Kesehatan dalam Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kesehatan dalam Islam merupakan suatu hal yang penting.[1] Ajaran tentang kesehatan di dalam Islam diwakili dengan syariat Islam yang mewajibkan untuk menjaga kebersihan diri dari kotoran. Peristilahan kesehatan banyak ditemukan di dalam dua sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan sunnah.[2] Kesehatan dalam Islam dijadikan sebagai modal utama dalam melaksanakan ibadah dan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan manusia.[3] Terdapat beberapa hal pokok yang menjadi perhatian mengenai kesehatan dalam Islam. Hal pokok ini meliputi kesehatan lingkungan, kesehatan individu, penyakit menular, penyakit hewan menular, dan kesehatan makanan.[4]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Masa kekhalifahan[sunting | sunting sumber]

Bidang kesehatan menjadi sangat penting pada masa kepemimpinan Harun Ar-Rasyid (785–809 M) sebagai khalifah. Ia mengutamakan penggunaan kekayaan negara untuk pembangunan rumah sakit, farmasi dan sarana sosial. Pada masa pemerintahannya, pendidikan kedokteran dianggap penting. Di Bagdad pada masa tersebut memiliki dokter sebanyak 800 orang.[1]

Keilmuan[sunting | sunting sumber]

Syariat Islam memberikan perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, akal, jasmani dan harta benda. Dari beberapa aspek tersebut, terdapat tiga aspek yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu jiwa, akal dan jasmani.[5] Kaidah-kaidah dasar atas ilmu kesehatan ditetapkan di dalam ajaran Islam secara luas dan lengkap. Namun, mengenai ilmu pengobatan, ajaran Islam tidak memberikan informasi yang terperinci. Di dalam Al-Qur'an tidak ada aturan mengenai dosis obat. Permasalahan tentang jenis obat-obatan dan pengobatan memperoleh penjelasan melalui sunnah. Nabi Muhammad telah memberikan beberapa jenis obat seperti madu dan jenis pengobatan seperti bekam. Nabi Muhammad juga menganjurkan sebuah metode terapi yaitu dengan menghangatkan badan.[6]

Pedoman mengenai kesehatan dan pengobatan di dalam Islam dibahas di dalam Al-Qur'an. Penerapannya kemudian dicontohkan oleh Nabi Muhammad melalui perilaku dan aturan-aturan yang ditetapkannya. Contoh penerapan ini dijelaskan melalui hadis. Prinsip kesehatan dan pengobatan di dalam Islam selalu berkaitan dengan persoalan ketuhanan, kerohanian, psikologi, fisik, sosial dan ekologi.[7]

Jenis[sunting | sunting sumber]

Kesehatan jasmani[sunting | sunting sumber]

Islam telah memberikan pedoman pendidikan jasmani bagi manusia. Tujuannya untuk menghasilkan tubuh manusia yang memiliki kebugaran dan kekuatan. Dalam hal ini, Al-Qur'an menyebutkan jenis makanan yang dapat mewujudkannya. Dalam Surah An-Nahl ayat 4, disebutkan jenis makanan yaitu ikan. Kemudian, pada ayat 5 disebutkan jenis makanan lain, yaitu daging. Selain itu, banyak ayat yang secara khusus menyebutkan tentang buah-buahan dan sayur-sayuran.[8]

Kesehatan tubuh wanita[sunting | sunting sumber]

Ajaran Islam mewajibkan kepada wanita untuk menjaga kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi.Pengkhususan ini disebabkan oleh sistem reproduksi wanita merupakan tempat awal terbentuknya kehidupan manusia secara normal. Sistem reproduksi wanita merupakan tempat yang rentan mengalami infeksi atau luka. Karenanya, Allah memerintahkan perilaku hidup sehat, khususnya bagi wanita. Dalam Surah Al-Mursalat ayat 22–23 disebutkan bahwa rahim merupakan tempat terbentuknya tubuh manusia.[9]

Kesehatan jiwa[sunting | sunting sumber]

Selain kesehatan jasmani, ajaran Islam juga menyediakan pedoman bagi kesehatan jiwa. Salah satunya ialah puasa. Selama berpuasa, individu menerapkan pengaturan pola makan dan gaya hidup. Di saat bersamaan, kesehatan mental juga diperbaiki melalui pengendalian diri melalui kebahagiaan ketika berbuka puasa dan tindakan bertutur kata yang jujur.[10] Salah satu manfaat dari puasa adalah mencegah terjadinya skizofrenia pada orang yang berpuasa.[11]

Prinsip kesehatan[sunting | sunting sumber]

Al-Qur'an dan hadis menetapkan empat prinsip dasar mengenai kesehatan dan pengobatan. Penetapannya dilakukan sebagai bentuk evaluasi terhadap intervensi kesehatan dan pengobatan. Prinsip ini teramati selama masa pembimbingan Nabi Muhammad oleh Allah dalam menjaga kesehatan. Allah mengajarkan pola-pola pencegahan dan penyembuhan penyakit sebagai gaya hidup sehat. Keempat prinsip ini berkaitan dengan kebersihan sebagai prioritas, kebiasaan makan, pemilihan makanan yang baik dan hahal, dan pengendalian stres secara fisik dan mental.[12]

Penyakit adalah berkah[sunting | sunting sumber]

Umumnya, penyakit dipandang sebagai kekacauan peristiwa fisiologis atau psikologis pada diri manusia. Keberadaan penyakit dianggap berdampak buruk bagi individu yang menderita penyakit tersebut. Namun, Islam memberikan pandangan yang berbeda mengenai penyakit. Keberadaan penyakit diyakini sebagai bentuk cobaan dalam Islam. Cobaan ini diberikan kepada orang-orang yang beriman. Penyakit diberikan sebagai bentuk penghapusan dosa dan kesalahan yang diperbuat oleh manusia. Selain itu, sakit yang diderita seseorang diyakini sebagai balasan atas keburukan yang pernah dilakukan oleh manusia.[13]

Kesehatan yang baik adalah berkah[sunting | sunting sumber]

Allah tidak hanya mampu menguji manusia dengan memberikan penyakit. Diri-Nya juga berkehendak untuk memberikan kesehatan yang baik kepada manusia. Dalam hadis, memperoleh kesehatan yang baik diyakini sebagai berkah. Hadis riwayat Imam Bukhari menyebutkan bahwa kesehatan merupakan salah satu bentuk kenikmatan yang manusia tertipu karenanya. Sementara periwayatan hadis oleh Imam Al-Hakim dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa waktu sehat merupakan salah satu dari lima perkara yang perlu dimanfaatkan.[14]

Allah memberikan obat untuk setiap penyakit[sunting | sunting sumber]

Setiap penyakit yang diciptakan oleh Allah memiliki obat. Ini karena Allah menginginkan agar hamba-hamba-Nya dalam kondisi sehat. Penyakit yang tidak ada obatnya hanya ada dua, yaitu penuaan dan kematian. Obat yang digunakan untuk penyembuhan penyakit wajib bersifat halal. Sementara obat yang mengandung unsur haram tidak diperbolehkan kecuali dalam keadaan darurat. Kedaruratannya ditentukan berdasarkan petunjuk dari Al-Qur'an dan hadis.

Penyembuhan memerlukan izin Allah[sunting | sunting sumber]

Hadis periwayatan Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah menyebutkan bahwa penyakit dapat sembuh atas izin Allah. Perawatan medis hanya dianggap sebagai salah satu penyebab kesembuhan manusia dari penyakit yang dideritanya. Sedangkan efek penyembuhannya terjadi karena ada izin dari Allah.[15]

Jaminan kesehatan[sunting | sunting sumber]

Ajaran Islam memberikan jaminan kesehatan bagi manusia. Kesehatan manusia dijamin melalui pola pemeliharaan kesehatan dan pengobatan dengan pola spiritualitas yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Keyakinan kepada kekuasaan Tuhan dan penyampaian wahyu disertai dengan penggunaan bahan alami sebagai obat. Nabi Muhammad juga mengajarkan untuk menerima saran tabib dalam pengobatan. Faktor psikologis dan fisik juga dipertimbangkan. Contohnya adalah penerapan bekam dan pemberian madu dalam pengobatan.[16]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Mu'adz 2016, hlm. 92.
  2. ^ Rianti, Emy (2017). Personal Higiene dalam Perspektif Islam (PDF). Tangerang Selatan: Cinta Buku Media. hlm. 4. ISBN 978-602-72411-7-6. 
  3. ^ Diab, Ashadi L. Maqashid Kesehatan dan Etika Medis dalam Islam: Sintesis Fikih dan Kedokteran (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 104. ISBN 978-602-453-593-3. 
  4. ^ Munandar, Haris (2020). Farmasi dalam Perspektif Islam (PDF). Medan: CV. Manhaji. hlm. 32. 
  5. ^ Ibrahim, H., Widiastuty, L., dan Ekasari, R. (2020). Bujawati, Emmi, ed. Kesehatan Kerja Tinjauan dalam Perspektif Islam (PDF). Gowa: Alauddin University Press. hlm. 114. ISBN 978-602-328-265-4. 
  6. ^ Mu'adz 2016, hlm. 92-93.
  7. ^ Rahmadi 2019, hlm. 2.
  8. ^ Muhajir (2016). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dalam Islam (PDF). Serang Baru: Laksitas Indonesia. hlm. 6. ISBN 978-602-72411-7-6. 
  9. ^ Saribanon, N., dkk. (2016). Haid dan Kesehatan Menurut Ajaran Islam (PDF). Jakarta Selatan: Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional. hlm. 15. ISBN 978-602-60325-2-2. 
  10. ^ Safrilsyah (2013). Psikologi Ibadah dalam Islam (PDF). Banda Aceh: Lembaga Naskah Aceh dan Ar-Raniry Press. hlm. ii. ISBN 978-602-7837-66-9. 
  11. ^ Kasmuri dan Dasril (2014). Psikoterapi Pendekatan Sufistik (PDF). STAIN Batusangkar Press. hlm. 134. ISBN 978-602-8887-91-5. 
  12. ^ Rahmadi 2019, hlm. 3.
  13. ^ Rahmadi 2019, hlm. 4.
  14. ^ Rahmadi 2019, hlm. 5.
  15. ^ Rahmadi 2019, hlm. 6.
  16. ^ Rahmadi 2019, hlm. 3-4.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]