Lompat ke isi

Halusinasi suara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Auditory hallucination
Informasi umum
Nama lainParacusia
SpesialisasiPsychiatry
A type exhibiting hallucinations of hearing

Sebuah halusinasi pendengaran atau suara (inggris:auditory hallucination, paracusia[1]) adalah bentuk halusinasi yang mendengar suara tanpa ada stimulus atau sumber dari luar. Saat mengalami halusinasi suara, seseorang mendengar suara atau banyak suara yang tidak berasal dari lingkungan sekitar.

Bentuk umum dari halusinasi suara adalah mendengar satu atau lebih suara tanpa ada orang yang bicara, dikenal sebagai auditory verbal hallucination. Hal ini mungkin berhubungan dengan gangguan mental, dan yang paling mendekati dengan hal ini adalah schizophrenia dan fenomena ini sering digunakan untuk mendiagnosa ganguan kejiwaan ini.[2] Bagaimanapun, seorang individu tanpa ada penyakit mental mungkin dapat juga mendengar suara-suara,[3] termasuk mereka yang dalam pengaruh zat yang dapat mengubah pikiran, seperti ganja, kokain, amfetamin, dan PCP.

Ada tiga kategori utama dalam mendengar suara : seseorang mendengar suara berbicara di pikiran/kepala, seseorang mendengar satu atau lebih sedang berdebat, atau seseorang yang mendengar suara bercerita atau bernarasi tentang apa yang di perbuatannya.[4] Tiga kategori ini tidak mencakup semua jenis dari halusinasi pendengaran.

Halusinasi suara yang berupa musik juga ada, dalam hal ini orang lebih sering adalah mendengar potongan dari lagu yang mereka ketahui, atau mungkin juga original. hal ini mungkin juga muncul kepada orang yang ber-mental sehat tanpa diketahui penyebabnya.[5] Jenis lain dari halusinasi pendengaran termasuk sindrom kepala meledak dan musical ear syndrome. Yang terakhir, musik akan seseorang dengar di dalam pikiran mereka, biasanya lagu yang familiar. Halusinasi ini dapat disebabkan oleh :ketidak normalan atau kerusakan pada batang otak (sering dikarenakan stroke), gangguan tidur seperti narcolepsy, tumors, encephalitis, or abscesses.[6] Dan hal ini seharusnya di bedakan dari fenomena yang pada umumnya dialami oleh orang dengan earworms, atau ingatan musik yang selalu terdengar dalam pikiran seseorang. Dalam laporan juga disebutkan bahwa halusinasi musik dapat dialami karena mendengarkan musik dalam periode waktu yang lama.[7] Penyebab lainnya adalah gangguan pendengaran dan aktifitas epilepsi.[8]

Di masa lalu, penyebab halusinasi pendengaran di hubungkan dengan cognitive suppression yang dikarenakan kegagalan executive function dari frontoparietal sulcus. Penelitian terbaru menemukan bahwa mereka bekerja secara parallel dengan superior temporal gyrus kiri, menandakan bahwa mereka lebih baik di hubungkan dengan kesalahan penyajian ucapan.[9] Hal ini diasumsikan melalui penelitian bahwa jalur saraf terlibat dalam persepsi dan produksi ucapan yang normal, dimana lateralized left temporal lobe, juga mendasari halusinasi pendengaran.[10] Halusinasi suara parallel juga dengan spontaneous neural activity dari temporal lobe kiri dan subsequent primary auditory cortex. Persepsi dari halusinasi pendengaran sama seperti pengalaman mendengar yang sebenarnya meskipun tidak ada suara apapun.[11]

Audible thoughts atau pikiran yang terdengar

[sunting | sunting sumber]

Audible thoughts atau sonorisaion[12] (Indonesia : pikiran yang terdengar) merupakan sejenis halusinasi verbal atau perkataan. Orang dengan halusinasi ini terus menerus mendengar suara yang menyuarakan isi pikirannya dengan keras. Ide ini pertama di jelaskan oleh Kurt Schneider yang memasukkan tanda gejala ini dalam "first-rank symptoms" untuk mendiagnosa schizophrenia.[13] Walaupun first rank symptoms telah lama dipertanyakan, ide ini tetap penting dalam sejarah dan penjelasan di dalam psychiatry. Audible thoughts adalah gejala positif dari schizophrenia berdasarkan DSM-5.[14] Namun, halusinasi ini tidak hanya ditemukan pada orang dengan schizophrenia tetapi juga dalam bipolar disorder pada fase mania mereka.[15]

Pasien yang mengalami audible thought atau pikiran bersuara akan mendengar suara yang mengulang isi pikiran mereka, baik ketika atau setelah pikiran muncul di kepala mereka.[12][13] Jenis pertama dari audible thought adalah suara dan pikiran muncul secara bergantian yang oleh psychiatrist Jerman August Cramer di sebut sebagai Gedankenlautwerden yang berarti "thoughts become aloud"[12] (pikiran menjadi bersuara nyaring).

Contoh dari  Gedankenlautwerden :

Seorang 35 tahun pelukis mendengar suara berbisik dengan 'Oxford accent'. Volume suara tersebut sedikit pelan dari suara konversasi yang normal dan dapat di dengar sama baiknya dengan kedua telinga. Suara itu mengatakan “aku tidak dapat bertahan dengan orang itu, cara dia memegang kuas-nya seperti orang bodoh”. Dia segera mengalami kondisi, apapun yang suara itu katakan sebagai pikirannya sendiri, dengan mengesampingkan semua pikiran yang lain.[13]

Dan jenis yang ke-dua adalah suara terdengar setelah pikiran muncul, hal ini disebut echo de la pensée (Prancis) atau dinamakan saja thought echo[12] (Indonesia:pikiran gema). Contoh dari thought echo atau pikiran gema :

Seorang ibu rumah tangga berumur 32 tahun komplain dengan suara laki-laki. Suara itu mengulang hampir semua pemikiran-nya. Pasien wanita tersebut berfikir “aku harus menyalakan ketelnya/ceret” dan setelah berhenti sejenak tidak lama dari satu detik ada suara yang mengatakan “aku harus menyalakan ketelnya/ceret”.[16]

audible thoughts dapat dikategorikan eksternal atau internal jika mengkategorikannya dari perasaan subjektif pasien dari mana suara itu berasal.[12][15][17] Pasien yang mengklaim berasal dari internal atau dari dalam merasakan suara itu berasal dari dalam tubuh atau kepala[15] mereka sedangkan yang mengeklaim berasal dari luar merasakan suara itu berasal dari lingkungan sekitar. Yang berasal dari eksternal di deskripsikan secara beragam oleh pasien : beberapa mendengar suara di depan telinga mereka, beberapa dari suara lingkungan seperti air yang mengalir atau angin.[12]

Hal ini terkadang mempengaruhi perilaku pasien yakni mereka percaya bahwa orang-orang sekitar mereka juga dapat mendengar audible thought mereka (pasien), karena itu mereka mungkin menghindari acara social dan tampat publik untuk mencegah orang mendengar pikiran mereka.[17] Disamping itu studi menunjukkan bahwa locus suara mungkin mengalami perubahan selama halusinasi pasien berkembang. Ada kecenderungan untuk meng-internalkan persepsi eksternal mereka, yang berarti pasien akan melacak lokasi sumber halusinasi yang berasal dari objek eksternal menjadi ke internal seiring waktu berjalan.[15]

Cacing telinga

[sunting | sunting sumber]

Ohrwurm (secara harfiah berarti cacing telinga), kadang dikenal dengan nama terngiang-ngiang, cacing otak,[18] musik lekat, earworm, atau sindrom lagu dan pembicaraan tersangkut,[19] adalah sebuah kejadian dimana musik atau pembicaraan yang terus terulang-ulang dalam pikiran seseorang meski lagu atau pembicaraan tersebut sudah tidak didengar.[20]

Vicky Williamson dari Universitas London melakukan studi tidak terkontrol dan menemukan bahwa ohrwurm terjadi karena dipicu oleh pengalaman yang yang mengingatkan suatu lagu (memori yang tidak disengaja) seperti melihat kata yang mengingatkan salah satu lagu, mendengarkan beberapa nada dari lagu, atau merasakan emosi yang dikaitkan dengan lagu tersebut. Lagu yang dipakai dalam studi tersebut pun tidak memiliki pola hubungan selain sama-sama populer.[21]

Tinitus adalah telinga berdering, berdesir, atau jenis suara yang tampaknya berasal di telinga atau kepala. Dalam banyak kasus itu bukan masalah serius, melainkan gangguan yang akhirnya menghilang. Namun jarang, tinitus dapat mewakili kondisi kesehatan yang serius.

Ini bukan penyakit tunggal, tetapi merupakan gejala dari kondisi yang mendasarinya. Hampir 36 juta orang Amerika menderita gangguan ini. Dalam hampir semua kasus, hanya pasien yang bisa mendengar kebisingan.[22]

Di tahun 2015 sebuah survey[23] kecil melaporkan mendengar suara pada seseorang dengan berbagai ragam diagnosa DSM-5, seperti :

  • Bipolar disorder : Diperkirakan 34% orang dengan gangguan ini mengalami halusinasi suara.[24] Meskipun dapat muncul pada fase manic dan depresi, mereka lebih banyak mendengar suara pada fase manic dari pada fase depresi-nya.[25] Halusinasi dapat sejalan dengan mood episode atau berlawanan, pada halusinasi yang sejalan orang mungkin mendengar suara yang gembira, menyemangati atai berbincang-bincang pada fase mania, halusinasi ini dikenal dengan Mood congruent psychosis. Sedangkan halusinasi yang berlawanan dengan mood atau disebut Mood incongruent psychosis orang mungkin mendengar suara yang mengatakan bahwa "kamu tidak kelihatan".[26]
  • Borderline personality disorder : penelitian menunjukkan 26%-54% mengalami psikosis seperti halusinasi atau delusi, mereka mendengar suara kata atau kalimat yang diulang-ulang.[27]
  • Depression (mixed) dan Major depression: sama seperti pada bipolar, orang yang mengalami depresi yang parah mengalami halusinasi suara yang umumnya sejalan dengan mood mereka, suara tersebut bersifat sementara dan terbatas pada satu kata atau kalimat pendek dan berbincang dengan pasien langsung.[28]
  • Dissociative identity disorder : gejala Dissociative identity disorder mempunyai kemiripan dengan skizofrenia. meskipun mirip, halusinasi suara pada Dissociative identity disorder cenderung berupa suara anak-anak, persekusi , orang berdebat, atau berkomentar dan mulai mendengar suara pada umur 18 tahun.[29]
  • Generalized anxiety disorder : 14% orang dengan anxiety mengalami halusinasi suara.[30] Mendengar suara sering di iringi dengan kecemasan dan sebaliknya kecemasan dapat memicu halusinasi suara dan bahkan memperburuk kondisi halusinasi tersebut.[31]
  • Obsessive compulsive disorder : tiga dari empat orang dengan OCD mengalami halusinasi atau quasi-hallucinations yakni kita tahu sesuatu tidak nyata tetapi sangat terasa nyata, seperti membersihkan tangan karena merasa kotor walaupun kita tahu tangan kita bersih.[32]
  • Post-traumatic stress disorder : 40% orang dengan PTSD mengalami halusinasi suara.[30] Tentara yang mengalami PTSD mungkin mendengar suara menangis minta tolong atau berbicara tentang perang.[28]
  • Psychosis (NOS) berdasarkan ICD-10 dan DSM-IV halusinasi merupakan gejala utama dari psikosis.
  • Schizophrenia[33] : halusinasi suara merupakan gejala yang paling utama pada schizophrenia[34]. 75% orang dengan schizophrenia mengalami halusinasi suara.[30]
  • Schizoaffective disorder : sama seperti schizophrenia tetapi dengan gangguan mood.[35]
  • Substance-induced psychosis
  • Delusional disorder (non-prominently)

Bagaimanapun, banyak individu yang di survey melaporkan mendengar suara meskipun tanpa ada diagnosis. Di bukunya Hallucinations yang popular di tahun 2012, neurologist Oliver Sacks mendeskripsikan bahwa pasien mendengar suara dengan beragam kondisi medis, sama seperti pengalamannya sendiri tentang mendengar suara. Hubungan dengan genetik telah duga sebagai sumber halusinasi pendengaran,[36] tetapi kebanyakan penelitian penyebab halusinasi suara yang dari non psychotic masih berjalan sampai saat ini.

Orang terkenal yang mendengar suara

[sunting | sunting sumber]

Walaupun halusinasi pendengaran mempunyai stigma negatif sampai hari ini, banyak pemikir, pujangga, artis dan sarjana yang mendengar suara, seperti : suara setan yang bijak di Socrates, saint Joan of Arc, suara malaikat pada Rainer Maria Rilke yang menginspirasi Duino Elegies-nya, Carl Gustav Jung, Andy Warhol, Galileo, Pythagoras, William Blake, Winston Churchill, Robert Schumann and Gandhi dan yang lainnya.[37][38]

Robert Schumann, seorang composer music yang terkenal, menghabiskan akhir hidupnya dengan halusinasi pendengaran. Suatu malam dia menyatakan telah di kunjungi hantu dari Schubert dan menulis music yang dia dengar. Setelah itu, dia mulai menyatakan bahwa dia dapat mendengar angelic (malaikat) choir bernyanyi kepadanya. Dengan kondisinya yang semakin memburuk, suara malaikat berganti dengan suara demon atau setan.

Brian Wilson, penulis lagu dan co-founder the Beach Boys mengalami schizoaffective disorder yang berbentuk suara tanpa bentuk. Mereka membuat komponen utama dari sebuah biographical film yang ber judul Bill Pohlad's Love & Mercy (2014), dimana menjelaskan halusinasi dari Wilson adalah sumber inspirasi dari musik. Mengkonstruksi lagu yang sebagian didesain untuk dapat berkonversasi dengan mereka. Wilson barkata pada suara-suara tersebut : : "Mostly [they're] derogatory. Some of its cheerful. Most of it isn't.” (kebanyakan menghina. Beberapa ceria). Untuk melawan mereka, psychiatrist menyarankan untuk “bicara humoris ke mereka”, dan dia menjawab bahwa hal tersebut membantu sedikit.

Anthony Hopkins seorang aktor mengatakan pada interview News of the World “I’ve always had a little voice in my head, particularly when I was younger and less assured” (aku selalu mempunyai suara di kepalaku, terutama saat aku masih muda dan kurang percaya diri), dia mengatakan juga:

“While onstage, during classical theatre the voice would suddenly say, “Oh, you think you can do Shakespeare, do you?” (saat di panggung, saat teater klasik tiba-tiba suara mengatakan, “Oh, kamu pikir kamu bisa Shakespeare, ya kan ?”)

Doris Stokes medium The renowned English mendengar suara yang dia anggap sebagai pemandu spiritual (Ramonov, seorang biksu dari Tibet). Pada awalnya dia tidak tahu darimana sampai saat dia melihat film travel di BBC television, dia mengatakan

“It was all about the Table people. Ramonov said “That’s where I come from. Tibet.” (itu semua tentang orang Table. Ramonov mengatakan “dari sana aku berasal. Tibet”)

Dia pertama mendengar suara saat meninggalnya ayah-nya saat berumur 13 tahun dan dia selalu tahu bahwa pengalamannya merupakan hal spiritual.

Mahatma Gandhi Gandhi, orang yang hampir meraih kemerdekaan india sendirian dari Inggris, mengandalkan “inner voice” atau suara di dalam kepala untuk pemandu. Gandhi menjelaskan bahwa pengalaman dan percaya bahwa suara tersebut :

“It may be a product of my heated imagination. If it is so, I prize that imagination as it has served me for a chequered life extending over a period of now nearly over fifty-five years, because I learned to rely consciously upon God before I was fifteen years old”.

(itu mungkin produk dari imajinasiku yang panas. Jika demikian, aku menghadiahi imajinasi tersebut karena telah melayaniku untuk menjalani kehidupan sulit selama 50 tahun lebih, karena aku belajar untuk mengandalkan secara sadar kepada Tuhan sebelum aku berumur 15 tahun).

Sigmund Freud : “During the days when I was living alone in a foreign city … I quite often heard my name suddenly called by an unmistakeable and beloved voice” (selama aku hidup sendiri di kota yang asing… aku sangat sering tiba-tiba mendengar namaku di panggil oleh suara yang tidak salah lagi dan yang tercinta).[38]

Pengobatan dan perawatan

[sunting | sunting sumber]

Pengobatan medis

[sunting | sunting sumber]

Pengobatan utama dalam halusinasi pendengaran adalah antipsychotic yang mempunyai efek dopamine metabolism. Jika diagnosis utama adalah mood disorder (dengan karakteristik psychotic) sering digunakan obat tambahan seperti antidepressants atau mood stabilizers. Pendekatan medis mungkin dapat membuat seseorang berfungsi normal tetapi tidak meyembuhkan karena tidak menghilangkan sumber gangguan pikiran.[39]

Terapi perilaku kognitif telah menunjukkan membantu mengurangi timbulnya halusinasi pendengaran dan stress yang dialami, terutama saat adanya gejala psychotic yang lain.[40] Ditambah supportive therapy telah menunjukkan pengurangan munculnya halusinasi pendengaran, melawan dengan keras yang di katakan oleh halusinasi dan secara keseluruhan mengurangi persepsi jahatnya halusinasi.[40] Terapi perilaku kognitif yang lain digunakan dengan keberhasilan yang beragam.[41][42]

Kunci lain dari terapi adalah untuk membantu pasien melihat bahwa mereka tidak perlu mematuhi suara yang mereka dengar. Hal ini sudah terlihat dalam pasien schizophrenia dan halusinasi pendengaran bahwa terapi mungkin membantu memberi wawasan dalam mengenali dan memilih untuk tidak mengikuti suara yang mereka dengar.[43]

Antara 25% dan 30% penderita schizophrenia tidak merespon pengobatan dengan antipsikotik[44] yang mana telah mengarahkan peneliti untuk melihat sumber alternative untuk menolong mereka. Dua metode yang umum untuk menolong mereka adalah terapi elektrokonvulsif and repetitive transcranial magnetic stimulation (rTMS).[45] Terapi elektrokonvulsif telah memperlihatkan penurunan gejala psikosis yang berhubungan dengan schizophrenia,[46] mania dan depression dan sering digunakan di rumah sakit jiwa.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Paracusia". Medical dictionary. 
  2. ^ Yuhas D. "Throughout History, Defining Schizophrenia Has Remained A challenge". Scientific American Mind (March 2013). Diakses tanggal 2 March 2013. 
  3. ^ Thompson A (September 15, 2006). "Hearing Voices: Some People Like It". LiveScience.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 November 2006. Diakses tanggal 2014-02-01. 
  4. ^ Semple D (2005). Oxford Hand Book of Psychiatry. Oxford Press. 
  5. ^ Deutsch D (2019). "Hallucinations of music and speech". Musical Illusions and Phantom Words: How Music and Speech Unlock Mysteries of the Brain. Oxford University Press. ISBN 9780190206833. LCCN 2018051786. 
  6. ^ "Rare Hallucinations Make Music In The Mind". ScienceDaily.com. August 9, 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 December 2006. Diakses tanggal 2006-12-31. 
  7. ^ Young K (July 27, 2005). "IPod hallucinations face acid test". Vnunet.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-20. Diakses tanggal 2008-04-10. 
  8. ^ Engmann B, Reuter M (April 2009). "Spontaneous perception of melodies – hallucination or epilepsy?". Nervenheilkunde. 28: 217–221. ISSN 0722-1541. 
  9. ^ Hugdahl K, Løberg EM, Nygård M (May 2009). "Left temporal lobe structural and functional abnormality underlying auditory hallucinations in schizophrenia". Frontiers in Neuroscience. 3 (1): 34–45. doi:10.3389/neuro.01.001.2009alt=Dapat diakses gratis. PMC 2695389alt=Dapat diakses gratis. PMID 19753095. 
  10. ^ Hugdahl K, Løberg EM, Nygård M (May 2009). "Left temporal lobe structural and functional abnormality underlying auditory hallucinations in schizophrenia". Frontiers in Neuroscience. 3 (1): 34–45. doi:10.3389/neuro.01.001.2009alt=Dapat diakses gratis. PMC 2695389alt=Dapat diakses gratis. PMID 19753095. 
  11. ^ Ikuta T, DeRosse P, Argyelan M, Karlsgodt KH, Kingsley PB, Szeszko PR, Malhotra AK (December 2015). "Subcortical modulation in auditory processing and auditory hallucinations". Behavioural Brain Research. 295: 78–81. doi:10.1016/j.bbr.2015.08.009. PMC 4641005alt=Dapat diakses gratis. PMID 26275927. 
  12. ^ a b c d e f Kaufmann C, Agalawatta N, Masson M, Malhi GS (May 2017). "Phenomenal Insights: Extraordinary auditory hallucinations-Thought sonorisation". The Australian and New Zealand Journal of Psychiatry. 51 (5): 538–539. doi:10.1177/0004867417703488. PMID 28415876. 
  13. ^ a b c Mellor CS (July 1970). "First rank symptoms of schizophrenia. I. The frequency in schizophrenics on admission to hospital. II. Differences between individual first rank symptoms". The British Journal of Psychiatry. 117 (536): 15–23. doi:10.1192/S0007125000192116. PMID 5479324. 
  14. ^ American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-5®). American Psychiatric Publications. ISBN 9780890425572. 
  15. ^ a b c d Nayani TH, David AS (January 1996). "The auditory hallucination: a phenomenological survey". Psychological Medicine. 26 (1): 177–89. doi:10.1017/s003329170003381x. PMID 8643757. 
  16. ^ Mellor CS (July 1970). "First rank symptoms of schizophrenia. I. The frequency in schizophrenics on admission to hospital. II. Differences between individual first rank symptoms". The British Journal of Psychiatry. 117 (536): 15–23. doi:10.1192/S0007125000192116. PMID 5479324. 
  17. ^ a b Humpston CS, Broome MR (September 2016). "The spectra of soundless voices and audible thoughts: Towards an integrative model of auditory verbal hallucinations and thought insertion". Review of Philosophy and Psychology. 7 (3): 611–629. doi:10.1007/s13164-015-0232-9. 
  18. ^ Sacks, Oliver (2007). Musicophilia: Tales of Music and the Brain. First Vintage Books. hlm. 41–48. ISBN 978-1-4000-3353-9. 
  19. ^ "Earworms: Why songs get stuck in our heads". 2012-03-07. 
  20. ^ "Oxford Dictionaries: "earworm"". Oxford University Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-14. Diakses tanggal July 4, 2013. 
  21. ^ "Earworms: Why songs get stuck in our heads". 2012-03-07. 
  22. ^ www.medicinet.com, Tinnitus (Ringing in the Ears and Other Ear Noise). Diakses pada 13 Agustus 2012.
  23. ^ Woods A, Jones N, Alderson-Day B, Callard F, Fernyhough C (April 2015). "Experiences of hearing voices: analysis of a novel phenomenological survey". The Lancet. Psychiatry. 2 (4): 323–331. doi:10.1016/S2215-0366(15)00006-1. PMC 4580735alt=Dapat diakses gratis. PMID 26360085. 
  24. ^ Hwang, Melissa; Roh, Youkyung S.; Talero, Jessica; Cohen, Bruce M.; Baker, Justin T.; Brady, Roscoe O.; Öngür, Dost; Shinn, Ann K. (2021). "Auditory hallucinations across the psychosis spectrum: Evidence of dysconnectivity involving cerebellar and temporal lobe regions". NeuroImage: Clinical (dalam bahasa Inggris). 32: 102893. doi:10.1016/j.nicl.2021.102893. PMID 8636859. 
  25. ^ "Bipolar disorder hallucinations". www.medicalnewstoday.com (dalam bahasa Inggris). 2023-10-18. Diakses tanggal 2024-08-10. 
  26. ^ "Bipolar Hallucinations: Why They Happen and How to Cope". Healthline (dalam bahasa Inggris). 2021-09-24. Diakses tanggal 2024-08-11. Two different types of psychosis can happen with bipolar disorder: Mood congruent psychosis. The symptoms you experience align with the mood episode. You might hear people laughing and talking or cheering you on during an episode of mania, for example. This type is more common. Mood incongruent psychosis. These symptoms conflict with your mood state. In a state of depression, for example, you might believe you’re actually someone famous, or hear a voice telling you that you’re invincible. 
  27. ^ Yassin, Fiona (2023-10-03). "Experiences of Hallucinations and Delusions Among Young People With BPD". thewaveclinic.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-08-11. Research shows that between 26% and 54% of people with BPD experience hallucinations, delusions, or other types of psychosis. They’re most likely to experience auditory hallucinations of repetitive words or whole phrases. Many people say that their hallucinations are connected to previous traumatic experiences. 
  28. ^ a b Chaudhury, Suprakash (2010). "Hallucinations: Clinical aspects and management". Industrial Psychiatry Journal. 19 (1): 5–12. doi:10.4103/0972-6748.77625. ISSN 0972-6748. PMC 3105559alt=Dapat diakses gratis. PMID 21694785. Severe depression is sometimes accompanied by auditory hallucinations, which are usually transient and limited to single words or short phrases and, generally, saying things consistent with the patient's depressed mood. Auditory hallucinations may also occur in mania. The voices usually talk directly to the patient and the content is congruent with the patient's abnormally elevated mood. Negative hallucinations have been reported in depression. 
  29. ^ Dorahy, Martin J.; Nesbit, Amy; Palmer, Rachael; Wiltshire, Bailey; Cording, Jacinta R.; Hanna, Donncha; Seager, Lenaire; Middleton, Warwick (2023-09). "A comparison between auditory hallucinations, interpretation of voices, and formal thought disorder in dissociative identity disorder and schizophrenia spectrum disorders". Journal of Clinical Psychology (dalam bahasa Inggris). 79 (9): 2009–2022. doi:10.1002/jclp.23522. ISSN 0021-9762. When comparing DID and schizophrenia on aspects of voice hearing, Dorahy et al. (2009) found that the DID group were more likely to hear voices before age 18, hear voices constantly, hear more than two voices, and hear both child and adult voices. Similarly, Laddis and Dell (2012) found that when compared with SSD, DID participants more frequently heard child voices, persecutory voices, angry voices, and voices arguing and commenting. 
  30. ^ a b c Cleveland Clinic (2022-10-06). "Auditory Hallucinations". 
  31. ^ Ratcliffe, Matthew; Wilkinson, Sam (2016-01). "How anxiety induces verbal hallucinations". Consciousness and Cognition. 39: 48–58. doi:10.1016/j.concog.2015.11.009. ISSN 1053-8100. PMC 4710580alt=Dapat diakses gratis. PMID 26683229. It has also been hypothesised that increased anxiety both triggers VHs and shapes their content, although the mechanism remains unclear 
  32. ^ "OCD with Hallucinations". Psych Central (dalam bahasa Inggris). 2016-05-17. Diakses tanggal 2024-08-11. Many people with OCD also experience quasi-hallucinations. With a quasi-hallucination, you know it’s not real, but the feeling is still strong. For example, you might feel dirt on your skin and have a compulsion to wash it off, even though you know there isn’t really dirt on your skin. 
  33. ^ "Schizophrenia". National Alliance on Mental Illness (NAMI). Diakses tanggal November 20, 2019. 
  34. ^ Thakur, Tanu; Gupta, Vikas (2024). Auditory Hallucinations. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 32491565. 
  35. ^ "Schizoaffective disorder - Symptoms and causes". Mayo Clinic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-08-11. 
  36. ^ Hugdahl K, Løberg EM, Specht K, Steen VM, van Wageningen H, Jørgensen HA (2008). "Auditory hallucinations in schizophrenia: the role of cognitive, brain structural and genetic disturbances in the left temporal lobe". Frontiers in Human Neuroscience. 1: 6. doi:10.3389/neuro.09.006.2007alt=Dapat diakses gratis. PMC 2525988alt=Dapat diakses gratis. PMID 18958220. 
  37. ^ Thraenhardt, Bettina (2006-12-01). "Hearing Voices". Scientific American (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-08-07. 
  38. ^ a b hearingvoicesnetworkireland
  39. ^ Barker P (2009). Psychiatric and Mental Health Nursing - The craft of caring (edisi ke-2nd). England: Hodder Arnold. ISBN 978-1-4987-5958-8. 
  40. ^ a b Penn DL, Meyer PS, Evans E, Wirth RJ, Cai K, Burchinal M (April 2009). "A randomized controlled trial of group cognitive-behavioral therapy vs. enhanced supportive therapy for auditory hallucinations". Schizophrenia Research. 109 (1–3): 52–59. doi:10.1016/j.schres.2008.12.009. PMID 19176275. 
  41. ^ Hayashi N, Igarashi Y, Suda K, Nakagawa S (December 2007). "Auditory hallucination coping techniques and their relationship to psychotic symptomatology". Psychiatry and Clinical Neurosciences. 61 (6): 640–645. doi:10.1111/j.1440-1819.2007.01741.xalt=Dapat diakses gratis. PMID 18081625. 
  42. ^ Shergill SS, Murray RM, McGuire PK (August 1998). "Auditory hallucinations: a review of psychological treatments". Schizophrenia Research. 32 (3): 137–150. doi:10.1016/S0920-9964(98)00052-8. PMID 9720119. 
  43. ^ Chadwick P, Birchwood M (February 1994). "The omnipotence of voices. A cognitive approach to auditory hallucinations". The British Journal of Psychiatry. 164 (2): 190–201. doi:10.1192/bjp.164.2.190. PMID 8173822. 
  44. ^ Rosenberg O, Roth Y, Kotler M, Zangen A, Dannon P (February 2011). "Deep transcranial magnetic stimulation for the treatment of auditory hallucinations: a preliminary open-label study". Annals of General Psychiatry. 10 (1): 3. doi:10.1186/1744-859X-10-3alt=Dapat diakses gratis. PMC 3045391alt=Dapat diakses gratis. PMID 21303566. 
  45. ^ Matheson SL, Green MJ, Loo C, Carr VJ (May 2010). "Quality assessment and comparison of evidence for electroconvulsive therapy and repetitive transcranial magnetic stimulation for schizophrenia: a systematic meta-review". Schizophrenia Research. 118 (1–3): 201–210. doi:10.1016/j.schres.2010.01.002. PMID 20117918. 
  46. ^ Pompili M, Lester D, Dominici G, Longo L, Marconi G, Forte A, et al. (May 2013). "Indications for electroconvulsive treatment in schizophrenia: a systematic review". Schizophrenia Research. 146 (1–3): 1–9. doi:10.1016/j.schres.2013.02.005. hdl:11567/691409. PMID 23499244.