Gendang patam-patam
Gendang patam-patam merupakan salah satu bentuk komposisi musik tradisional yang khas dari masyarakat Karo. Yang dimaksud dengan komposisi dalam konteks ini meliputi susunan melodi serta dua pola ritme yang dihasilkan melalui ensambel alat musik tradisional yang dikenal sebagai Gendang Lima Sedalanen. Dalam perkembangannya, gendang patam-patam telah mengalami pergeseran fungsi dan makna, di mana saat ini lebih difokuskan pada struktur pola ritme yang bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan berbagai jenis lagu yang dimainkan.
Pola ritme tersebut disusun dan diprogram oleh para musisi Karo, sehingga menghasilkan sejumlah varian program ritme gendang patam-patam, yang pada dasarnya dapat memiliki kesamaan maupun perbedaan, baik dari segi struktur ritme, tempo, maupun karakteristik bunyi instrumennya. Meskipun terdapat modifikasi dan inovasi dalam bentuk, instrumen, serta warna bunyi yang digunakan, terdapat elemen musikal yang tetap terjaga secara berkesinambungan, seperti melodi serta pola ritme yang berasal dari gendang anak, penganak, dan bunyi gung.
Dengan demikian, walaupun telah terjadi transformasi terhadap aspek instrumental dan warna bunyi, gaya musik ini tetap secara konvensional dan kultural diidentifikasi sebagai Gendang Patam-Patam.
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Pada mulanya, Gendang patam-patam digunakan sebagai bagian integral dalam pelaksanaan upacara penyembuhan tradisional yang dipimpin oleh guru perdewel-dewel (dukun), yang umumnya berasal dari berbagai wilayah berbeda. Fungsi utamanya kala itu bersifat ritualistik dan bersandar pada kepercayaan terhadap kekuatan penyembuhan spiritual melalui bunyi-bunyian tradisional.
Seiring berjalannya waktu, penggunaan Gendang Patam-Patam mengalami pergeseran fungsi dan kini tidak lagi terbatas pada konteks ritual penyembuhan semata. Instrumen ini telah mengalami perluasan makna dan aplikasinya, serta digunakan secara luas dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya masyarakat Karo, seperti dalam upacara pernikahan, pesta tahunan (kerja tahun), dan beragam acara adat lainnya.
Penggunaan Gendang Patam-Patam dalam suatu acara atau upacara akan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan, dan setiap penggunaannya membawa simbolisme serta nilai makna yang berbeda, tergantung pada konteks kultural dan spiritual upacara tersebut. Dengan demikian, Gendang Patam-Patam tidak hanya berfungsi sebagai alat musik, tetapi juga sebagai simbol budaya yang sarat dengan nilai-nilai sakral dan sosial dalam masyarakat adat Karo.[1][2]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Gendang patam-patam merupakan bentuk komposisi musik tradisional yang tumbuh dan berkembang dari Gendang guro-guro aron, yaitu ensambel musik yang secara historis berfungsi sebagai pengiring tarian para generasi muda dalam konteks sosial dan adat masyarakat Karo. Pada tahap awal perkembangannya di Tanah Karo, Gendang Patam-Patam dimainkan dengan formasi ensambel Gendang Lima Sedalanen, yang merupakan konfigurasi tradisional dalam musik Karo.
Namun, pada sekitar tahun 1991, terjadi perkembangan signifikan dalam dinamika musik tradisional Karo, ditandai dengan masuknya instrumen kibor (keyboard) ke dalam praktik musikal masyarakat setempat. Sejumlah seniman Karo berpendapat bahwa pengenalan instrumen kibor ke dalam khazanah musik tradisional Karo tidak terlepas dari peran Djasa Tarigan, seorang seniman dan musisi tradisional Karo yang memiliki kontribusi besar dalam inovasi dan pengembangan musik daerah, khususnya dalam konteks Gendang Kulcapi, Gendang Kibor, dan pemrograman Gendang Patam-Patam secara elektronik.
Pada awal penggunaannya, instrumen kibor dikombinasikan dengan Gendang Lima Sedalanen semata-mata untuk menambahkan efek bunyi perkusi yang tersedia secara digital pada instrumen kibor tersebut. Dalam perkembangannya, kibor ini kemudian dikenal di kalangan masyarakat dan seniman tradisional dengan sebutan Gendang Kibor, sebagai bentuk kontemporer dari transformasi instrumen gendang tradisional yang telah diadaptasi dalam teknologi modern. Beberapa nama dari komposisi gendang patam-patam yang berasal dari Karo Jahe (Langkat) ini kemudian menyebar ke dalam kebudayaan musik Karo, seperti Patam-patam Bunga Ncole, Patam-patam Sereng, Patam-patam Cemet, Patam-patam Rambung Mbungkar, Patam-patam Kabang Kiung, dan Patam-patam Pudi Terang.[1][2]
Fungsi sosial
[sunting | sunting sumber]Gendang patam-patam bagi masyarakat Karo senantiasa memiliki fungsi yang erat kaitannya dengan pelaksanaan berbagai bentuk perayaan dan upacara adat. Instrumen ini secara konsisten digunakan sebagai elemen pengiring dalam prosesi adat, antara lain upacara pernikahan tradisional, pagelaran kesenian daerah, serta pesta rakyat tahunan seperti Merdang Merdem yang menjadi bagian integral dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- 1 2 Girsang, Roi Jonsen (2014-03-01). "Kontinuitas dan Perubahan Gendang Patam Patam Dalam Musik Tradisional Batak Karo di Kota Medan". UNIMED.
- 1 2 Suciyanto, Syahrul (2022-04-21). "Gendang Patam Patam Sebagai Iringan Penari Penceng Dalam Acara Merdang Merdem di Tanah Karo" (PDF). Digilib - Institutional Repository Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Institut Seni Indonesia Yogyakarta.