Konvergensi Masyarakat Analog dan Digital di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Konvergensi Masyarakat Analog dan Digital adalah sesuatu yang menggambarkan sebuah fenomena baik di bidang teknologi komunikasi, Politik digital dan sosial masyarakat ketika adanya pertemuan antara pengguna teknologi analog dan teknologi digital pada suatu titik. Titik ini memiliki bentuk yang sangat beraneka ragam dari hal-hal yang bersifat kreativitas, infrastruktur, bahkan hingga ke dalam bentuk pengekspresian pendapat/aspirasi. Pada abad ke-21 ini, perkembangan teknologi digital sudah sangat luas, tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk hal lainnya seperti membaca, aktivitas hiburan, dan berbagai aktivitas lainnya. Walau demikian, perkembangan teknologi digital pada abad ke-21 tidak secara langsung menghilangkan peran-peran dari teknologi analog yang saat ini masih digunakan oleh masyarakat untuk berbagai aktivitas. Hal ini akan memungkinkan adanya pertemuan (konvergensi) antara teknologi analog dan digital.

Komunikasi Sebagai Proses Sosial[sunting | sunting sumber]

Komunikasi merupakan sebuah proses sosial ketika individu memberikan simbol dan diinterpretasikan oleh individu lainnya.[1] Merujuk pada konsep ini, maka komunikasi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, terlebih, masyarakat merupakan makhluk sosial (zoon politicon). Menurut Talcott Parsons, masyarakat merupakan sebuah sistem sosial yang salah satu fungsinya adalah melakukan sosialisasi terhadap generasi selanjutnya.[2] Berdasarkan pendapat Parsons, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam masyarakat. Proses komunikasi yang melibatkan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi, mulai dari teknologi yang sederhana, hingga teknologi yang canggih. Masyarakat tidak bisa dipisahkan dari perkembangan teknologi. Setidaknya pendapat ini merupakan fenomena yang bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari.

Teknologi Analog dan Digital Sebagai Media Komunikasi[sunting | sunting sumber]

Teknologi analog merupakan teknologi yang menggunakan sinyal analog dan memiliki besaran gelombang tidak tetap serta memiliki sifat terus berubah dalam ruang atau waktu sedangkan sinyal digital adalah sinyal yang memiliki jumlah yang terbatas dan nilai tertentu.[3] Perkembangan teknologi komunikasi membuat sinyal analog mengalami ketertinggalan dan mulai digantikan dengan teknologi yang menggunakan sinyal digital. Hal ini terjadi karena sinyal analog memiliki kelemahan yaitu mudah menerima gangguan.[4] Hal ini tidak lepas dari karakter sinyal analog yang memiliki besaran gelombang tidak tetap dibanding dengan sinyal digital yang memiliki nilai tertentu. Sinyal digital memiliki nilai atau logika tertentu yang disimbolkan oleh angka 1 untuk hidup dan 0 untuk mati.

Teknologi Komunikasi Sebagai Media Barometer Sosial[sunting | sunting sumber]

Baik teknologi komunikasi yang masih bersifat analog maupun digital, merupakan sarana yang dapat digunakan untuk melihat kondisi sosial masyarakat dari yang bersifat internasional maupun yang bersifat lokal. Hal inilah yang menjadi fungsi dari adanya trending topic di dalam situs mikro blogging twitter. Trending Topic yang tercermin dalam bentuk hash tag atau tanda pagar yang disingkat dengan tagar (#) mencerminkan berbagai topik yang berkembang baik secara global maupun lokal yang dapat dipilh oleh pengguna. Trending Topic yang merupakan sebuah fitur dari Twitter, tidak hanya dapat dipandang sebagai sebuah fitur biasa; fitur ini merupakan sebuah Barometer sosial yang dapat digunakan untuk melihat kondisi sosial-masyarakat di dalam lingkup global maupun lokal terkait dengan berbagai isu yang sedang berkembang. Contoh kasus dari hal ini dapat dilihat dari Kasus revolusi melati (jasmine revolution) yang terjadi di Tunisia. Hal ini berawal dari kasus bunuh diri yang dilakukan oleh Mohammed Bouazizi (26). Ia merupakan lulusan Universitas Tunisia yang kesulitan memperoleh perkejaan sehingga untuk menyambung hidup, ia berdagang buah-buahan dan sayur-sayuran keliling. Namun pada tanggal 17 Desember 2010 aparat kepolisian merampas barang dagangan dan juga melarang dirinya untuk melakukan aktivitas berdagang. Hal ini membuat Bouazizi stress dan akhirnya memutuskan untuk melakukan aksi bakar diri di depan kantor kepolisian Pemerintah Daerah Sidi Baosaid, Tunisia . Mohammed Bouazizi akhirnya meninggal dunia setelah dirawat dirumah sakit selama dua minggu. Kejadian ini menyebar melalui media sosial . Sebagian masyarakat merasa bersimpati kepada Mohammed Bouazizi karena ia dianggap mewakili banyak golongan lulusan universitas yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena keterbatasan lapangan kerja. Realita sosial ini secara umum memperlihatkan fungsi teknologi komunikasi sebagai barometer sosial. Lebih lanjut lagi, teknologi komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan kondisi sosial di Tunisia memperlihatkan fungsi lainnya sebagai media ekspresi dan penyampaian informasi atas suatu fenomena sosial yang ada. Terkait dengan konsepsi teknologi komunikasi analog dan teknologi komunikasi digital, maka dalam hal ini, kedua teknologi ini digunakan secara simultan; masyarakat berdemonstrasi, turun ke jalan membawa spanduk dan memprotes pemerintah merupakan salah satu bentuk pemanfaatan dari teknologi komunikasi analog dan selanjutnya masyarakat dunia maya menyuarakan aspirasi melalui media sosial seperti twitter. Kedua teknologi komunikasi ini berjalan simultan dan dalam kasus revolusi melati di Tunisia berhasil menumbangkan pemerintahan di negara tersebut dan bahkan menyebar ke negara-negara lainnya di Timur Tengah dan berevolusi menjadi Arab Spring.

Teknologi Komunikasi Sebagai Barometer Sosial (Konteks Indonesia)[sunting | sunting sumber]

Indonesia merupakan pengguna twitter terbanyak ketiga di dunia. Sebagai salah satu negara pengguna twitter terbanyak, maka banyak pengguna yang menggunakan teknologi komunikasi ini tidak hanya untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya terkait dengan isu tertentu. Pengguna media sosial twitter di Indonesia yang dikenal sebagai netizen dikenal cukup aktif dalam menyampaikan tanggapannya. Penggunaan Twitter sebagai media penyampaian aspirasi di Indonesia dapat dilihat ketika Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 dan Pemilihan Presiden Republik Indonesia tahun 2014. Penggunaan teknologi komunikasi khususnya twitter digunakan sebagai media kampanye alternatif selain dengan turun ke jalan. Penggunaan teknologi komunikasi untuk berkampanye merupakan metode alternatif yang cukup berhasil untuk memenangkan salah satu kandidat. Penggunaan twitter sebagai media kampanye merupakan sebuah realita sosial yang memperlihatkan sisi lain dari teknologi komunikasi yang digunakan sebagai metode populer untuk menyampaikan aspirasi dalam konteks pemilihan kepala daerah dan kepala negara di Indonesia. Jika dibandingkan dengan Tunisia, maka hal yang terjadi di Indonesia tidaklah jauh berbeda. Penggunaan teknologi komunikasi digital di Indonesia juga diikuti oleh penggunaan teknologi komunikasi yang bersifat analog. Dalam konteks Pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan juga Pemilihan Presiden Republik Indonesia yang sama-sama dimenangkan oleh Joko Widodo, para relawan menggunakan teknologi komunikasi media yaitu twitter, facebook, youtube, dan lainnya untuk mengakampanyekan berbagai program Joko Widodo. Selain menggunakan teknologi komunikasi media, para relawan juga melakukan aksi turun ke jalan dengan melakukan aksi-aksi simpatik yang salah satunya berbentuk flash mob. Kombinasi kedua teknologi media ini terbukti sukses dan berhasil mengantarkan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di tahun 2012 dan Joko Widodo beserta Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019.

Fungsi Kontrol Teknologi Komunikasi di Indonesia: RUU Pilkada[sunting | sunting sumber]

Teknologi komunikasi juga digunakan sebagai sarana untuk mengawasi pemerintahan di Indonesia. Peristiwa terbaru yang menjadi salah satu tonggak penting dalam penggunaan teknologi komunikasi sebagai sarana mengawasi pemerintahan adalah ketika proses pengesahan RUU Pemilihan Kepala Daerah(Pilkada) yang akhirnya memunculkan sebuah trending topic di twitter yaitu #ShameOnYouSBY. Trending topic merupakan sebuah respon dari para pengguna media sosial (netizen) Indonesia terkait dengan hasil voting RUU Pilkada di DPR RI yang memenangkan Pilkada tingkat Bupati/Wali kota dan Gubernur melalui DPRD. Keputusan ini didukung oleh Koalisi Merah Putih yang memenangkan 226 suara. Sedangkan opsi yang mendukung Pilkada langsung didukung oleh Koalisi Indonesia Hebat dengan 135 suara. Trending Topic #ShameOnYouSBY muncul karena aksi walk out yang dilakukan oleh anggota Fraksi Partai Demokrat karena opsi yang diusungnya yaitu pilkada langsung dengan sepuluh syarat tidak diakomodasi oleh Pimpinan Rapat Paripurna. Keputusan walk out Fraksi Partai Demokrat ini dianggap sebagai hal yang menyimpang dari keputusan Ketua Umum Partai Demokrat yang juga Presiden Republik Indonesia yaitu Susilo Bambang Yudhoyono(SBY) yang sudah menginstruksikan kader-kadernya untuk mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung. Melihat realita ini, pengguna twitter (netizen) di Indonesia menyampaikan protesnya melalui media sosial tersebut dengan menggunakan hash tag #ShameOnYouSBY. Presiden SBY dianggap tidak berpihak kepada rakyat dan sudah mengkhianati demokrasi langsung yang sudah berjalan selama sepuluh tahun. Presiden SBY yang sedang berada di Amerika Serikat menyatakan kekecewaannya atas disahkan RUU Pilkada yang meloloskan opsi pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Aksi kekesalan masyarakat tidak hanya disampaikan melalui twitter dengan tagar #ShameOnYouSBY sebagai trending topic, berbagai meme (gambar bertulisan) yang disebarkan melalui berbagai media sosial juga digunakan sebagai sarana pelampiasan kekesalan masyarakat atas sikap Presiden SBY yang dianggap tidak memihak rakyat untuk terus mendukung pilkada langsung. Berbagai aksi kekesalan masyarakat yang dilampiaskan melalui media sosial dan meme atas diloloskannya RUU Pilkada dengan opsi pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan bentuk dari fungsi pengawasan masyarakat terhadap pemerintah di era digital. Hash tag #ShameOnYouSBY yang merupakan ungkapan kekesalan netizen terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas disahkannya pemilihan kepala daerah melalui DPRD yang ada di UU Pilkada tidak hanya muncul sendiri. Penggunaan teknologi komunikasi digital untuk sebagai sarana protes terhadap pemerintah juga diikuti oleh penggunaan teknologi komunikasi analog yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam bentuk demonstrasi, turun ke jalan membawa spanduk untuk memprotes disahkannya RUU Pilkada. Walau kelompok masyarakat sudah melakukan protes secara simultan melalui kedua teknologi tersebut, keputusan politik yang dihasilkan tetap meloloskan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Keputusan pada akhirnya memicu terbentuknya trending topic dengan hash tag #ShameOnYouSBY dan sempat memuncaki tangga trending topic dunia, hingga sempat hilang dan digantikan dengan hash tag #ShameByYouSBY dan #ShameByYouagainSBY.

Konvergensi Masyarakat Analog dan Digital di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Konvergensi merupakan sebuah titik yang mempertemukan dua pihak. Terkait dengan teknologi komunikasi masyarakat Indonesia, maka masyarakat yang menggunakan teknologi analog akan bertemu dengan masyarakat pengguna teknologi digital. Salah satu konteks terkini terkait dengan konvergensi masyarakat analog dan digital dapat dilihat pada pengesahan RUU Pilkada. Masyarakat yang berdemonstrasi menggunakan spanduk pada siang harinya melakukan sebuah sinergitas dengan masyarakat lainnya khususnya netizen yang menggunakan teknologi komunikasi digital melalui twitter untuk terus melakukan protes terhadap pengesahan RUU Pilkada. Hal penting terkait dengan konsep konvergensi ini adalah adanya aksi yang melibatkan masyarakat secara luas yang menggunakan teknologi komunikasi, baik analog maupun digital, untuk mencapai tujuan yang sama dalam hal ini pengesahan RUU Pilkada. Jika dilihat dari sudut pandang Paschal Preston, maka dampak teknologi komunikasi adalah membentuk perilaku baru yang ada di masyarakat.[5] Teknologi komunikasi yang berkembang di Indonesia sudah mempengaruhi perilaku masyarakat. Sebelum teknologi komunikasi yang bersifat digital berkembang pesat, maka masyarakat di Indonesia menggunakan teknologi komunikasi analog dengan cara melakukan protes langsung kepada pemerintah dalam bentuk unjuk rasa. Kemudian, semenjak teknologi komunikasi yang bersifat digital, khususnya media sosial berkembang pesat, maka sarana untuk melakukan protes dan pengawasan terhadap pemerintah dapat dilakukan melalui teknologi ini, khususnya twitter. Walau demikian, penggunaan teknologi analog yang berupa unjuk rasa langsung, masih digunakan oleh kelompok masyarakat Indonesia lainnya. Hal ini tidak lepas karena teknologi yang masuk juga merupakan pilihan bagi masyarakat.[6] Selain dilihat dari sudut pandang Paschal Preston, maka konvergensi masyarakat analog dan digital juga dapat dilihat dari perspektif payung yang diungkapkan oleh August E. Grant. Sudut pandang ini menjelaskan bahwa teknologi komunikasi tidak hanya terdiri dari perangkat lunak dan perangkat keras, tetapi tersusun juga oleh adanya keterbukaan sistem sosial, adanya pihak-pihak yang membangun infrastruktur dan melayani masyarakat serta kemampuan penggunanya untuk menentukan apakah ia akan menggunakan teknologi tersebut.[7] Menggunakan sudut pandang payung Grant, maka dengan semakin terbukanya sistem sosial-politik, maka teknologi komunikasi digital bisa masuk dan secara bertahap masyarakat mulai belajar menggunakan teknologi tersebut dan akhirnya menggunakannya sebagai sarana untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Hal inilah yang merupakan inhibiting factor yang ada di dalam perspektif payung Grant. Faktor perangkat lunak merupakan hal yang berperan untuk terhadap penggunaan teknologi digital karena dianggap lebih cepat memperbaharui informasi.[8] Konvergensi masyarakat analog dan masyarakat digital merupakan sebuah fenomena yang mempertemukan masyarakat pengguna teknologi analog dan teknologi digital. Konvergensi ini dapat bersifat positif terhadap sosial-politik semisal menjadi sebuah metode alternatif dalam melakukan kampanye politik, dan juga bersifat sebagai sarana penyampaian aspirasi serta pengawasan terhadap pemerintah. Konvergensi masyarakat analog dan digital merupakan sebuah sarana penggunaan teknologi komunikasi yang berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat sesuai dengan pendapat Paschal Preston yang menyatakan bahwa teknologi membentuk perilaku baru di dalam masyarakat.[9]—Pandu Dewa Nata 12 4 Oktober 2014 06.05 (UTC)

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Richard West dan Lynn Turner, Introduction to Communication Theory: Analysis and Application 4th Edition (McGraw Hill, Boston 2010), hlm. 5
  2. ^ C.Calhoun, et al, Classical Sociological Theory 2nd edition (Blackwell Publishing, Maiden MA: 2007), hlm. 431.
  3. ^ Hwei P. Hsu, Theory and Problems of Signals and System (McGraw Hill, Boston: 1995), hlm. 2
  4. ^ Hwei P. Hsu, 1995, hlm. 1
  5. ^ Paschal Preston, Reshaping Communication: Technology, Information, and Social Change (Sage Publication, London: 2001), hlm. 63.
  6. ^ Preston, 2001
  7. ^ August E. Grant dan Jennifer Meadows, Communication and Technology Update and Fundamentals 11th edition (Focal Press, London: 2008), hlm. 5.
  8. ^ Grant dan Meadows, 2008
  9. ^ Preston, 2001.