Balige, Toba.

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Secara etimologi, nama Tampubolon dalam bahasa Batak Toba secara harfiah merujuk kepada kata tampuk dan bolon yang memiliki arti tangkai daun atau buah (yang) besar. Hal tersebut mengacu kepada:

  • Kata tampuk dalam bahasa Batak Toba memiliki arti sebagai tangkai daun atau buah,
  • Kata Bolon dalam bahasa Batak Toba memiliki arti sebagai besar maupun agung.

Tarombo[sunting | sunting sumber]


Berikut merupakan tarombo (silsilah) keturunan Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon):

Tuan Sihubil
Raja Sapala Tua Tampuk NabolonRaja Bungabunga /
Raja Parmahan (Silalahi)
(Anak angkat)
Raja MataniariRaja NiapulRaja Siboro
Ompu Rudang NabolonOmpu Sidomdom
(Baringbing)
Simangan Didalan
(Baringbing)
Ginjang Niporhas
(Baringbing)
Sondiraja
(Silaen)
Badiaraja
(Sitompul)
Alang Pardosi
(Pohan di Barus)
Raja Unduk
(Karokaro Barus)
Tuan SumandarRaja SitandukRaja Martakhuluk
(Sibulele)
Sariburaja
(Lumban Atas)
Raja SihajutUlubalang Hobol
Raja Marburak
(Sibolahotang)
Raja Pangahut
(Sitampulak)


Menurut silsilah garis keturunan orang Batak (tarombo), Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) adalah generasi ketujuh dari Si Raja Batak dan anak pertama dari Tuan Sihubil.

Dalam perkembangannya, Keturunan Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) mengklasifikasikan diri ke dalam dua marga dan enam kelompok:

Salah satu cucu dari Tampubolon yaitu Badiaraja merantau ke arah selatan tepatnya di kawasan Silindung dan mengasuh keturunan Raja Toga Sitompul, kelak di mana seluruh keturunan Badiaraja juga menggunakan marga Sitompul.

Dua cucu dari Tampubolon (Alang Pardosi dan Raja Unduk) juga merantau ke wilayah Barus, Tapanuli Tengah dan menggunakan marga kakek buyutnya yaitu Pohan. Keturunan Raja Unduk juga dipercayai sebagai pengguna marga Karokaro Barus hingga saat ini.

Raja Mataniari[sunting | sunting sumber]

Raja Mataniari memperoleh delapan putra melalui pernikahan dengan tiga istrinya. Ketiga istri tersebut adalah: boru Hinalang, boru Sitorus, dan boru Borbor.

Pernikahan dengan boru Hinalang[sunting | sunting sumber]

Pernikahan Raja Mataniari pertama dengan boru Hinalang memperoleh empat putra yaitu:

  • Ompu Rudang Nabolon
  • Ompu Sidomdom
  • Simangan Dalan
  • Ginjang Niporhas

Dari keempat putra tersebut hanya tiga yang menghasilkan keturunan, di mana pada saat dewasa semua keturunan tersebut cenderung menggunakan marga Baringbing.

Ompu Rudang Nabolon[sunting | sunting sumber]

Ompu Rudang Nabolon dipercayai sebagai seorang yang sakti di kala masih hidup. Ompu Rudang Nabolon tidak menikah sehingga tidak memiliki keturunan.

Ompu Sidomdom, Simangan Dalan, dan Ginjang Niporhas (Baringbing)[sunting | sunting sumber]

Dewasa ini, keturunan dari tiga anak Raja Mataniari (Ompu Sidomdom, Simangan Dalan, dan Ginjang Niporhas) cenderung menggunakan marga Baringbing pada nama mereka. Hal tersebut bermula dari tradisi menggunakan balung/jengger ayam jantan (dalam Bahasa Batak Toba: baringbing) di tengah tanduk kerbau sebagai penghias di bagian depan atas rumah. Penggunaan marga Baringbing masih belum lazim dipraktekkan sebelum paruh kedua abad ke 20, kala itu hanya sebagian kalangan yang menggunakan marga tersebut, maupun menyematkan kedua marga seperti Tampubolon Baringbing. Namun memasuki paruh paruh kedua abad ke 20 hingga dewasa ini penggunaan marga Baringbing kian semarak dilakukan oleh ketiga keturunan anak Raja Mataniari tersebut.

Pernikahan dengan boru Sitorus[sunting | sunting sumber]

Pernikahan Raja Mataniari kedua dengan boru Sitorus memperoleh dua putra yaitu:

  • Sondiraja
  • Badiaraja
Sondiraja (Silaen)[sunting | sunting sumber]

Keturunan Sondi Raja dewasa ini menggunakan marga Silaen.

Badiaraja[sunting | sunting sumber]

Badiaraja merantau ke kawasan Silindung dan di sana dia mengasuh keturunan Raja Toga Sitompul, kelak seluruh keturunan Badiaraja juga menggunakan marga Sitompul.

Pernikahan dengan boru Borbor[sunting | sunting sumber]

Di masa tua Raja Mataniari pergi ke daerah Barus dan menikah dengan boru Borbor. Melalui pernikahan ketiga tersebut, Raja Mataniari memperoleh dua putra yaitu:

  • Alang Pardosi
  • Raja Unduk
Alang Pardosi[sunting | sunting sumber]

Keturunan Alang Pardosi menggunakan marga persatuan keturunan kakek buyutnya yaitu Pohan, bersama dengan keturunan Sibagot ni Pohan lainnya yang telah terlebih dulu bermukim di Barus. Dengan demikian marga Pohan yang ada di Barus tidak seluruhnya merupakan keturunan langsung dari Alang Pardosi.

Alang Pardosi juga diyakini sebagai raja yang memerintah di Kerajaan Barus.

Raja Unduk[sunting | sunting sumber]

Keturunan Raja Unduk dipercaya berkelana dari Barus menuju Tanah Karo dan membuka kampung di Barusjahe. Keturunannya juga dipercayai sebagai Suku Karo yang menggunaka marga Karokaro Barus dewasa ini.

Raja Niapul[sunting | sunting sumber]

Raja Niapul memperoleh dua putra melalui pernikahan dengan istrinya boru Sitorus Pane, yaitu:

  • Tuan Sumandar
  • Raja Sitanduk

Tuan Sumandar[sunting | sunting sumber]

Tuan Sumandar memperoleh dua putra melalui pernikahan dengan istrinya boru Sitorus Pane, yaitu:

  • Raja Sihajut
  • Ulubalang Hobol
Raja Sihajut[sunting | sunting sumber]

Raja Sihajut memperoleh dua putra, yaitu:

  • Raja Marburak (keturunannya disebut sebagai Tampubolon Sibolahotang)
  • Raja Pangahut (keturunannya disebut sebagai Tampubolon Sitampulak)

Raja Siboro[sunting | sunting sumber]

Raja Siboro memperoleh dua putra melalui pernikahan dengan dua istrinya boru Sitorus dan boru Nainggolan, yaitu:

  • Raja Martakhuluk (keturunannya disebut sebagai Tampubolon Sibulele)
  • Sariburaja (keturunannya disebut sebagai Tampubolon Lumban Atas)

Kekerabatan[sunting | sunting sumber]

Seluruh keturunan Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) memiliki hubungan erat dengan satu sama lain; mereka memegang teguh ikatan persaudaraan untuk tidak menikah antar satu dengan yang lain.

Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) menikah dengan boru Sitorus, oleh sebab itu Hulahula (mata ni ari binsar) dari seluruh marga Tampubolon adalah marga Sitorus.

Kekerabatan dengan marga Silalahi[sunting | sunting sumber]

Marga Tampubolon memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan marga Silalahi dikarenakan Raja Bungabunga/Raja Parmahan Silalahi yang merupakan cucu dari Raja Silahi Sabungan telah diangkat oleh Tuan Sihubil sebagai anak angkat dan menjadikannya sebagai adik dari Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon). Oleh sebab itu keturunan dari Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) dan Raja Bungabunga/Raja Parmahan Silalahi memegang teguh persaudaraan tersebut hingga saat ini.

Kekerabatan dengan marga Sitompul[sunting | sunting sumber]

Marga Tampubolon juga memiliki hubungan kekerabatan dengan marga Sitompul. Hubungan tersebut menurut kisah yang diceritakan turun-temurun dari keturunan Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) bermula ketika Badiaraja (cucu Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon/Anak Raja Mataniari) memiliki konflik dengan saudaranya Sondiraja sehingga menyebabkan Badiaraja pergi meninggalkan kampung asalnya Balige ke arah selatan tepatnya di kawasan Silindung. Di sana Badiaraja dengan menggunakan nama Raja Somundur berhasil membunuh babi hutan yang telah menewaskan Ompu Hobolbatu, yakni cicit tunggal Raja Sitompul. Badiaraja kemudian direstui oleh ibu Ompu Hobolbatu sebagai pewaris harta peninggalan oleh Ompu Hobolbatu beserta kedua istri Ompu Hobolbatu yang tengah mengandung. Badiaraja juga berikrar akan menganggap dirinya sebagai pengganti Ompu Hobolbatu dan keturunannyapun akan menggunakan marga Sitompul. Kedua istri Ompu Hobolbatu yang telah menjadi Istri Badiaraja kemudian melahirkan masing-masing satu anak yang dibuahi oleh Ompu Hobolbatu, dan setelah menikah dengan Badiaraja kembali mengandung dan juga melahirkan masing-masing satu anak bagi Badiaraja. Keempat anak tersebut adalah:

  1. Raja Imbang Suhunu (Sitompul Lumbantoruan) - anak Ompu Hobolbatu
  2. Raja Martanggabatu (Sitompul Lumbandolok) - anak Ompu Hobolbatu
  3. Sabuk Nabegu (Sitompul Siringkiron) - anak Badiaraja
  4. Raja Tandang Lintong (Sitmpul Sibangebange) - anak Badiaraja

Namun sesuai dengan ikrar Badiaraja yang berjanji akan menjadi pengganti Ompu Hobolbatu, keempat anak tersebut beserta seluruh keturunannya menggunakan marga Sitompul. Semasa hidupnya juga Badiaraja berpesan kepada keempat anaknya Badia Raja agar menjunjung tinggi marga Sitompul, dan tidak membedabedakan yang mana sebenarnya berdarah Sitompul dan yang mana berdarah Tampubolon.

Di masa tuanya, Badiaraja berdamai dengan Sondiraja dan mereka mengadakan tanda persaudaraan dengan makan dan menggigit bersama perut (boltok) daging babi. Sejak saat itu hingga sekarang ini hubungan kekerabatan antara marga Tampubolon dan Marga Sitompul dipegang teguh oleh keturunan kedua marga, dan juga disebut hubungan kedua marga tersebut sebagai marsaboltok atau satu perut Bahasa Batak Toba.

Tokoh[sunting | sunting sumber]

Beberapa tokoh bermarga Tampubolon, di antaranya adalah:

Beberapa tokoh marga Tampubolon yang menggunakan nama Baringbing dan Silaen sebagai nama marganya, di antaranya adalah:

Sumber[sunting | sunting sumber]

  • Hutagalung, W.M. (1991), Pustaha Batak Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak, hlm. 223–225 
  • Siahaan, Amanihut N.; Pardede, H. (1957), Sejarah perkembangan Marga - Marga Batak 
  • Radjagukguk, Bostang (2014), Sitompul, hlm. 9–11 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]