Mustafa Sjarief Soepardjo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Soepardjo (lahir 1923))
Brigjen Soepardjo

Brigadir Jenderal TNI Mustafa Sjarief Soepardjo atau Soepardjo (23 Maret 1923 – 16 Mei 1970) adalah seorang Brigadir Jenderal di TNI Angkatan Darat. Dia adalah salah satu pemimpin Gerakan 30 September, sebuah kelompok yang membunuh enam jenderal tertinggi TNI Angkatan Darat dan melancarkan upaya kudeta yang gagal pada 30 September 1965.

Biografi[sunting | sunting sumber]

Soepardjo adalah komandan resimen Divisi Siliwangi yang ditempatkan di Jawa Barat. Sebagai akibat dari simpati dan tindakan pro-Komunisnya, ia dikirim ke Kalimantan, jauh dari pusat kekuasaan di Jawa, dan ikut serta dalam aksi-aksi Indonesia melawan pasukan Inggris dan Malaysia di Kalimantan (Konfrontasi Indonesia-Malaysia). Berbasis di Menggaian di Kalimantan Barat, ia memimpin Komando Tempur Keempat KOSTRAD, pasukan cadangan strategis Angkatan Darat.

Pada tanggal 28 September 1965, ia meninggalkan jabatannya tanpa sepengetahuan Panglima KOSTRAD saat itu, Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden Indonesia). Ia menerima telegram dari istrinya yang menyatakan bahwa anaknya sakit. Pada persidangan Soepardjo di tahun 1967, seorang mantan pejabat Komunis bersaksi bahwa kabel tersebut merupakan kode antara Soepardjo dan orang-orang Komunis yang ikut serta dalam kudeta, dan bahwa alasan sebenarnya dari kembalinya Soepardjo ke Jawa adalah untuk membantu memimpin kudeta.

Beberapa kolega militer Soepardjo melaporkan bahwa ia merasa kesal karena lambatnya kenaikan pangkatnya dan mungkin memiliki dendam kepada Panglima Angkatan Darat, Jenderal Ahmad Yani, yang merupakan salah satu korban utama Gerakan 30 September. Menurut Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, komandan para-komando RPKAD yang sangat anti-komunis, Soepardjo meminta bala bantuan RPKAD untuk dikirim ke Kalimantan pada tanggal 1 Oktober. Ketika Sarwo Edhie mendengar adanya upaya kudeta, perintah berlayar ke Kalimantan dibatalkan.

Setelah kegagalan kudeta tersebut, Soepardjo bersembunyi. Ia akhirnya ditangkap pada tanggal 12 Januari 1967. Dia dinyatakan bersalah atas pengkhianatan, dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi oleh regu tembak pada tanggal 16 Mei 1970.[1]

Peran dalam Gerakan 30 September[sunting | sunting sumber]

Menjelang 30 September, Brigjen Soepardjo terbang dari Kalimatan khusus ke Jakarta untuk ikut serta dalam Gerakan 30 September 1965 tersebut. Dia yang melaporkan penangkapan jenderal-jenderal kepada Soekarno. Dia juga yang mendapat perintah Soekarno untuk menghentikan gerakan dan menghindari pertumpahan darah. Tengah hari 1 Oktober 1965, Brigjen Soepardjo membawa amanat itu pulang ke Cenko II yang bertempat di rumah Sersan Udara Anis Suyatno, kompleks Lubang Buaya. Perintah itu didiskusikan oleh para pimpinan pelaksana gerakan September 1965. Brigjen Soepardjo dan pasukan Diponegoro, terlibat pertempuran bersenjata melawan pasukan RPKAD yang menyerang mereka.

Bersama Sjam dan Pono, Brigjen Soepardjo menyelamatkan diri ke rumah Pono di Kramat Pulo, Jakarta Pusat. Kemudian mereka menemui Sudisman di markas darurat CC PKI. Setelah tertangkap, Brigjen Soepardjo langsung diamankan ke RTM untuk kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. Berbeda dengan Sjam yang ditempatkan di ruang VIP dalam tahanan militer, eks Brigjen Soepardjo berbaur dengan tapol lainnya. Seorang mantan tapol yang biliknya berdekatan dengan Soepardjo memberikan kesaksian, ketika esoknya akan dihukum mati, malamnya Soepardjo sempat mengumandangkan adzan. Kumandang adzan itu sempat membuat hati para sebagian penghuni penjara yang mendengarkan tersentuh dan merinding.[2]

Tertangkapnya Brigjen Soepardjo[sunting | sunting sumber]

Brigjen Soepardjo tertangkap pada hari lebaran. Menjelang hari Lebaran, Panglima Kodam Jaya Brigjen Amir Machmud mendapat tugas khusus. Perintah datang langsung dari Panglima Kostrad merangkap pimpinan sementara TNI AD Letjen Soeharto. Sang buronan adalah perwira berpangkat Brigadir Jenderal, pangkat tertinggi seorang tentara yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September (G30S) 1965. Bersama Letnan Kolonel Untung Syamsuri dari Resimen Tjakrabirawa, dia dituding ikut merancang penculikan sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat. Tercatat sejak Oktober 1965, Soepardjo telah masuk daftar buruan Kodim 0501/Jakarta Pusat. Untuk meringkus Soepardjo secepatnya, Panglima Kodam Jaya Amir Machmud menggelar operasi intelijen. Tim khusus dibentuk dalam operasi bersandi “kalong”. Dinamakan demikian karena tim operasi bergerak malam hari, seperti kalong. Operasi Kalong dipimpin oleh Kapten Cpm Suroso. Personelnya berasal dari Kompi Raiders Kodam V Jaya yang dipersiapkan sebagai pasukan tempur. Selain itu, kelompok pengintai di bawah pimpinan Pembantu Letnan M. Afandi bertugas mencari informasi persembunyian Soepardjo.[3]

Pada 10 Januari 1967, lokasi persembunyian Soepardjo diketahui berada di Komplek KKO Cilincing, Jakarta Utara. Salah seorang anggota KKO AL, Mayor KKO Adnan Suwardi menampung Soepardjo dikediamannya. Tim Operasi Kalong bergegas menyerbu ke Cilincing. Namun Soepardjo berhasil melarikan diri menuju Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Pagi hari menjelang subuh 12 Januari 1967, Tim Operasi Kalong bergerak ke arah Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Pasukan memasuki komplek perumahan AURI pukul 05.30. Dalam penggeledahan, Soepardjo berhasil ditangkap di loteng rumah Kopral Udara Sutardjo. Soepardjo terpaksa turun dari loteng setelah seorang pasukan penangkap mengancam akan menembaknya. Selain Soepardjo turut terciduk Anwar Sanusi, seorang penulis buku pelajaran sejarah dan anggota PKI.

Kabar teringkusnya Soepardjo sampai kepada Panglima Kodam Jaya Brigjen Amir Machmud pada siang hari. Berita itu dilaporkan Letnan Kolonel Soedjiman ketika Brigjen Amir Machmud selesai sholat Ied di lapangan Banteng. Pada 15 Mei 1970, sehari sebelum pelaksanaan eksekusi, seluruh keluarga Soepardjo berkumpul untuk terakhir kali dalam suasana hangat. Semula Soepardjo meminta agar eksekusi dilakukan dengan mata terbuka. Tapi setelah dibicarakan dengan keluarga, niat itu urung dilaksanakan.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]