Tubuh manusia menurut Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tubuh manusia menurut Islam diciptakan oleh Allah dari bahan berupa saripati tanah. Berdasarkan dalil dalam Al-Qur'an, mayoritas ulama berpendapat bahwa terdapat perbedaan sumber antara bahan yang digunakan untuk penciptaan tubuh Adam sebagai manusia pertama (Surah Al-Hijr), tubuh Hawa sebagai manusia kedua (Surah Ya Sin), dan tubuh dari keturunan Adam dan Hawa (Surah Al-Mu'minun).

Dalam ajaran Islam, tubuh manusia dibentuk oleh Allah dengan bentuk terbaik yang memiliki sifat seimbang dalam susunan dan stuktur organ. Allah menetapkan jiwa sebagai pelengkap dan penyempurna dari tubuh manusia. Karena itu, tubuh manusia memiliki potensi jasmani yang kondisinya terpengaruh secara langsung oleh kondisi jiwa secara individu.

Di dalam Al-Qur'an, tubuh manusia disebut sebagai basyar untuk menyatakan sifat-sifat biologis pada individu manusia. Secara fisik, tubuh manusia mirip dengan tubuh hewan tetapi dengan kondisi kekuatan otot yang lebih lemah. Tubuh manusia juga diciptakan berbeda-beda dari segi jenis kelamin, postur tubuh, dan warna kulit dengan tujuan agar manusia dapat saling mengenal satu sama lain.

Kemampuan utama dari tubuh manusia ialah dapat digerakkan. Potensi tertinggi bagi tubuh manusia adalah pencapaian kondisi jiwa yang tenang di dalam Surga yang salah satunya dapat dicapai melalui zikir. Penjagaan tubuh manusia dilakukan dengan mengenakan pakaian, pemeliharaan hati, pengendalian iman dan pengobatan. Keterikatan antara jiwa dan tubuh manusia menjadi penentu kematian dari individu manusia.

Penciptaan[sunting | sunting sumber]

Bahan[sunting | sunting sumber]

Lumpur berwarna hitam, salah satu bahan utama dalam penciptaan tubuh Adam sebagai manusia pertama dalam ajaran islam.

Di dalam Al-Qur'an dinyatakan bahwa tubuh manusia merupakan hasil ciptaan Allah dari bahan tanah. Kemampuan bertahan hidup manusia di Bumi berasal dari unsur penciptaan yang bersifat kimiawi yang bersumber dari Bumi. Allah menyatakan hubungan antara tubuh manusia dengan Bumi dalam Surah Hud ayat ke-61 setelah menyebutkan kenabian Shaleh atas kaum Tsamud.[1] Penciptaan tubuh manusia dikisahkan dalam penyampaian Allah kepada para malaikat mengenai kehendak Allah untuk menciptakan makhluk berbahan tanah liat kering bercampur lumpur hitam. Kisah ini dinyatakan dalam Surah Al-Hijr ayat ke-28 dan ke-29.[2] Kedua ayat ini merupakan pengisahan Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan secara langsung oleh Allah dari tanah kering. Sementara penyebutan bahannya dari lumpur hitam disebutkan dalam Surah Al-Hijr ayat ke-26.[3]

Penciptaan manusia kedua yaitu Hawa diisyaratkan dalam Surah Ya Sin ayat ke-36. Ayat ini menyebutkan bahwa tiap ciptaan Allah diciptakan bersama dengan pasangannya. Pasangan-pasangan ini ada yang tumbuh dari Bumi dan ada yang berasal dari diri makhluk hidup lainnya. Hawa dalam hal ini diciptakan sebagai istri Adam sebagai makhluk yang disebut manusia.[4] Penciptaan manusia kedua disebutkan dalam Surah An-Nisa' ayat ke-1. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa manusia pada awalnya hanya tunggal berjenis kelamin laki-laki. Lalu Allah menciptakan istri yang menjadi pasangan dari laki-laki yang tunggal tersebut. Lalu dari laki-laki dan perempuan yang tunggal ini, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang banyak melalui proses perkembangbiakan.[5] Mayoritas ulama berpendapat bahwa bahan penciptaan Hawa sendiri ialah bagian tubuh manusia yang terdapat pada Adam yaitu tulang rusuk. Pendapat ini diperkuat oleh hadis periwayatan Muhammad bin Ismail al-Bukhari dan Muslim bin al-Hajjaj yang menyebutkan bahwa perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk Adam.[5]

Sementara itu, keturunan dari Adam dan Hawa diciptakan dari proses reproduksi, kecuali Isa. Dalil yang menyatakannya di dalam Al-Qur'an ialah Surah Al-Mu'minun ayat ke-23 dan ke-24. Dalam kedua ayat ini dijelaskan bahwa manusia berasal dari saripati tanah yang membentuk nutfah di dalam rahim. Lalu dari nutfah ini terjadi perkembangan menjadi darah, lalu menjadi daging  dan kemudian membentuk tulang-belulang. Tulang-belulang ini kemudian dibungkus dengan daging. Saripati tanah yang dimaksud dalam ayat ini adalah protein yang berasal dari nutrisi makanan yang sumber asalnya semua dari tanah.[6] Saripati tanah diserap oleh tumbuhan dan sebagian hewan memakan tumbuhan. Manusia kemudian memakan tumbuhan dan hewan yang mengandung saripati tanah.[7] Saripati tanah kemudian diubah menjadi hormon berbentuk sperma melalui metabolisme tubuh manusia. Ketika terjadi pembauran antara sperma dan sel telur wanita di dalam rahim selama hubungan seksual dalam pernikahan, terjadilah proses pembentukan tubuh manusia hingga menjadi sempurna di dalam rahim.[6]

Proporsi[sunting | sunting sumber]

Proporsi tubuh manusia yang memiliki sifat seimbang

Dalam Surah Al-Infitar ayat ke-7 dan ke-8 dinyatakan bahwa tubuh manusia disempurnakan bentuknya oleh Allah untuk kemudian diberi keseimbangan. Sifat keseimbangan ini berkaitan dengan bentuk tubuh dan struktur tubuh manusia.[8] Dalam aspek penciptaan makhluk, manusia ditetapkan sebagai makhluk yang paling unik bentuk dan tatanannya. Dalam Surah At-Tin ayat 4 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dengan bentuk terbaik. Tubuh manusia terpengaruh langsung oleh kondisi jiwa dan teramati melalui mekanisme tiap organ di dalamnya. Kondisi bentuk dan struktur tubuh manusia menjadikannya berbeda dengan makhluk lainnya.[9]

Tubuh manusia dibentuk dengan potensi jasmani. Potensi ini membedakan manusia dari jin dan malaikat. Potensi jasmani pada tubuh manusia mulai ada sejak individu manusia berada di dalam rahim dari ibu yang mengandungnya. Jasmani dari manusia disempurnakan oleh Allah dengan membentuk telinga, gigi, kulit, mata, kaki, tangan, dan organ tubuh seperti jantung dan limpa. Karena wujud jasmani ini, manusia akan mengikuti hukum-hukum Allah berkaitan dengan materi. Wujudnya antara lain kulit manusia akan menjadi keriput, gigi akan tanggal dan mata menjadi rabun.[10]

Penyempurnaan[sunting | sunting sumber]

Manusia menjadi sempurna sebagai makhluk setelah melalui proses penyempurnaan oleh Allah.[2] Penyempurnaan oleh Allah atas manusia ialah dengan memberi bentuk tubuh dan memasukkan roh ke dalam tubuh manusia.[2] Komponen penyempurna manusia ada tiga, yaitu tubuh, jiwa dan ruh.[11]

Sifat[sunting | sunting sumber]

Dalam Al-Qur'an, tubuh manusia secara biologis dinyatakan dengan istilah basyar.  Penyebutan basyar secara keseluruhan sebanyak 37 kali di dalam Al-Qur'an. Tubuh manusia dalam perujukan basyar selalu dikaitkan dengan frasa "sama sepertimu" dan "sama seperti kalian" bagi penyebutan permisalan bagi Muhammad sebagai seorang nabi dalam Islam. Frasa "sama sepertimu" disebutkan sebanyak 7 kali, sedangkan frasa "sama seperti kalian" disebutkan sebanyak 6 kali. Salah satu ayat yang menyebutkan frasa  "sama sepertimu" ialah Surah Al-Kahfi ayat ke-110.[12]  Tubuh manusia dalam istilah basyar selalu dinyatakan dengan sifat-sifat manusia yang bersifat biologis. Dalam Surah Al-Mu'minun ayat 33 dinyatakan bahwa dua sifat dari manusia ialah makan dan minum.[13]

Secara penampilan biologis, tubuh manusia tidak memiliki banyak perbedaan dengan tubuh hewan. Kesamaan antara tubuh manusia dan hewan terletak pada keberadaan bentuk, bobot, penempatan ruang dan pergerakan dalam dimensi waktu. Tubuh manusia juga memerlukan berbagai kegiatan guna memenuhi kebutuhan secara biologis. Dalam proses fisika dan kimia, tubuh manusia menghasilkan kekuatan otot yang lebih lemah dibandingkan hewan-hewan tertentu. Tubuh manusia tidak dapat berlari lebih cepat dari kuda. Kemampuan melompat manusia lebih rendah dibandingkan dengan kikjang. Keahlian memanjat manusia juga lebih rendah dibandingkan dengan monyet. Tubuh manusia juga kalah dengan gajah dalam hal kemampuan mengangkat barang. Selain itu, kemampuan berenang manusia lebih rendah dibandingkan dengan ikan. Penggunaan istilah basyar di dalam Al-Qur'an juga menegaskan keterbatasan tubuh manusia secara biologis.[14]

Tubuh manusia dalam istilah basyar memiliki esensi yang sama namun terdapat perbedaan ciri fisik seperti jenis kelamin, postur tubuh, dan warna kulit. Perbedaan ini sendiri memiliki tujuan yang telah ditetapkan oleh Allah supaya manusia dapat saling mengenal satu sama lain. Tujuan ini dinyatakan dalam Surat al-Hujurat ayat ke-10.[15]

Tubuh manusia juga memiliki sifat kesatuan bersama dengan ruh dan jiwa. Selama manusia masih dalam keadaan hidup di dunia, ketiga komponen ini memiliki sifat yang berlawanan tetapi tidak terpisahkan dan membuat manusia menjadi makhluk istimewa. Tubuh manusia berperan sebagai aspek fisik, sementara jiwa berperan dalam aspek psikis dan ruh berperan dalam aspek transendental dan spiritual.[16]

Kebutuhan[sunting | sunting sumber]

Dalam ajaran Islam, tubuh manusia merupakan unsur jasmani yang terbuat dari materi. Karena itu, tubuh manusia memiliki kebutuhan yang bersifat materiil.[17]  

Pemanfaatan[sunting | sunting sumber]

Tubuh manusia merupakan bentuk fisik yang menjadi aspek penting bagi manusia.[18] Kondisi yang sehat dan kuat serta dapat bergerak pada tubuh manusia merupakan suatu manfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. Kemampuan-kemampuan ini dalam Islam dinyatakan sebagai rezeki dalam Islam yang berasal dari Allah. Tenaga, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh tubuh manusia dimanfaatkan untuk beramal. Amalan-amalan tubuh manusia dapat menggantikan peran dari harta berbentuk uang. Tubuh manusia yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat merupakan bentuk infak dari rezeki sesuai dengan penjelasan dari Surah Al-Baqarah ayat ke-3.[19]

Pengembangan potensi[sunting | sunting sumber]

Tubuh manusia terdiri dari sistem organ. Pengelolaan potensinya untuk kebenaran dan kebijaksanaan hingga kematian terjadi pada individu manusia telah diatur oleh Allah di dalam Al-Qur'an. Pengaturan ini berkaitan dengan kedudukan Allah sebagai pencipta tubuh manusia sekaligus pemberi petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Pemeliharaan tubuh manusia ini sekaligus untuk mengadakan perawatan atas potensi jiwa dan fitrah yang dimiliki oleh manusia dalam perantaraan roh yang diberikan oleh Allah. Tubuh manusia telah terpelihara ketika jiwa yang ada di dalamnya telah masuk ke dalam surga. Kondisi ini dinyatakan dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Fajr ayat ke-27–30. Dalam ayat ini, Allah menyeru kepada para jiwa manusia yang dalam kondisi tenang untuk berkumpul bersama di dalam surga. Jiwa yang tenang ini merupakan hasil dari kepuasan jiwa dan keridaan Allah atas jiwa tersebut.[20]

Zikir[sunting | sunting sumber]

Zikir menggunakan anggota tubuh merupakan salah satu bentuk zikir yang dapat mengembangkan potensi hati yang dimiliki oleh manusia. Materi utama yang digunakan untuk melakukan zikir anggota tubuh ialah membaca Al-Qur'an dan memahami isinya lalu mengamalkannya. Kegiatan ini akan mengembangkan kepribadian yang baik bagi manusia dalam segala hal.[21]

Penjagaan[sunting | sunting sumber]

Berpakaian[sunting | sunting sumber]

Ajaran Islam telah mengatur ketentuan untuk menutup tubuh dengan berpakaian. Dalam Surah Al-Ahzab ayat ke-59, terdapat perintah dari Allah kepada Muhammad sebagai nabi untuk menyampaikan kepada para wanita untuk menutupi seluruh tubuh menggunakan jilbab. Perintah ini diwajibkan atas istri-istri dan anak-anak perempuan Muhammad serta istri-istri orang mukmin. Penutupan ini dijelaskan bertujuan untuk mengenali muslimah dan menghilangkan gangguan dari orang lain.[22] Muhammad sebagai nabi menjelaskan bahwa seluruh tubuh yang ditutupi oleh perempuan kecuali wajah dan telapak tangan yang tidak termasuk sebagai aurat bagi wanita. Ini diperoleh dari periwayatan Abu Dawud yang tersambung ke Asma' binti Abu Bakar. Pakaian muslimah juga tidak boleh ketat karena dapat memperlihatkan lekuk tubuh, serta tidak boleh tipis sampai memperlihatkan warna kulit.[23]

Pemeliharaan hati[sunting | sunting sumber]

Dalam kitab Ihya' Ulumuddin, Al-Ghazali menyatakan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia di permukaan Bumi. Sementara itu, manusia memiliki bagian yang bersifat mulia di tubuhnya yaitu hati.[24] Hati dalam ajaran islam lebih dikaitkan dengan sesuatu yang digunakan oleh manusia untuk memahami kebenaran. Fungsi hati sama dengan akal tetapi memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan berkaitan erat dengan agama dan keimanan. Penerimaan atau penolakan atas kebenaran agama dilakukan oleh hati. Pernyataan ini disebutkan dalam Surah Al-An’am ayat ke-110 dan Surah Al-A’raf ayat ke-100.[25]

Setiap individu manusia dikuasai oleh kondisi hatinya. Keberadaan hari menentukan kualitas manusia. Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Muhammad menyatakan bahwa hati itu adalah sebuah daging di dalam tubuh manusia. Ketika hati dalam kondisi baik, maka tubuh manusia seluruhnya menjadi baik. Sebaliknya, ketika hati dalam kondisi rusak, maka tubuh manusia juga akan rusak. Hati memiliki potensi untuk dipelihara dengan dengan memperbanyak zikir menyebut nama-nama Allah disertai dengan pertobatan dan permohonan ampun kepada Allah.[25]

Pengendalian iman[sunting | sunting sumber]

Keimanan dalam Islam memberikan pengaruh bagi fungsi biologis dari tubuh manusia pada diri mukmin. Pengendalian iman dapat menyeimbangkan kondisi fisiologis tubuh manusia akibat terjadinya tanggapan oleh indra maupun akal. Keimanan dapat mengatasi rasa takut, marah, putus asa, dan lemah. Selain itu, keimanan mencegah terjadinya penyakit-penyakit pada masa modern seperti tekanan darah tinggi, kanker dan diabetes.[26]

Pengobatan[sunting | sunting sumber]

Seorang muslim yang menjadi muslim memiliki batasan dalam penanganan medis bagi pasien. Kedokteran Islam mensyaratkan tidak adanya kecatatan pada pasien oleh dokter melalui pengobatan. Kecuali jika kecatatan itu mesti dilakukan agar pasien dapat diobati. [27]

Kematian[sunting | sunting sumber]

Dalam Surah Az-Zumar ayat ke-42 dinyatakan mengenai kondisi kematian tubuh manusia. Kondisi ini dikaitkan dengan keberadaan ruh di dalam tubuh manusia ketika sedang tidur dan ketika mati. Pada orang yang tidur, ruh dilepaskan hanya hingga waktu tertentu dan akan kembali ke dalam tubuh manusia. Sementara pada orang yang mati, Allah melepaskan ruh dari tubuhnya dan tidak mengembalikannya.[28]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Junus 2013, hlm. 21-22.
  2. ^ a b c Junus 2013, hlm. 23.
  3. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 24.
  4. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 24-25.
  5. ^ a b Bakhtiar 2018, hlm. 25.
  6. ^ a b Bakhtiar 2018, hlm. 26-27.
  7. ^ Rohidin 2020, hlm. 5-6.
  8. ^ Junus 2013, hlm. 23-24.
  9. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 34.
  10. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 29.
  11. ^ Junus 2013, hlm. 24.
  12. ^ Junus 2013, hlm. 17.
  13. ^ Junus 2013, hlm. 17-18.
  14. ^ Junus 2013, hlm. 37-38.
  15. ^ Rohidin 2020, hlm. 2-3.
  16. ^ Junus 2013, hlm. 39.
  17. ^ Sahmiar 2015, hlm. 31.
  18. ^ Junus 2013, hlm. 37.
  19. ^ Asy-Sya'rawi, M. Mutawalli (2007). Basyarahil, U., dan Legita, I. R., ed. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan oleh al-Mansur, Abu Abdillah. Jakarta: Gema Insani. hlm. 5. ISBN 978-602-250-866-3. 
  20. ^ Junus 2013, hlm. 9.
  21. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 83.
  22. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 139.
  23. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 139-140.
  24. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 202.
  25. ^ a b Bakhtiar 2018, hlm. 32.
  26. ^ Sahmiar 2015, hlm. 38.
  27. ^ Sahmiar 2015, hlm. 77.
  28. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 33.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]