Politik digital

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Politik menurut bahasa Yunani “Politikos” berarti dari, untuk, atau terkait hubungan dengan warga negara”, politik adalah praktik dan teori untuk mempengaruhi orang lain. Pengertian sempitnya politik mengacu pada pencapaian atas posisi pemerintahan dalam melatih, mengorganisir, dan mengawasi masyarakat, khususnya dalam suatu negara. Selanjutnya, dikatakan politik adalah satu bidang studi yang pada praktiknya mendistribusikan suatu kekuasaan dan menunjukan sumber daya dalam suatu kehidupan bermasyarakat (populasi merupakan hierarki yang terorganisir) serta memiliki konteks hubungan antar masyarakat.[1]

Definisi Politik[sunting | sunting sumber]

Tumpuan kajian ilmu politik adalah upaya-upaya memperoleh kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, penggunaan kekuasaaan, dan bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan. Dengan demikian dilihat dari aspek kenegaraan, ilmu politik mempelajari negara, tujuan negara, dan lembaga negara, serta hubungan kekuasaan baik sesama warga negara, hubungan negara dengan warga negara, dan hubungan antar negara. Apabila dilihat dari aspek kekuasaan ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat, hakikat, dasar, proses, ruang lingkup, dan hasil dari kekuasaan itu. Dilihat dari aspek kelakuan, ilmu politik mempelajari kelakuan politik dalam sistem politik yang meliputi budaya politik, kekuasaan, kepentingan, dan kebijakan[2]

Nimmo merangkum definisi “politik” dalam bukunya Political Communication and Public Opinion in America, yakni sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perilaku dibawah kondisi konflik sosial. Politik pada dasarnya juga seperti komunikasi merupakan suatu tindakan yang melibatkan pembicaraan. Dalam hal ini tidak sekadar pembicaraan dalam arti sempit tetapi dalam arti yang luas, baik yang bersifat verbal (lisan atau tulisan) maupun yang bersifat nonverbal (berbagai gerak, isyarat, maupun tindakan).[3]

Karakteristik politik[sunting | sunting sumber]

Enam hal yang ditekankan dalan ilmu politik, yaitu kekuasaan, negara, pemerintahan, fakta-fakta politik, kegiatan politik, organisasi masyarakat. Sedangkan objek ilmu politik meliputi dua hal yaitu:

  1. Material (objek ini berwujud pada perjuangan memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dengan objek negara, kekuasaan, pemerintah, fakta-fakta politik, kegiatan politik, dan organisasi masyarakat).
  2. Formal (pengetahuan, pusat perhatian).

Dengan demikian, Syarbaini menyimpulkan ada lima konsep tentang ilmu politik, yaitu (1) sebagai usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama, (2) segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah, (3) segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan, (4) kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum, dan (5) sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.[4]

Sejarah politik[sunting | sunting sumber]

Banyak para ilmuwan politik yang menjelaskan tentang sejarah politik walaupun sering bias terhadap sejarah kontemporer. Pada umumnya mereka percaya bahwa tugas ilmuwan politik menawarkan penjelasan-penjelasan retrodiktif bukannya prediksi-prediksi yang kritis dan sangat deskriptif. Mereka yakin bahwa kebenaran terletak pada arsip-arsip pemerintah. (O’Leary, 2000: 790). Selain itu secara garis besar, politik cenderung terbagi dua kubu:

1. Hight politics (politik tinggi), yaitu yang mempelajari perilaku politik para pembuat keputusan elit; mereka percaya bahwa kepribadian dan mekanisasi para elit politik adalah kunci pembuat sejarah. Mereka juga percaya bahwa perluasan kekuasaan dan kepentingan diri dapat menjelaskan perilaku sebagian besar kaum elit.

2. Low politics (politik bawah), atau politik dari bawah. Mereka percaya bahwa perilaku politik massa memberikan kunci untuk menjelaskan episode-episode politik utama seperti halnya beberapa revolusi yang terjadi. Selain itu bagi mereka kharisma, plot, maupun blunder para pemimpin kurang begitu penting dibanding dengan perubahan nilai-nilai kepentingan dan tindakan kolektivitas [4]

Definisi Digital[sunting | sunting sumber]

Digital berasal dari bahasa Yunani yaitu Digitus yang berarti Jari Jemari. Biasanya mengacu pada sesuatu yang menggunakan angka, terutama bilangan angka biner. Bahasa biner adalah jantung dari komunikasi digital. Menggunakan bilangan 1 dan 0, diatur dalam kode yang berbeda untuk memudahkan pertukaran informasi. 1 dan O juga disebut sebagai bit (Binary Digit) dari kata digit biner yang mewakili potongan terkecil dari informasi dalam sistem digital. Perkembangan teknologi yang hadir dengan sistem digital telah memicu pengembangan garis komunikasi baru, informasi teknik manipulasi, dan peralatan komunikasi yang sudah ada sebelumnya saluran dan perangkat juga telah terpengaruh. Ini adalah salah satu kekuatan pendorong revolusi komunikasi ini.[5]

Teknologi Digital[sunting | sunting sumber]

Teknologi digital, adalah teknologi yang tidak lagi menggunakan tenaga manusia, atau manual. Tetapi cenderung pada sistem pengoperasian yang otomatis dengan sistem komputerisasi atau format yang dapat dibaca oleh komputer. Teknologi digital pada dasarnya hanyalah sistem penghitung yang sangat cepat yang memproses semua bentuk-bentuk informasi sebagai nilai-nilai numeris.[6]

Dalam teori politik, rendahnya partisipasi politik dapat teratasi oleh faktor modernisasi dan meningkatnya komunikasi massa.[7] Sehingga bisa dikatakan teknologi digital sebagai produk modernisasi dan alat komunikasi yang memiliki massa yang besar, sangat mungkin sekali turut memberikan andil pada peningkatan angka partisipasi masyarakat pada suatu politik

Politik di era digital[sunting | sunting sumber]

Jika membicarakan sistem digital maka tidak akan terlepas dari perkembangan teknologi. Politik digital atau istilahnya lainnya Cyberpolitics (politik di dunia maya) memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada saat ini. Teknologi secara umum didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan seseorang terhadap suatu objek dengan atau tanpa bantuan alat mekanis, untuk melakukan suatu perubahan dalam objek tersebut. Teknologi digital memiliki peranan dalam dunia politik, yakni bagaimana cara seorang tokoh politik dapat melakukan komunikasi politik yang baik dan tepat. Teknologi komunikasi atau informasi adalah istilah yang merujuk pada teknologi komunikasi modern yang terutama mencerminkan aplikasi komputer, telekomunikasi, atau kombinasi dari keduanya. Termasuk televisi yang disiarkan secara global, dan tentu termasuk perangkat yang digunakan sebagai media sosial seperti i-pad dan smartphone.

Schiller mengatakan data yang diperoleh lewat satelit –penginderaan-jauh (remote sensing satellite) yang diluncurkan suatu negara maju dapat digunakan untuk memantau hasil panen, mengeksplorasi kandungan logam, gas, dan minyak, pengelolaan hutan, inventori sumber alam nasional, pengendalian banjir, dan penentuan konsentrasi kekayaan ikan bagi industri perikanan, pemetaan rute pipa lewat pegunungan, ekstrapolasi model geologis, prediksi wilayah batuan yang retak untuk pengendalian keselamatan dalam penambangan. Data tersebut dapat digunakan oleh negara itu untuk bernegosiasi dengan negara lain. Untuk tujuan itu, negara maju tersebut dapat bersekongkol dengan negara maju lainnya untuk mengeruk kekayaan alam negara miskin atau negara berkembang yang belum mampu mengolah sumber alamnya sendiri. Informasi yang disiarkan televisi lewat satelit komunikasi dapat dimanfaatkan oleh penguasa untuk mengembangkan dan mengendalikan konflik sosial (termasuk konflik antar negara).

Clarke dan Knake (2010) membahas bagaimana pemanfaatan teknologi di era digital khususnya internet, menjadi ajang baru dalam “perang antar Negara” dan bagaimana Negara dapat bertahan dalam peperangan cyber tersebut. Maka tidak mengherankan jika teknologi digital digunakan oleh seorang pemimpin suatu negara untuk mengancam pemimpin negara lain. Contohnya, pada bulan Agustus 1999, Jose Ramos Horta mengancam bahwa jika Indonesia tidak menyelenggarakan referendum bagi kemerdekaan timor timur, maka pasukan cyber dari seluruh dunia akan meretas sistem komputer pemerintah Indonesia yang vital, terutama dalam bidang pertahanan dan perbankan.[8]

=

Pemanfaatan media sosial untuk politik di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Penggunaan media sosial tidak sekadar sarana untuk mempererat silaturahmi namun sudah membahas pada isu-isu politik, kebijakan pemerintah, perilaku para tokoh publik. Media sosial telah menjadi bagian dalam setiap kehidupan masyarakat termasuk ranah politik yang bisa dimanfaatkan untuk sarana komunikasi, mempromosikan diri, sosialisasi, termasuk promosi partai politik untuk membangun citra partai.

Pemanfaatan media sosial untuk berpolitik biasanya akan terlihat ketika akan diselenggarakannya pemilu untuk kampanye politik. Selain itu dalam era digital pemanfaatan media sosial oleh sejumlah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan di Indonesia dimanfaatkan sebagai salah satu alat komunikasi untuk lebih mendekatkan diri dengan masyarakat. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) misalnya memanfaatkan Facebook, Twitter,Instagram, dan Youtube sebagai salah satu cara untuk menyampaikan pendapat tentang isu-isu terkini baik politik, sosial, budaya yang terjadi di tengah masyarakat. Meski pada pemerintahan sebelumnya televisi dan radio sudah dimanfaatkan meski tidak ada yang mencapai pada ranah media sosial untuk upaya interaksi dengan masyarakatnya.[9]

Perubahan yang terjadi di era digital ini seiring dengan pesatnya penetrasi internet di dunia. Jika pada akhir 2000 pengguna internet di dunia 360,9 juta, pada akhir 2013 jumlahnya sudah 2,8 miliar atau 39 persen dari jumlah penduduk dunia 7,4 miliar. Menurut data Internet World Stats, jumlah terbanyak pengguna internet 2014 berada di Asia (1,26 miliar) disusul Eropa (566,2 juta), Amerika Latin dan Karibia (302 juta), Amerika utara (300,2 juta), Afrika (240,1 juta), Timur Tengah (103,8 juta), dan Australia-Oseania (24,8 juta).

SBY sebenarnya belum lama ini membuat akun-akun media sosial tersebut. Namun, mengingat popularitas media sosial di Indonesia yang sangat tinggi membuat ia harus berkomunikasi dengan rakyatnya yang sebagian besar pengguna media sosial. Hal yang menarik dan menjadi sorotan masyarakat saat itu, ketika ribuan orang mem-bully SBY di Twitter terkait UU Pilkada, Presiden tidak menunjukkan reaksi negatif. Bahkan, terkesan dia menerima hal itu sebagai konsekuensi atas aktifnya dia sebagai pengguna media sosial. Selain mengemukakan pendapat merupakan bagian dari proses demokrasi, SBY tampaknya juga memahami sifat media sosial yang spontan dan langsung.

Selain SBY ada Pejabat publik di Indonesia lainnya yang betul-betul memanfaatkan media sosial yakni Ridwan Kamil. Wali Kota Bandung ini mem-posting sendiri pendapat-pendapatnya mengenai isu terkini di media sosial, selain itu ia lebih menonjolkan aktivitas pekerjaan terkait tugas dan tanggung jawab yang sedang ia lakukan. Untuk saat ini eksistensi ia di media sosial lebih ke arah sosialisasi memperkenalkan kota Bandung ke tingkat dunia. Belum banyak pejabat publik di Indonesia memanfaatkan media sosial seperti Ridwan Kamil.[10]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Painter, Joe, Jeffrey, Alex. 2009. Political Geography. SAGE Publications Ltd
  2. ^ Syarbani, Syahrial., Rahman A., Djihado, Monang. 2002. Sosiologi dan politik. Ghalia Indonesia
  3. ^ Subiakto Henry, Rachmah Ida. 2012. Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi. Edisi kedua. Kencana Prenamedia Group
  4. ^ a b "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-01-24. Diakses tanggal 2015-09-28. 
  5. ^ Mirabito, M.A.M & Morgenstern, B.L. (2004). The New Communications Technology: Applications, Policy, and Impact. Fifth Edition. Focal Press
  6. ^ http://reskymaulanaofc.blogspot.co.id/2014/04/pengertian-tentang-teknologi-digital.html
  7. ^ Sastroatmodjo, Sudijono. Perilaku Politik. Semarang IKIP Press. 1995
  8. ^ Mulyana, Deddy. 2014. Komunikasi Politik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
  9. ^ . http://www.koran-jakarta.com/?6346-media-sosial-di-ranah-politik Diarsipkan 2015-09-28 di Wayback Machine. diakses pada 24 September
  10. ^ http://nasional.kompas.com/read/2014/10/06/23000061/Komunikasi.Pemimpin.Negara.di.Media.Sosial diakses pada 24 September 2015