Resimen Tjakrabirawa
| Resimen Tjakrabirawa | |
|---|---|
| Aktif | 6 Juni 1962–28 Maret 1966 |
| Negara | |
| Cabang | Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Polisi |
| Tipe unit | Unit keamanan pelindung |
| Peran | Perlindungan dan pengawalan bagi Presiden, dan keluarganya |
| Bagian dari | Tentara Nasional Indonesia (TNI) |
| Markas | Jakarta |
| Moto | Dirgayu Satyawira (Prajurit Setia Berumur Panjang) |
| Warna Baret | Merah Bata |
| Tokoh | |
| Tokoh berjasa |
|
Resimen Tjakrabirawa adalah satuan pasukan pengawal dan pengamanan mantan Presiden Indonesia Soekarno. Satuan ini dibubarkan pada tahun 1966 karena terlibat dalam upaya kudeta Gerakan 30 September.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]
Resimen Tjakrabirawa dibentuk pada 6 Juni 1962 oleh Presiden Soekarno atas usul para perwira militer setelah upaya pembunuhan terhadap kepala negara, yang terakhir terjadi pada 14 Mei tahun itu.[1] Tugas utamanya adalah memberikan keamanan bagi presiden dan keluarganya. Keamanan bagi presiden meliputi perlindungan individu dan perlindungan wilayah. Personelnya direkrut dari berbagai cabang militer Indonesia, seperti Raider Angkatan Darat dan Pasukan Para Komando Angkatan Darat, Korps Komando Operasi Angkatan Laut (KKO), Pasukan Gerak Cepat Angkatan Udara (PGT), dan Brigade Mobil Polisi (BRIMOB).[2] Komandan pertama dan wakil komandan adalah Brigadir Jenderal M. Sabur dan Kolonel Maulwi Saelan. Presiden Soekarno memberi nama "Tjakrabirawa" berdasarkan senjata suci fiktif Kresna dalam mitologi wayang. Lambang resimennya adalah "Cakra" emas di latar belakang pentagonal merah gelap. Anggota resimen mengenakan baret merah bata, yang didorong ke kiri.[3][4]
Pada 30 September 1965, Letnan Kolonel Untung, komandan salah satu dari tiga batalyon resimen, memimpin upaya kudeta Gerakan 30 September. Personel Tjakrabirawa terlibat dalam penculikan dan pembunuhan enam jenderal senior. Kudeta tersebut gagal, dan Untung kemudian dijatuhi hukuman mati atas perbuatannya.[5][6] Beberapa bulan setelah upaya kudeta, tentara mendorong serangkaian demonstrasi anti-Soekarno di Jakarta. Selama demonstrasi besar oleh mahasiswa di dekat istana kepresidenan pada 24 Februari 1966, tentara Tjakrabirawa menembak, menewaskan seorang siswi SMA dan seorang mahasiswa universitas, Arif Rahman Hakim.[7]
Dua bulan setelah diterbitkannya Surat Perintah 11 Maret yang memberi wewenang kepada Mayor Jenderal Soeharto untuk mengambil semua langkah yang diperlukan guna menjamin keamanan, terjadi pembersihan di Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Kepolisian, serta Resimen Tjakrabirawa dibubarkan pada 28 Maret. Anggota-anggotanya diburu oleh Tentara, diinterogasi, disiksa, dan dipenjara. Mereka yang dianggap terlibat langsung dalam Gerakan 30 September dieksekusi.[8][9] Fungsi pengamanan presiden kemudian diambil alih oleh Komando Polisi Militer Angkatan Bersenjata pada awal 1966, yang disebut Satgas Pomad Para. Selanjutnya, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dibentuk oleh Pemerintah Orde Baru dan hingga kini bertanggung jawab atas pengamanan presiden, serta tugas pengawal kehormatan di ibu kota.[10]
Organisasi
[sunting | sunting sumber]Organisasi Tjakrabirawa terdiri dari:[11]
- Markas Besar dan Detasemen Layanan
- Detasemen Keamanan Khusus
- Detasemen Keamanan Pribadi
- Detasemen Garda Kehormatan
- Markas Besar Detasemen
- Batalyon Garda Kehormatan I (terdiri dari personel Angkatan Darat)
- Batalyon Garda Kehormatan II (terdiri dari personel Angkatan Laut)
- Batalyon Garda Kehormatan III (terdiri dari personel Angkatan Udara)
- Batalyon Garda Kehormatan IV (terdiri dari personel Polisi)
- Band Kepresidenan
- Detasemen Dukungan
Anggota-anggota Resimen Tjakrabirawa Bersejarah
[sunting | sunting sumber]- Brigadir Jenderal TNI M. Sabur - Komandan Resimen Tjakrabirawa
- Kolonel CPM Maulwi Saelan - Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa
- Letnan Kolonel Inf Untung Syamsuri - Komandan Batalyon I Tjakrabirawa - Komandan Gerakan 30 September/G30S
- Letnan Kolonel Inf Ali Ebram - Staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa
- Letnan Satu Doel Arif - Komandan Resimen Tjakrabirawa - Komandan Regu pada Gerakan 30 September/G30S yang membunuh jenderal-jenderal TNI-AD (Pasukan Pasoepati Gerakan 30 September/G30S)
- Pembantu Letnan Dua Djahurub - Prajurit Resimen Tjakrabirawa - Bergabung dengan pasukan Letnan Satu Doel Arif, menyerang dan membunuh Jenderal A. H. Nasution (lolos)
- Sersan Satu Hadiwinarto P. Soeradi (NRP: 37265) - Prajurit Resimen Tjakrabirawa.
Tjakrabirawa dan Partai Komunis Indonesia (PKI)
[sunting | sunting sumber]Sejarah berdasarkan mahkamah militer luar biasa mengatakan bahwa salah satu komandan Tjakrabirawa Letnan Kolonel Untung memimpin penangkapan terhadap pembunuhan jenderal-jenderal pada peristiwa Gerakan 30 September.[butuh rujukan]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Mangil Martowidjojo 2006, hlm. 344-348.
- ^ Matanasi 2011, hlm. 28.
- ^ Matanasi 2011, hlm. 29-30.
- ^ Fotaleno 2017.
- ^ Anderson & McVey 1971, hlm. 12.
- ^ Roosa 2006, hlm. 36,96.
- ^ Crouch 2007, hlm. 180-182.
- ^ Crouch 2007, hlm. 189, 200.
- ^ Dian Anditya Mutiara 2006.
- ^ Paspampres nd.
- ^ Matanasi 2011, hlm. 30-31.
- majalah.tempointeraktif.com Diarsipkan 2011-12-07 di Wayback Machine.
- paspampres.mil.id Diarsipkan 2012-06-07 di Wayback Machine.