Kekristenan di kalangan bangsa Mongol

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hulagu Khan, cucu Jenghis Khan dan pendiri Ilkhanat, duduk bersama ratunya, Doquz Khatun dari Kristen Timur, Kerait

Pada zaman modern ini, bangsa Mongol pada umumnya merupakan penganut Buddha Tibet, tetapi pada zaman-zaman sebelumnya, terutama pada masa kekaisaran Mongol (abad ke-13), mereka terutama adalah penganut Shamanisme, dan memiliki minoritas umat Kristen yang substansial, banyak dari mereka berada dalam posisi kekuasaan yang cukup besar.[1][2] Secara keseluruhan, bangsa Mongol sangat toleran terhadap sebagian besar agama, dan biasanya mensponsori beberapa agama pada saat yang sama. Banyak orang Mongol yang telah ditarik masuk oleh Gereja dari Timur sejak sekitar abad ketujuh,[3] dan agama utama beberapa suku adalah Nestorianisme. Pada masa Jenghis Khan, putra-putranya memperistrikan orang Kristen dari Kerait, dan di bawah pemerintahan cucu Jenghis Khan, Möngke Khan, agama yang dominan adalah Kristen.

Praktik Kristen Nestorian agak berbeda dari yang dipraktikkan di Barat, dan bangsa Eropa cenderung menganggap Nestorianisme sebagai bidah karena kepercayaannya mengenai sifat Yesus. Namun, bangsa Eropa juga memiliki legenda tentang sosok yang dikenal sebagai Prester Yohanes, seorang pemimpin Kristen yang hebat di Timur yang akan datang untuk membantu Perang Salib. Salah satu versi legenda menghubungkan identitas Prester Yohanes dengan seorang pemimpin Mongol Kristen, Toghrul, pemimpin suku Kerait.

Ketika bangsa Mongol menaklukkan Tiongkok utara, mendirikan Dinasti Yuan (1271–1368), Gereja dari Timur diperkenalkan kembali ke Tiongkok setelah vakum selama berabad-abad. Ketika Kekaisaran Mongol semakin berekspansi, simpati Kristen dari istana, terutama melalui istri-istri berpengaruh dari Khan, menyebabkan perubahan dalam strategi militer. Selama Pengepungan Baghdad (1258) oleh pasukan Mongol, banyak warga kota dibantai, tetapi orang Kristen selamat. Ketika pasukan Mongol semakin jauh merambah Palestina, ada beberapa upaya untuk membentuk persekutuan Franka-Mongol dengan orang-orang Kristen di Eropa melawan kaum Muslim.

Kontak Mongol dengan Barat juga menyebabkan banyak misionaris, terutama Fransiskan dan Dominikan, melakukan perjalanan ke timur dalam upaya untuk mengubah keyakinan agama bangsa Mongol menjadi Katolik Roma.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Foltz, Richard, Religions of the Silk Road, Palgrave Macmillan, 2nd edition, 2010 ISBN 978-0-230-62125-1
  2. ^ "E-Aspac". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-11-07. Diakses tanggal 2019-02-18. 
  3. ^ Weatherford, p. 28

Referensi dan bacaan lebih lanjut[sunting | sunting sumber]