Lompat ke isi

Islam dan aborsi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Aborsi dalam hukum Islam)

Pandangan Muslim tentang aborsi secara umum dibentuk oleh hadits dan juga oleh pendapat ulama dan komentator hukum dan agama. Al-Qur'an tidak secara langsung membahas aborsi yang disengaja sehingga meninggalkan keleluasaan yang lebih besar pada hukum di masing-masing negara muslim. Meskipun pendapat di antara ulama Islam berbeda-beda tentang kapan kehamilan dapat dihentikan, tidak ada larangan eksplisit tentang kemampuan perempuan untuk melakukan aborsi di bawah hukum Islam.[1][2]

Masing-masing dari empat mazhab Islam Sunni, yaitu Hanafi, Syafi'i, Hanbali, dan Maliki, memiliki argumen sendiri tentang situasi yang membuat aborsi diperbolehkan dalam Islam.[3] Mazhab Maliki berpendapat bahwa "janin memiliki jiwa bahkan pada saat pembuahan" dan dengan demikian "kebanyakan penganut mazhab Maliki tidak mengizinkan aborsi pada saat kapan pun, karena kehendak Tuhan secara aktif membentuk janin pada setiap tahap perkembangan."[3] Sebaliknya, sebagian ulama Hanafi berpendapat bahwa aborsi sebelum lewat masa empat bulan diperbolehkan, meskipun sebagian ulama Hanafi mengajarkan bahwa aborsi dalam waktu 120 hari adalah makruh (tidak dianjurkan).[3] Semua mazhab Islam sepakat aborsi dianjurkan saat nyawa ibu dalam bahaya, karena nyawa ibu adalah yang terpenting. Sahih al-Bukhari (kitab Hadits) menulis bahwa janin diyakini menjadi jiwa yang hidup setelah usia kehamilan 120 hari.[4]

Dalam Islam Syiah, aborsi "dilarang setelah implantasi sel telur yang telah dibuahi". Pemimpin Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khomeini menyatakan bahwa syariah melarang aborsi tanpa alasan apa pun "bahkan pada tahap sedini mungkin"[5] yang mana pendapat tersebut banyak diikuti oleh ulama Syiah lainnya.

Akademisi Amerika, Azizah Y. al-Hibri mengklaim bahwa "mayoritas cendekiawan Muslim mengizinkan aborsi, meskipun mereka berbeda pendapat mengenai tahap perkembangan janin setelah dilarang."[6] Menurut Sherman Jackson, "meskipun aborsi, bahkan selama tiga bulan pertama dilarang menurut sebagian kecil ahli hukum, tindakan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran yang memiliki sanksi pidana (jinayah) atau bahkan perdata (madani)."[7]

Di 47 negara dunia yang berpenduduk mayoritas Muslim, akses aborsi sangat bervariasi. Di banyak negara, aborsi diperbolehkan ketika nyawa ibu terancam.[8] Mauritania melarang aborsi dalam keadaan apa pun [9] Di 18 negara termasuk Irak, Mesir, dan Indonesia, keadaan nyawa sang ibu yang terancam adalah satu-satunya keadaan yang membuat aborsi diperbolehkan. Di sepuluh negara lainnya, aborsi diperbolehkan berdasarkan permintaan pribadi. Di negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya, aborsi diperbolehkan dalam keadaan tertentu selain menyelamatkan nyawa ibu, seperti menjaga kesehatan mentalnya, kasus gangguan janin, inses atau pemerkosaan, dan alasan sosial atau ekonomi.

Mayoritas ulama selama abad pertengahan memandang 120 hari masa kehamilan setelah pembuahan sebagai garis pemisah penting dalam perkembangan janin karena mereka menganggap waktu itu merupakan waktu janin menjadi jiwa yang hidup, dan dengan demikian janin tersebut sah menjadi manusia yang hidup. Aborsi sebelum 120 hari diperbolehkan, menurut ulama fiqih Abed Awad,[1][10] tetapi setelah masa empat bulan tersebut dapat dianggap sebagai pembunuhan. Pandangan tentang aborsi seperti ini masih dirujuk dan digunakan oleh beberapa teolog dan cendekiawan Islam modern.[1]

Menurut pakar ilmu agama Zahra Ayubi, secara historis pemikiran ulama Islam pada umumnya lebih mementingkan pemeliharaan hidup manusia dan menjaga nyawa ibu daripada menentukan kapan kehidupan dimulai.[11] Beberapa penulis Muslim kontemporer juga menyatakan bahwa ulama Islam abad pertengahan lebih toleran terhadap aborsi.

Ahli hukum mazhab Hanbali yang kontroversial, Ibnu Taimiyyah menyatakan dalam kumpulan fatwanya Fatawa Ibnu Taimiyyah, “Menggugurkan janin telah dinyatakan haram berdasarkan ijtima semua ulama Muslim. Perbuatan itu mirip dengan mengubur bayi hidup-hidup seperti yang dimaksud oleh Allah SWT dalam ayat Al-Qur'an: 'Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan ditanya, Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh?' (Surah At-Takwir ayat 8)".[12] Ayat Al-Qur'an tersebut mengacu pada wanita hamil yang menggugurkan kandungannya pada hari kiamat.[13]

Hadits dan aborsi

[sunting | sunting sumber]

Tidak ada aborsi medis pada masa Nabi Muhammad, tetapi sejumlah hadits membahas situasi di mana seorang wanita hamil kehilangan bayi yang belum lahir, sering kali dengan dipukul di perut.

Setidaknya dalam hadits yang disebutkan di bawah ini (semuanya adalah hadits Islam Sunni yang "sahih"), Nabi Muhammad akan menetapkan diyat (denda) untuk wanita yang kehilangan janin karena dipukul tersebut. Dalam setiap kasus, dendanya adalah membebaskan seorang budak, sehingga menunjukkan bahwa nilai seorang anak yang belum lahir adalah manusia lain.

Kutipan yang relevan

[sunting | sunting sumber]

Rasulullah menetapkan tentang janin wanita dari Bani lahyan yang keguguran dengan ghurrah (pembayaran diyat dengan satu budak atau budak perempuan), kemudian wanita yang beliau putuskan membayar ghurrah meninggal, maka Rasulullah memutuskan bahwa warisannya untuk anak laki-lakinya dan suaminya, sedang diyatnya bagi Ashabahnya.

Hadits—Sahih al-Bukhari no. 6243,[14] diceritakan oleh Abu Hurairah


Umar bin Khattab pernah meminta pendapat sahabat mengenai menggugurkan janin wanita. Mughirah mengatakan: "Nabi Muhammad memutuskan dengan ghurrah, budak atau hamba sahaya." Muhammad bin Maslamah memberi kesaksian bahwasanya ia pernah menyaksikan Nabi memutuskan sedemikian.

Hadits—Sahih Bukhari no. 6396,[15] Diceritakan oleh Al-Mughirah bin Syu'bah


"Umar bermusyawarah dengan orang-orang tentang hukum pengguguran janin dalam perut wanita. Maka Al Mughirah bin Syu'bah berkata: "Aku melihat Rasulullah memberi putusan dalam hal itu dengan membebaskan seorang budak, baik laki-laki atau perempuan." Umar berkata: "Datangkanlah kepadaku saksi yang pernah ikut bersamamu." Maka Al Mughirah menghadirkan Muhammad bin Maslamah. Harun menambahkan: "Lalu ia memberikan bukti dengan kisah seorang laki-laki yang memukul perut isterinya."

Abu Dawud berkata: "Telah sampai kepadaku dari Abu Ubaid bahwa dinamakan pengguguran karena seorang wanita melahirkan (menjatuhkan dengan paksa) sebelum waktu kelahirannya."

Hadits— Sunan Abu Dawud no. 3960,[16] Diceritakan oleh Al-Mughirah bin Syu'bah


Umar bertanya tentang keputusan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam urusan tersebut. Haml bin Malik bin An Nabighah lalu bangkit dan berkata: "Aku mempunyai dua isteri, lalu salah seorang dari keduanya memukul yang lain dengan tongkat hingga membunuhnya berserta janin yang ada dalam perutnya. Rasulullah kemudian memberi putusan bahwa tebusan bagi janinnya adalah dengan membebaskan seorang budak, sementara wanita itu dibunuh."

Abu Dawud berkata: An Nadlr bin Syumail berkata: "Al Misthah adalah Ash Shaubaj (semacam alat untuk meratakan tanah)." Abu Dawud berkata lagi: Abu Ubaid berkata: "Al Misthah adalah katu untuk meyangga kemah."

Hadits— Sunan Abu Dawud no. 3961,[16] Diceritakan oleh Ibnu Abbas

Aborsi dalam berbagai aliran pemikiran

[sunting | sunting sumber]

Pemberian Jiwa

[sunting | sunting sumber]

Dalam Islam Sunni, periode ketika janin diberi jiwa dapat bervariasi dalam mazhab yang sama bahkan jika ada ijtima.

  • 120 hari setelah pembuahan. Hanafi, Syiah Imamiah, Syiah Zaidiyah dan beberapa ulama mazhab Syafi'i menganggap janin dijiwai pada 120 hari.
  • 80 hari. Beberapa ulama mazhab Syafi'i lainnya menetapkan tahap pemberian jiwa janin pada usia 80 hari.
  • 40 hari. Dalam mazhab Maliki dan Hanbali, pemberian jiwa berada pada 40 hari.[17]
  • Pembuahan. Posisi Islam Ibadi menyatakan bahwa janin dijiwai tepat pada saat pembuahan.[17]

Faktor lain

[sunting | sunting sumber]

Sebagian besar mazhab menganggap aborsi diperbolehkan jika kehamilan menimbulkan bahaya fisik atau psikologis bagi ibu.[17] Faktor sosial ekonomi atau adanya kelainan janin juga dipandang sebagai alasan yang dapat dibenarkan untuk melakukan aborsi di banyak mazhab.[10] Namun, para ahli fikih di semua mazhab menyatakan bahwa aborsi diperbolehkan bahkan setelah tahap pemberian jiwa kepada janin jika nyawa ibu dalam bahaya.[18][19]

Waktu aborsi diperbolehkan

[sunting | sunting sumber]

Di kalangan umat Islam, diperbolehkannya aborsi tergantung pada faktor-faktor seperti waktu dan keadaan yang meringankan.

Dalam Islam Syiah, aborsi "dilarang setelah implantasi sel telur yang telah dibuahi." Seperti ulama Syiah lainnya, Ayatullah Khomeini menyatakan bahwa "Penghentian kehamilan bahkan pada tahap sedini mungkin dalam keadaan normal tanpa alasan apa pun tidak diperbolehkan" dan menyatakan pula bahwa "Syariah tidak mengizinkan aborsi janin".[5]

Empat mazhab Sunni memiliki pandangan yang berbeda tentang bagian-bagian kehamilan yang diperbolehkan aborsi. Penting untuk dicatat bahwa orang Maliki tidak mengizinkan aborsi pada tahap kehamilan mana pun.

Pemerkosaan

[sunting | sunting sumber]

Beberapa cendekiawan Muslim berpendapat bahwa anak perkosaan adalah anak manusia yang sesungguhnya dan dengan demikian adalah berdosa untuk membunuh janin ini. Para ulama mengizinkan aborsi hanya jika janin kurang dari empat bulan, atau jika membahayakan nyawa ibunya.[20]

Ketika kehamilan yang tidak direncanakan dan karena itu kehamilan tersebut tidak diinginkan, seperti dalam kasus pemerkosaan, orang tua, [harus/seharusnya, karena adopsi adalah melanggar hukum] menggugurkan janin dan dengan demikian mencegah aib yang menanti ibu dan anak. Selain itu, seorang ibu harus dapat memutuskan sendiri (dengan mempertimbangkan orang tuanya) apakah ia ingin memelihara anak itu meskipun ia lahir dari pemerkosaan atau zina, karena pada akhirnya yang paling menyakitkan baginya [..] anak yang lahir dari perkosaan, sama seperti orang yang lahir dari perzinaan dapat dianggap sebagai anggota masyarakat yang lebih rendah dari segi hak-hak kemanusiaan dan status sosial yang dapat diperolehnya.

— [20]

Cendekiawan Muslim didesak untuk membuat pengecualian pada tahun 1990-an setelah pemerkosaan wanita Bosnia dan Albania oleh tentara Serbia. Pada tahun 1991, Mufti Agung Palestina, Ekrima Sa'id Sabri mengambil posisi yang berbeda dari ulama Muslim arus utama. Dia memutuskan bahwa wanita Muslim yang diperkosa oleh musuh mereka selama Perang Kosovo dapat meminum obat aborsifasien, karena jika tidak, anak-anak yang lahir dari wanita tersebut suatu hari nanti akan berperang melawan orang-orang Muslim.[20]

Aborsi di negara Muslim

[sunting | sunting sumber]

Secara keseluruhan, ada 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam. Sebagian besar negara Muslim memiliki undang-undang aborsi yang membatasi yang mengizinkan aborsi hanya jika nyawa ibu terancam. Dua belas anggota Organisasi Konferensi Islam mengizinkan akses tak terbatas ke aborsi. Dengan pengecualian Turki dan Tunisia, mereka sebagian besar adalah bekas negara Blok Soviet. Bahrain, sebuah negara Muslim yang konservatif secara politik dan sosial, adalah negara ke-12 di antara negara-negara tersebut yang mengizinkan akses tak terbatas untuk aborsi. Di antara negara-negara Muslim yang konservatif secara sosial, tujuh negara mengizinkan aborsi pada usia kehamilan 4 bulan pertama untuk kelainan bentuk janin, empat negara di sub-Sahara Afrika (Benin, Burkina Faso, Chad dan Guinea) dan tiga di Timur Tengah (Kuwait, Qatar, dan sekarang, Iran).[21]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c Molina, Alejandra (2021-09-04). "Comparing Texas' abortion ban to Islamic law is inaccurate, perpetuates Islamophobia, experts say". Religion News Service (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-10-09. While opinions vary over when a pregnancy can be terminated, there is no complete ban on a woman’s right to end a pregnancy under Islamic law.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama ":1" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ Hatuqa, Dalia (January 26, 2022). "US Muslim advocates weigh in on abortion rights battle". www.aljazeera.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-24. 
  3. ^ a b c Weigl, Constanze (2010). Reproductive Health Behavior and Decision-making of Muslim Women: An Ethnographic Study in a Low-income Community in Urban North India. LIT Verlag Münster. hlm. 199. ISBN 978-3-643-10770-1. 
  4. ^ "(The matter of the Creation of) a human being is put together in the womb of the mother in 40 days(some say 120), and then he becomes a clot of thick blood for a similar period, and then a piece of flesh for a similar period. Then Allah sends an angel who is ordered to write four things...then the soul is breathed into him" Shahih Bukhari, 4:54:430
  5. ^ a b Hedayat, K M; Shooshtarizadeh, P; Raza, M (1 November 2006). "Therapeutic abortion in Islam: contemporary views of Muslim Shiite scholars and effect of recent Iranian legislation". Journal of Medical Ethics. 32 (11): 652–657. doi:10.1136/jme.2005.015289. PMC 2563289alt=Dapat diakses gratis. PMID 17074823. 
  6. ^ Ehrich, Tom (August 13, 2006). "Where does God stand on abortion?". USA Today. 
  7. ^ Jackson, Sherman A. (2005). "Blackamerica, Immigrant Islam, and the Dominant Culture". Islam and the Blackamerican: Looking Toward the Third Resurrection. Oxford, UK: Oxford University Press. hlm. 151. ISBN 9780195343571. 
  8. ^ Shapiro, Gilla K (1 July 2014). "Abortion law in Muslim-majority countries: an overview of the Islamic discourse with policy implications". Health Policy and Planning. 29 (4): 483–494. doi:10.1093/heapol/czt040. PMID 23749735. 
  9. ^ "The World's Abortion Laws". Center for Reproductive Rights. 2023-02-01. Diakses tanggal 2023-04-04. 
  10. ^ a b Hessini, Leila (2007). "Abortion and Islam: Policies and Practice in the Middle East and North Africa". Reproductive Health Matters. 15 (29): 75–84. doi:10.1016/s0968-8080(06)29279-6. ISSN 0968-8080. PMID 17512379. 
  11. ^ McCamon, Sarah (May 8, 2022). "When does life begin? Religions don't agree". NPR.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-05-10. 
  12. ^ "When is Having an Abortion Permitted?". SeekersGuidance (dalam bahasa Inggris). 2011-10-06. Diakses tanggal 2022-05-10. 
  13. ^ Greenberg, Y.K.; Pati, G. (2023). The Routledge Handbook of Religion and the Body. Routledge Handbooks in Religion. Taylor & Francis. hlm. 316. ISBN 978-1-000-83466-6. Diakses tanggal 2023-04-04. 
  14. ^ "Hadits Bukhari Nomor 6243". ilmuislam.id. Diakses tanggal 08 Juni 2023. 
  15. ^ "Hadis Imam Bukhari No. 6396 : Janin yang dikandung". laduni.id. Diakses tanggal 08 Juni 2023. 
  16. ^ a b "Muslim Muna - Sunan Abu Dawud - Diyat". muslimmuna.com. Diakses tanggal 08 Juni 2023. 
  17. ^ a b c Abortion: Islamic Rulings. Hearttogrow.org. Retrieved 2022-05-10
  18. ^ "On abortion, Muslims say Islamic history is 'on the side of mercy'". The Washington Post. 24 June 2022. Diakses tanggal 25 June 2022. 
  19. ^ Iqbal, Zainab (24 June 2022). "Roe v Wade: Muslim women say overturning of decision will hurt everyone". Middle East Eye (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-25. 
  20. ^ a b c Rispler-Chaim, Vardit (2003). "Chapter 4: The Right Not to Be Born: Abortion of the Disadvantaged Fetus in Contemporary Fatwas". Dalam Brockopp, Jonathan E. Islamic Ethics of Life: Abortion, War, and Euthanasia. Columbia, SC: University of South Carolina Press. hlm. 87–88. ISBN 9781570034718. 
  21. ^ Hedayat, K. M.; Shooshtarizadeh, P.; Raza, M. (2006-11-01). "Therapeutic abortion in Islam: contemporary views of Muslim Shiite scholars and effect of recent Iranian legislation". Journal of Medical Ethics (dalam bahasa Inggris). 32 (11): 652–657. doi:10.1136/jme.2005.015289. ISSN 0306-6800. PMC 2563289alt=Dapat diakses gratis. PMID 17074823.