Pemerolehan bahasa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pemerolehan bahasa (Inggris: language acquisition) adalah proses manusia dalam memperoleh kemampuan untuk pemahaman dalam pengelolaan kata untuk tujuan komunikasi. Kemampuan yang menjadi prayarat dalam pemerolehan bahasa meliputi sintaksis, fonetik, dan perbendaharaan kosakata yang banyak. Bahasa yang diperoleh dapat berupa bahasa lisan yang melibatkan vokal atau dapat pula berupa bahasa isyarat.[1] Jenis pemerolehan bahasa secara umum ada dua, yaitu pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.[2] Pemerolehan bahasa pada anak dipengaruhi oleh lingkungan yang meliputi keluarga dan teman bermain khususnya pada usia prasekolah.[3] Pemerolehan bahasa merupakan salah satu bagian dari psikolinguistik.[4] Ilmu yang banyak mengkaji tentang pemerolehan bahasa ialah psikolinguistik perkembangan.[5]

Kedudukan keilmuan[sunting | sunting sumber]

Pemerolehan bahasa merupakan salah satu bidang kajian makrolinguistik yang menggabungkan antara pendidikan dan linguistik.[6] Dalam lingkup keilmuan, pemerolehan bahasa merupakan bagian dari psikolinguistik karena berbahasa melibatkan proses mental manusia sejak lahir.[7] Pemerolehan bahasa mengaitkan kemampuan manusia dalam memperoleh dan menggunakan bahasa dengan adanya pengaruh dari kondisi psikologi. Kajian mengenai pemerolehan bahasa berkaitan dengan bidang keilmuan lainnya yaitu linguistik, neurolinguistik dan sosiolingustik. Linguistik diperlukan untuk mengkaji struktur dan perubahan bahasa. Neurolinguistik mengaitkan antara otak dan bahasa. Sementara sosiolinguistik menghubungkan antara perilaku sosial dengan bahasa.[8]

Tahapan[sunting | sunting sumber]

Pemerolehan bahasa pertama[sunting | sunting sumber]

Pemerolehan bahasa dimulai dari usia anak. Bahasa pertama yang dikuasai oleh anak adalah bahasa ibu. Tahapan pemerolehan bahasa pada anak dimulai dari ketidaktahuan akan bahasa hingga mengetahui bahasa secara mahir.[9] Kemampuan pemerolehan bahasa pada anak merupakan kemampuan bawaan manusia sejak lahir. Kemampuan ini telah ada sebelum seorang anak lahir atau sejak berada di dalam kandungan sebagai janin. Kemampuan ini dimiliki manusia dalam bentuk alat interaksi yang dikenal dengan nama perangkat akuisisi bahasa.[10] Proses pemerolehan bahasa pada anak terjadi secara alami dan tanpa adanya kesadaran akan tindakan. Pemerolehan bahasa terjadi akibat adanya pengaruh lingkungan melalui kontak verbal dengan penutur asli di suatu lingkungan bahasa. Dalam hal ini, pemerolehan bahasa berbeda dengan penguasaan bahasa yang dilakukan secara intensif melalui pengajaran formal.[11]

Sarana[sunting | sunting sumber]

Kinerja sel saraf[sunting | sunting sumber]

Kinerja sel saraf di dalam otak diperlukan dalam pemerolehan bahasa karena adanya proses serebral yang meliputi kegiatan ekspresi verbal dan komprehensi auditorik. Sel saraf berfungsi sebagai pengelola masukan linguistik yang kerjanya meliputi penyimpanan dan pengeluaran. Selain itu, sel saraf juga berperan dalam pengubahan konsep linguistik menjadi kode yang berbentuk ekspresif. Peran sel saraf ini berlangsung ketika individu sedang berkomunikasi dengan individu lainnya.[12]

Lingkungan[sunting | sunting sumber]

Pemerolehan bahasa dapat dilakukan pada lingkungan formal maupun lingkungan informal khususnya pada bahasa asing. Masukan untuk pemerolehan bahasa diberikan oleh lingkungan informal. Sementara peran lingkungan formal adalah mengembangkan pemerolehan bahasa dari lingkungan informal. Lingkungan formal berperan sebagai pengawas yang memperbaiki wacana kebahasaan.[13]

Teori[sunting | sunting sumber]

Teori navistik[sunting | sunting sumber]

Teori navistik merupakan teori pemerolehan bahasa yang terjadi secara alami karena adanya kemampuan bawaan dari manusia. Setiap individu diyakini memiliki suatu alat dalam dirinya yang mampu mengenali bahasa dengan sendirinya. Teori ini berpendapat bahwa lingkungan tidak mempengaruhi pemerolehan bahasa. Sumber perolehan bahasa adalah kondisi biologi yang memiliki program tertentu yang bersifat genetika. Kemampuan berbahasa ini telah diprogram di dalam tubuh manusia tetapi muncul secara perlahan seiring perkembangan tubuh dan otak manusia. Salah satu tokoh pemikirnya ialah Noam Chomsky.[14] Pada tahun 1957, Chomsky memperkenalkan mengenai sebuah alat bernama perangkat akuisisi bahasa. Tujuannya adalah untuk mendukung teori navistik. Teori ini merupakan tanggapan yang bertentangan dengan teori rangsangan-tanggapan-penguatan pada metode audio-lingual.[15]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Chairunnisa (November 2018). "Pemerolehan Bahasa pada Bayi dan Anak" (PDF). Cakrawala Dini: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. 9 (2): 125. ISSN 2621-8321. 
  2. ^ Mislikhah, St. (2018). "Pemerolehan Bahasa Kedua pada Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak Dewi Masyithih I Kraton Kencong Jember" (PDF). Sastranesia: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 6 (4): 2. ISSN 2598-8271. 
  3. ^ Tadjudin, M., Djajasudarma, T. F., dan Wahya (1999). Pemerolehan Bahasa Asing Anak Bilingual Sunda-Indonesia di Kotamadya Bandung (PDF). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. hlm. 7. ISBN 979-459-958-1. 
  4. ^ Damayanti, R., dan Suryandari, S. (2017). Psikolinguistik: Tinjauan Bahasa Alay dan Cyberbullying (PDF). Kresna Bina Insan Prima. hlm. 33. ISBN 978-602-6276-24-7. 
  5. ^ Harras, K. A., dan Bachari, A. D. (2009). Sudana, Dadang, ed. Dasar- dasar Psikolinguistik (PDF). Universitas Pendidikan Indonesia Press. hlm. 6. ISBN 979-378-906-9. 
  6. ^ Nasution, Sahkholid. Kholison, Moh., ed. Pengantar Linguistik Bahasa Arab (PDF). Sidoarjo: CV. Lisan Arabi. hlm. 11. ISBN 978-602-70113-8-0. 
  7. ^ Syafyahya, Leni (2015). Kuasa Masyarakat atas Bahasa. Padang: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas. hlm. 44–45. ISBN 978-602-5539-20-6. 
  8. ^ Indah, Rohmani Nur (2008). "Proses Pemerolehan Bahasa: Dari Kemampuan hingga Kekurangmampuan Berbahasa". Lingua. 3 (1): 3. ISSN 2442-3823. 
  9. ^ Oktradiks, Ahwy (2013). "Pemerolehan Bahasa Pertama" (PDF). Tarbiyatuna. 4 (1): 236. ISSN 2086-0889. 
  10. ^ Helty, dkk. (Juli 2020). "Tahapan dan Perbandingan Pemerolehan Bahasa pada Anak laki-Laki dan Perempuan Usia 18 Bulan: Kajian Psikolinguistik" (PDF). Deiksis: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,. 7 (2): 84. doi:10.33603/deiksis.v7i2.3650. ISSN 2548-5490. 
  11. ^ Asrori (2020). Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner. Banyumas: Penerbit CV. Pena Persada. hlm. 45. ISBN 978-623-7699-72-9. 
  12. ^ Indah, Rohmani Nur (2017). Gangguan Berbahasa: Kajian Pengantar (PDF). Malang: UIN-MALIKI Press. hlm. 88. ISBN 978-602-958-401-1. 
  13. ^ Nasution, Sahkholid (2020). Zulheddi, ed. Pembentukan Lingkungan Bahasa Arab di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PDF). Medan: Perdana Publishing. hlm. 4. ISBN 978-623-7842-09-5. 
  14. ^ Robingatin dan Ulfah, Z. (2019). Saleh, Khairul, ed. Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini: Analisis Kemampuan Bercerita Anak (PDF). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. hlm. 39. ISBN 978-602-313-482-3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-13. 
  15. ^ Hamidah (2017). Filsafat Pembelajaran Bahasa (PDF). Bantul: Naila Pustaka. hlm. 106. ISBN 978-602-1290-43-9.