Lompat ke isi

Susuhunan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Susuhunan atau disingkat sebagai Sunan adalah gelar yang merujuk pada penguasa monarki yang, jika digunakan dalam konteks ini, artinya adalah "Tuan dari segala tuan". Meskipun demikian, penggunaannya juga ditujukan kepada orang yang dihormati. Gelar ini berasal dari bahasa Jawa Kuno susuhunan yang berakar dari kata suhun. Istilah "susuhunan" dapat diartikan sebagai "junjungan".

Di pulau Jawa gelar ini tidak hanya digunakan pada penguasa monarki tetapi juga oleh ulama anggota Sembilan Wali (Wali Songo), yang merupakan penyebar agama Islam. Selain di Jawa, gelar ini juga digunakan untuk para raja-raja Klungkung di pulau Bali yang merupakan penguasa tertinggi di pulau Bali

Beberapa daerah yang menggunakan gelar ini adalah Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kerajaan Klungkung Bali (sebagai Susuhunan Bali dan Lombok), Kesultanan Banjar dan Kesultanan Palembang. Namun, hanya dua yang pertama yang menggunakannya sebagai gelar penguasa, sementara dua yang terakhir menggunakannya sebagai gelar kehormatan.

Penggunaan

[sunting | sunting sumber]

Daftar anggota Walisongo

[sunting | sunting sumber]

Daftar susuhunan dari Mataram

[sunting | sunting sumber]

Daftar susuhunan dari Surakarta

[sunting | sunting sumber]

Daftar susuhunan dari Klungkung, Bali

[sunting | sunting sumber]
  • Ida I Dewa Agung Jambe (1686 - 1722)
  • Ida I Dewa Agung Made (1722 - 1736)
  • Ida I Dewa Agung Dimadya (1736 - 1760)
  • Ida I Dewa Agung Sakti (1760 - 1790)
  • Ida I Dewa Agung Panji (1780 - 1789) (Wali raja)
  • Ida I Dewa Agung Surawirya Putra Kusanegara (1790 - 1809)
  • Ida I Dewa Agung Surawirya Putra II (1814 - 1850)
  • Ida I Dewa Agung Istri Kania (1821 - 1850) (CO Regent)
  • Ida I Dewa Agung Surawirya Putra III (1851 - 1903)
  • Ida I Dewa Agung Surawirya Putra IV (1904 - 1908)
  • Ida I Dewa Agung Oka Geg (1929 - 1951)
  • Ida Dalem Semaraputra (2010 - sekarang)

Penggunaan dalam masyarakat Sunda dan Tengger

[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Sunda memakai "sunan" untuk menyebut orang yang memiliki kedudukan terhormat (Susuhunan). Salah satu contohnya adalah penyebutan tokoh Sunan Ambu, sosok perempuan mulia yang merupakan ibu dari kebudayaan Sunda.

Masyarakat Tengger yang mewarisi tradisi Jawa pra-Islam, menyebut beberapa nama leluhur dan roh-roh pelindung dengan gelar sunan, seperti:

  • Sunan Pernoto (roh yang mendiami Pura Luhur Ponten dan juga salah satu anak Rara Anteng dan Joko Seger)
  • Sunan Perniti (pelindung tangga naik ke Bromo, juga salah satu anak Rara Anteng dan Joko Seger)
  • Sunan Dewa Kusuma (roh yang mendiami kawah Bromo, juga salah satu anak Roro Anteng dan Joko Seger), dan
  • Sunan Ibu (roh Bromo).

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]