Lompat ke isi

Konsensus Beijing

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Konsensus Beijing (kadang disebut "Model Tiongkok" atau "Model Ekonomi Tiongkok"[1]) adalah istilah yang mengacu pada kebijakan politik dan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok[2] setelah wafatnya Mao Zedong dan naiknya Deng Xiaoping (1976). Kebijakan ini ikut berkontribusi pada pertumbuhan produk nasional bruto Tiongkok yang naik delapan kali lipat dalam kurun dua dasawarsa.[3][4] Frasa "Konsensus Beijing" diciptakan oleh Joshua Cooper Ramo dengan tujuan menjadikan model pembangunan ekonomi Tiongkok sebuah alternatif — khususnya untuk negara berkembang — bagi kebijakan ramah pasar a la Konsensus Washington yang didukung oleh IMF, Bank Dunia, dan Departemen Keuangan Amerika Serikat.[5][6]

Istilah ini sering disebut sebagai pemanfaatan inovasi dan eksperimentasi secara pragmatis demi meraih "pertumbuhan berkualitas tinggi yang setara dan damai" dan "ketahanan perbatasan dan kepentingan nasional";[4] penerapan "politik yang stabil, meski represif, dan pertumbuhan ekonomi yang cepat".[7] Pihak lain menyatakan bahwa tampaknya "tidak ada kesepakatan mengenai tujuan [konsensus ini]" selain menjadi alternatif bagi Konsensus Washington yang neoliberal;[8] dan istilah ini "berlaku bagi semua peristiwa yang terjadi di Beijing, entah itu ada hubungannya dengan 'model pembangunan Tiongkok' atau Republik Rakyat Tiongkok (RRT) per se."[9]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Zhang, Jiakun Jack. "Seeking the Beijing Consensus in Asia: An Empirical Test of Soft Power" (PDF). 4/15/2011. DUKE UNIVERSITY. Diakses tanggal 28 January 2014. This paper re presents a first-cut effort at operationalizing and measuring the so-called Beijing Consensus (or China Model), a form of state capitalism which some see as an ideological alternative to the Washington Consensus and a challenge to American soft power. 
  2. ^ The allure of the Chinese model Diarsipkan 2014-02-03 di Wayback Machine. ZHANG Weiwei / International Herald Tribune, 2 November 2006
  3. ^ "Commentator doubts efficacy of "Chinese model" for Iran"| BBC Monitoring Middle East - Political [London] 4 May 2002: 1.
  4. ^ a b Ramo, Joshua Cooper. "The Beijing Consensus" (PDF). May 2004. The Foreign Policy Centre. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-08-24. Diakses tanggal 28 January 2014. 
  5. ^ International Political Economy Zone: Is There a Beijing Consensus?
  6. ^ Turin, Dustin R. (2010). "China and the Beijing Consensus: An Alternative Model for Development". Student Pulse Academic Journal. 2 (1): 13. 
  7. ^ Kurlantzick, Joshua (January 23, 2014). "The Rise of Elected Autocrats Threatens Democracy". Bloomberg Businessweek. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-14. Diakses tanggal January 28, 2014. China’s stable, if repressive, politics and high-speed economic growth—the “Beijing Consensus”—have impressed elites in places such as Thailand, where democracy seems to have produced only graft, muddled economic planning, and political strife 
  8. ^ "No consensus on the Beijing Consensus - How the World Works - Salon.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-03. Diakses tanggal 2015-05-12. 
  9. ^ Dirlik, Arif. University of Oregon. "Beijing Consensus: Beijing 'Gongshi.' Diarsipkan 2014-02-02 di Wayback Machine."

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]