Kurikulum

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.[1][2][3] Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.

Definisi Kurikulum[sunting | sunting sumber]

Kurikulum adalah suatu rencana yang sengaja disusun untuk melancarkan proses kegiatan belajar mengajar yang ada di bawah naungan, bimbingan, dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan. Menurut,William B. Ragam dan Robert S. Flaming Kurikulum merupakan keseluruhan pengalaman peserta didik yang menjadi tanggung jawab lembaga sekolah.

Sedangkan menurut Soedijarto, kurikulum merupakan serangkaian pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan untuk diatasi oleh siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga pendidikan yang berwenang. Adapun di Indonesia, dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat (19), konstitusi menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

  1. peningkatan iman dan takwa;
  2. peningkatan akhlak mulia;
  3. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
  4. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
  5. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
  6. tuntutan dunia kerja;
  7. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
  8. agama;
  9. dinamika perkembangan global; dan
  10. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

Komponen Kurikulum[sunting | sunting sumber]

Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Para ahli berbeda pendapat dalam menetapkan komponen-komponen kurikulum. Ada yang mengemukakan 5 komponen kurikulum dan ada yang mengemukakan hanya 4 komponen kurikulum. Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai komponen kurikulum, seperti berikut ini:

Subandiyah (1993: 4-6) mengemukakan ada 5 komponen kurikulum,[4] yaitu:

  • komponen tujuan
  • komponen isi/materi
  • komponen media (sarana dan prasarana)
  • komponen strategi
  • komponen proses belajar mengajar.

Sementara, Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum,[5] yaitu:

  • Objective (tujuan)
  • Knowledges (isi atau materi)
  • School learning experiences (interaksi belajar mengajar di sekolah)
  • Evaluation (penilaian).

Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988),[6] Fuaduddin dan Karya (1992),[7] serta Nana Sudjana (1991: 21).[8] Walaupun istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni:

  • Tujuan
  • Isi dan struktur kurikulum
  • Strategi pelaksanaan Proses Belajar Mengajar
  • Evaluasi.

Fungsi Kurikulum[sunting | sunting sumber]

Kurikulum dalam pendidikan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan[sunting | sunting sumber]

Fungsi kurikulum dalam pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini, alat untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan sama karena setiap bangsa dan negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu yang dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, ideologi, kebudayaan, maupun kebutuhan negara itu sendiri. Dengan demikian di negara kita tidak sama dengan negara-negara lain. Untuk itu, maka:

  1. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional,
  2. Kurikulum merupakan program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar, guna mencapai tujuan-tujuan itu,
  3. Kurikulum merupakan pedoman guru dan siswa agar terlaksana proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Fungsi kurikulum yang lainnya[sunting | sunting sumber]

  1. Fungsi Kesinambungan. Sekolah pada tingkat atasnya harus mengetahui kurikulum yang dipergunakan pada tingkat bawahnya sehingga dapat menyesuaikan kurikulm yang diselenggarakannya.
  2. Fungsi Persiapan Tenaga. Bilamana sekolah tertentu diberi wewenang mempersiapkan tenaga guru bagi sekolah yang memerlukan tenaga guru tadi, baik mengenai isi, organisasi, maupun cara mengajar.

Fungsi kurikulum bagi sekolah[sunting | sunting sumber]

Kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan mempunyai fungsi sebagai berikut:

  1. Sebagai alat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan
  2. Sebagai pedoman mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah tersebut, fungsi ini meliputi:
    • Jenis program pendidikan yang harus dilaksanakan
    • Cara menyelenggarakan setiap jenis program pendidikan
    • Orang yang bertanggung jawab dan melaksanakan program pendidikan

Fungsi kurikulum bagi guru[sunting | sunting sumber]

Guru tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tetapi juga sebagai pengembangan kurikulum dalam rangka pelaksanaan kurikulum tersebut.

Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah[sunting | sunting sumber]

Bagi kepala sekolah, kurikulum merupakan barometer atau alat pengukur keberhasilan program pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah dituntut untuk menguasai dan mengontrol, apakah kegiatan proses pendidikan yang dilaksanakan itu berpijak pada kurikulum yang berlaku.

Fungsi kurikulum bagi pengawas (supervisor)[sunting | sunting sumber]

Bagi para pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dan menetapkan bagaimana yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.

Fungsi kurikulum bagi masyarakat[sunting | sunting sumber]

Melalui kurikulum sekolah yang bersangkutan, masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan nilai serta keterampilan yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kurikulum suatu sekolah.

Fungsi kurikulum bagi instansi atau perusahaan[sunting | sunting sumber]

Instansi atau perusahaan yang mempergunakan tenaga kerja bisa meggunakan kurikulum untuk meningkatkan kuantitas suatu produk dan kualitas pekerja. yang nantinya akan melancarkan bisnis suatu instansi atau perusahaan

Kurikulum di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Kurikulum di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1947. Hingga tahun 2013, kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan dan penetapan kurikulum di Indonesia merupakan kewenangan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia. Kurikulum di Indonesia dikelola melalui kebijakan publik dalam bidang pendidikan yang diatur oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia. Secara berurut, kurikulum Indonesia ditetapkan atau diubah pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan kurikulum di Indonesia merupakan akibat adanya perubahan kondisi politik, sosial, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan serta teknologi yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia. Penyusunan kurikulum di Indonesia berlandaskan pada ideologi Pancasila. Sedangkan landasan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perbedaan di antara kurikulum yang telah digunakan berpusat pada tujuan utama dalam pendidikan serta pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut.[9]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Masa sebelum kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Kurikulum telah diterapkan di Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda dan Jepang sebelum kemerdekaan Indonesia tercapai. Belanda menerapkan kurikulum pada sekolah-sekolah yang dikuasainya. Pembuatan kurikulum disesuaikan dengan kepentingan Belanda. Belanda membentuk kurikulum untuk tujuan memperlancar perdagangan dengan pribumi serta mempercepat penyebaran agama Kristen di Indonesia. Dalam lembaga pendidikan, penduduk pribumi diajari cara membaca dan menulis agar dapat bekerja di perdagangan yang dikuasai oleh Belanda. Setelah Belanda menyerah kepada Jepang, kurikulum di Indonesia diubah sesuai dengan kepentingan Jepang. Di Indonesia, Jepang mendirikan sekolah rakyat yang bernama ”Kokumin Gako”. Penduduk pribumi diharuskan mengikuti pembelajaran selama 6 tahun. Dalam penerapan kurikulum di Indonesia oleh Jepang, bahasa Belanda digunakan hanya sebagai bahasa pengantar.[10]

Masa setelah kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Setelah Indonesia melakukan proklamasi kemerdekaan, kurikulum di Indonesia telah berubah beberapa kali pada masa Orde Lama, Orde Baru maupun masa reformasi. Pada masa Orde Lama, kurikulum di Indonesia mengalami 3 kali perubahan melalui kebijakan negara tentang pendidikan nasional. Periode pertama merupakan periode penetapan kurikulum pertama di Indonesia. Kurikulum ini diterbitkan dan ditetapkan pada tahun 1947. Pembuatannya dimulai sejak tahun 1945 dan berlaku hingga tahun 1949. Periode kedua dimulai dengan penetapan kurikulum baru pada tahun 1952. Perancangannya sejak tahun 1950 dan berlaku hingga tahun 1960. Perubahan kurikulum ketiga sekaligus terakhir pada masa pemerintahan Orde Lama adalah kurikulum 1964. Kurikulum ini telah dipersiapkan pada tahun 1961 dan dilaksanakan hingga tahun 1968. Pada masa Orde Lama, kurikulum di Indonesia bertujuan untuk menetapkan karakter kebangsaan tetapi disertai dengan tujuan politik penguatan ideologi kekuasaan Soekarno. Setelah pemerintahan Orde Lama berakhir dan pemerintahan Orde Baru dimulai, kurikulum di Indonesia bertujuan untuk memperkuat ideologi Pancasila dan pembangunan negara. Pada masa Orde Baru terjadi 4 kali pergantian kebijakan kurikulum. Penetapan kurikulum dilandasi oleh pemanfaatan alumnus pendidikan untuk menghasilkan tenaga kerja terampil dan menciptakan stabilitas politik serta keamanan. Secara berurutan, nama kurikulum pada masa Orde Baru ialah Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 dan Kurikulum 1994. Setelah masa Orde Baru berakhir dan digantikan dengan masa reformasi, kurikulum di Indonesia telah berganti sebanyak 3 kali. Kurikulum yang pertama pada masa reformasi adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi atau Kurikulum 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum 2006, dan Kurikulum 2013.[11]

Jenis kurikulum di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Masa Orde Lama[sunting | sunting sumber]

Rencana Pelajaran 1947 (Kurikulum 1947)[sunting | sunting sumber]

Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, Pemerintah Indonesia mulai menyusun kurikulum yang akan diberlakukan di seluruh wilayah indonesia. Kurikulum pertama berhasil disusun dan mulai diberlakukan pada tahun 1947. Pada masa Orde Lama, istilah "kurikulum" belum terlalu dikenal karena merupakan kata serapan dari bahasa Inggris. Nama kurikulum ini ialah Rencana Pelajaran 1947. Rencana pelajaran 1947 disusun dengan tujuan politik yaitu menghilangkan sistem kurikulum yang diterapkan oleh Belanda selama menjajah Indonesia. Tujuan utama dalam Rencana Pelajaran 1947 adalah pembentukan watak, kesadaran bernegara, dan kesadaran bermasyarakat. Pendidikan yang berkaitan dengan pemikiran-pemikiran umum belum terlalu diperhatikan. Materi pembelajaran disusun sesuai dengan kejadian sehari-hari, kesenian, dan pendidikan jasmani. Dalam Rencana Pelajaran 1947 dibangun banyak Sekolah Rakyat dengan masa pendidikan yang berlangsung selama 6 tahun. Penduduk yang menderita kemiskinan dapat langsung bekerja setelah menamatkan pendidikan di Sekolah Rakyat. Di dalam sekolah ini, masyarakat diajarkan keterampilan dalam bidang pertanian, pertukangan, dan perikanan serta keterampilan lain yang ditujukan untuk bekerja.[12]

Rencana Pelajaran Terurai (Kurikulum 1952)[sunting | sunting sumber]

Rencana Pelajaran Terurai atau Kurikulum 1952 merupakan penyempurnaan dari Rencana Pelajaran 1947 atau Kurikulum 1947. Dalam kurikulum ini, Indonesia sudah mulai membentuk suatu sistem pendidikan nasional. Ciri khas dari kurikulum ini adalah penggunaan kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari materi pelajaran yang disusun dalam rencana pelajaran.[13] Selain itu, dalam silabus kurikulum ini, satu mata pelajaran hanya diajarkan oleh satu orang guru.[14]

Rencana Pendidikan 1964 (Kurikulum 1964)[sunting | sunting sumber]

Kurikulum 1964 dirancang dengan tujuan memupuk pengetahuan akademik pada jenjang sekolah dasar. Selain itu, konsep pembelajaran menitikberatkan pada pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani atau disebut Pancawardhana. Dalam penerapan kurikulum itu proses pembelajaran dilakukan secara aktif, kreatif, dan produktif. Berdasarkan hal itu pemerintah menetapkan hari Sabtu adalah hari krida yakni memberi kebebasan bagi siswa berlatih berbagai kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya.

Masa Orde Baru[sunting | sunting sumber]

Kurikulum 1968[sunting | sunting sumber]

Kurikulum 1968 adalah kurikulum pertama yang dibentuk oleh pemerintah Orde Baru dalam kebjiakan pendidikan di Indonesia. Pembuatan Kurikulum 1968 bertujuan untuk menggandikan Rencana Pendidikan 1964 yang dibentuk oleh Orde Lama. Dalam Kurikulum 1968, pendidikan nasional ditujukan untuk membentuk manusia dengan ideologi pancasila yang sehat secara jasmani maupun rohani serta memiliki kecerdasan dan keterampilan. Selain itu, Kurikulum 1968 juga dimaksudkan untuk meningkatkan moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama para peserta didik. Penetapan Kurikulum 1968 sebagai kurikulum di Indonesia melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXVII/MPRS/1966. Jenjang pendidikan yang diutamakan dalam Kurikulum 1968 adalah sekolah dasar. Dalam Kurikulum 1968, mata pelajaran dikelompok menjadi tiga kelompok pembinaan. Pertama, kelompok pembinaan Pancasila yang meliputi pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan bahasa Indonesia, pendidikan bahasa daerah dan pendidikan olahraga. Kedua, kelompok pembinaan pengetahuan dasar berupa berhitung, ilmu pengetahuan alam, pendidikan kesenian, dan pendidikan kesejahteraan keluarga. Sedangkan kelompok ketiga berkaitan dengan pengembangan kecakapan khusus yaitu kejuruan agragia kejuruan teknik dan kejuruan ketatalaksanaan. Kelompok kejuruan agraria dibagi lagi menjadi kejuruan pertanian, peternakan, dan perikanan. Kejuruan teknik dibagi menjadi kejuruan di bidang pekerjaan tangan dan perbengkelan. Sedangkan kejuruan ketatalaksanaan dibagi menjadi kejuruan bidang koperasi dan tabungan. Kurikulum 1968 memusatkan pembelajaran secara teori dan tidak mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik pada peserta didik. Tujuan pendidikan lebih diarahkan untuk pengembangan pengetahuan.[15]

Kurikulum 1975[sunting | sunting sumber]

Kurikulum ini diterapkan setelah program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) tahap pertama berjalan di masa pemerintahan Orde Baru. Kurikulum itu menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien akibat pengaruh konsep MBO (management by objective). Di dalam Kurikulum 1975, metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Hal itu memunculkan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Penerapangan kurikulum itu ramai dikritik oleh para guru karena mereka akhirnya terlalu sibuk menuliskan perincian dari setiap kegiatan pembelajaran. Pada kurikulum itu nama pelajaran ilmu alam dan ilmu hayat diubah menjadi ilmu pengetahuan alam. Sedangkan pelajaran ilmu aljabar dan ilmu ukur menjadi mata pelajaran matematika.[16]

Kurikulum 1984[sunting | sunting sumber]

Di dalam kurikulum 1984 dikenal dengan konsep pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Kurikulum 1984 dibuat karena kurikulum sebelumnya dinilai lambat dalam merespons kemajuan di kalangan masyarakat. Di dalam kurikulum itu juga ditambahkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Selain itu, Kurikulum 1984 juga membagi mata pelajaran siswa SMA menjadi program inti dan program pilihan sesuai minat dan bakat.[16]

Kurikulum 1994[sunting | sunting sumber]

Kurikulum 1994 dibuat dari hasil kombinasi Kurikulum 1975 dan 1984. Akan tetapi, penerapan kurikulum ini dihujani kritik oleh kalangan praktisi pendidikan hingga orangtua pelajar. Sebabnya adalah materi pembelajaran dinilai terlampau berat dan padat. Selain materi pelajaran umum yang dinilai berat, di dalam kurikulum itu juga ditambahkan materi muatan lokal seperti bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Pada Kurikulum 1994 terjadi perubahan sistem pembagian waktu pelajaran dari semester ke caturwulan. Yaitu periode pembelajaran dibagi menjadi tiga kali caturwulan selama setahun. Kemudian, pada penerapan Kurikulum 1994 singkatan SMP (Sekolah Menengah Pertama) diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), kemudian SMA diganti menjadi SMU (Sekolah Menengah Umum). Program penjurusan di SMA pada Kurikulum 1994 dibagi menjadi tiga program yakni IPA, IPS, dan bahasa. Mata pelajaran PSPB dihapus pada kurikulum ini.[16]

Masa Reformasi[sunting | sunting sumber]

Suplemen Kurikulum 1999[sunting | sunting sumber]

Permasalahan terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1999. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:

  • Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
  • Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
  • Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
  • Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
  • Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004[sunting | sunting sumber]

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006[sunting | sunting sumber]

Kurikulum 2013 (K-13)[sunting | sunting sumber]

Kurikulum 2013 Revisi (K-13 Revisi)[sunting | sunting sumber]

Kurikulum Merdeka[sunting | sunting sumber]

[17]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Syaodih., Sukmadinata, Nana (2000). Pengembangan kurikulum : teori dan praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. ISBN 9795146017. OCLC 1027855577. 
  2. ^ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.2012.Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud
  3. ^ Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang: Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
  4. ^ Subandiyah.1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Grafindo Persada
  5. ^ Soemanto,Wasty dan Soetopo, Hendyat. 1982. Kepemimpinan dalam Pendidikan.Surabaya : Usaha Nasional.
  6. ^ Nasution.(1998). Asas-asas Kurikulum. Bandung: CV. Jemmass.
  7. ^ Fuaduddin, & Karya, H.S. 1992, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam dan Universitas Terbuka
  8. ^ Nana Sudjana. 1991. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta : FEUI
  9. ^ Yulianti dan Nuriasih, N. (2016). Telaah Kurikulum dan Aplikasinya dalam Proses Belajar Mengajar (PDF). Malang: CV. Media Sutra Atiga. hlm. 4. ISBN 978-602-74882-4-3. 
  10. ^ Aslan dan Wahyudin (978-623-7753-01-8). Siadari, Debora Afriyanti, ed. Kurikulum dalam Tantangan Perubahan (PDF). Medan: Bookies Indonesia. hlm. 17–18. ISBN 978-623-7753-01-8. 
  11. ^ Hidayat, R., Siswanto, A., dan Bangun, B.N., ed. (2017). Dinamika Perkembangan Kurikulum di Indonesia: Rentjana Pembelajaran 1947 Hingga Kurikulum 2013 (PDF). Jakarta: Penerbit Labsos. hlm. iv. ISBN 978-602-74610-7-9. 
  12. ^ Hidayat, R., dan Abdillah (2019). Wijaya, C., dan Amiruddin, ed. Ilmu Pendidikan: Konsep, Teori dan Aplikasinya (PDF). Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia. hlm. 248. ISBN 978-623-90653-8-6. 
  13. ^ Setian, D.S., dan Nuryadi (2020). Kajian Kurikulum Sekolah Dasar dan Menengah (PDF). Yogyakarta: Gramasurya. hlm. 56. ISBN 978-623-7993-01-8. 
  14. ^ Sari, Eliiana (2019). Rochana, Siti, ed. Manajemen Lingkungan Pendidikan: Implementasi Teori Manajemen Pendidikan pada Pengelolaan Lingkungan Sekolah Berkelanjutan (PDF). Uwais Press. hlm. 8. 
  15. ^ Syaharuddin dan Susanto, H. (2019). Sejarah Pendidikan Indonesia: Era Kolonial Nusantara sampai Reformasi (PDF). Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat. hlm. 95. ISBN 978-602-74307-7-8. 
  16. ^ a b c Media, Kompas Cyber (2022-02-13). "Sejarah Pergantian Kurikulum di Indonesia". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-07-23. 
  17. ^ Kurikulum baru

Pranala luar[sunting | sunting sumber]