Diskriminasi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
EmausBot (bicara | kontrib)
k r2.6.4) (bot Menambah: kk:Кемсіту (қоғамда)
Luthfi we (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 7: Baris 7:


'''Diskriminasi tidak langsung''', terjadi saat peraturan yang bersifat [[netral]] menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
'''Diskriminasi tidak langsung''', terjadi saat peraturan yang bersifat [[netral]] menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.

== Diskriminasi Berdasarkan Hukum Hak Asasi Manusia Indonesia ==
Pengertian diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia Indonesia (human rights law) dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.<ref>http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html</ref>

Ketentuan mengenai larangan diskriminasi di atas juga diatur dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Article 2 ICCPR berbunyi, “Each State Party to the present Covenant undertakes to respect and ensure to all individuals within its territory and subject to its jurisdiction the rights recognized in the present Covenant, without distinction of any kind, such as race, color, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status”.<ref>http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html</ref>

Mengacu pada kedua pemaknaan tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan 028-029/PUU-IV/2006 menyatakan bahwa diskriminasi harus diartikan sebagai setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama (religion), ras (race), warna (color), jenis kelamin (sex), bahasa (language), kesatuan politik (politcal opinion).<ref>http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html</ref>

== Diskriminasi Positif ==
Dikenal pula konsep diskriminasi yang dapat dimaknai positif (positive discrimination/affirmative action) apabila perlakuan khusus yang disepakati tersebut bertujuan untuk mengoreksi praktek diskriminasi di masa lalu dan sekarang bagi kelompok-kelompok yang tertinggal atau termarjinalkan melalui tindakan-tindakan aktif untuk menjamin persamaan hak. Hal tersebut ditegaskan oleh Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.”<ref>http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html</ref>

Diskriminasi positif dapat dibenarkan, tetapi memang hanya bersifat temporer (sementara) apabila kedudukan antarkelompok telah sama dan setara. Konsep tersebut, misalnya, terdapat dalam Pasal 4 ayat 1 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women—CEDAW) yang berbunyi, ”Adoption by States Parties of temporary special measures aimed at accelerating de facto equality between men and women shall not be considered discrimination as defined in the present Convention, but shall in no way entail as a consequence the maintenance of unequal or separate standards; these measures shall be discontinued when the objectives of equality of opportunity and treatment have been achieved.” Penggunaan langkah sementara yang dilakukan pemerintah untuk memacu kesetaraan laki-laki dan perempuan secara de facto tidak dianggap sebagai diskriminasi. Tetapi hal itu tidak boleh dilanggengkan karena sama dengan memelihara ketidaksetaraan dan standar yang berbeda. Langkah itu harus segera dihentikan ketika tujuan dari kesetaraan, kesempatan dan tindakan telah tercapai”.<ref>http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html</ref>


== Diskriminasi di tempat kerja ==
== Diskriminasi di tempat kerja ==

Revisi per 30 November 2011 03.47

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.

Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi

Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.

Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.

Diskriminasi Berdasarkan Hukum Hak Asasi Manusia Indonesia

Pengertian diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia Indonesia (human rights law) dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.[1]

Ketentuan mengenai larangan diskriminasi di atas juga diatur dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Article 2 ICCPR berbunyi, “Each State Party to the present Covenant undertakes to respect and ensure to all individuals within its territory and subject to its jurisdiction the rights recognized in the present Covenant, without distinction of any kind, such as race, color, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status”.[2]

Mengacu pada kedua pemaknaan tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan 028-029/PUU-IV/2006 menyatakan bahwa diskriminasi harus diartikan sebagai setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama (religion), ras (race), warna (color), jenis kelamin (sex), bahasa (language), kesatuan politik (politcal opinion).[3]

Diskriminasi Positif

Dikenal pula konsep diskriminasi yang dapat dimaknai positif (positive discrimination/affirmative action) apabila perlakuan khusus yang disepakati tersebut bertujuan untuk mengoreksi praktek diskriminasi di masa lalu dan sekarang bagi kelompok-kelompok yang tertinggal atau termarjinalkan melalui tindakan-tindakan aktif untuk menjamin persamaan hak. Hal tersebut ditegaskan oleh Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.”[4]

Diskriminasi positif dapat dibenarkan, tetapi memang hanya bersifat temporer (sementara) apabila kedudukan antarkelompok telah sama dan setara. Konsep tersebut, misalnya, terdapat dalam Pasal 4 ayat 1 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women—CEDAW) yang berbunyi, ”Adoption by States Parties of temporary special measures aimed at accelerating de facto equality between men and women shall not be considered discrimination as defined in the present Convention, but shall in no way entail as a consequence the maintenance of unequal or separate standards; these measures shall be discontinued when the objectives of equality of opportunity and treatment have been achieved.” Penggunaan langkah sementara yang dilakukan pemerintah untuk memacu kesetaraan laki-laki dan perempuan secara de facto tidak dianggap sebagai diskriminasi. Tetapi hal itu tidak boleh dilanggengkan karena sama dengan memelihara ketidaksetaraan dan standar yang berbeda. Langkah itu harus segera dihentikan ketika tujuan dari kesetaraan, kesempatan dan tindakan telah tercapai”.[5]

Diskriminasi di tempat kerja

Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk:

  • dari struktur upah,
  • cara penerimaan karyawan,
  • strategi yang diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau
  • kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.

Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya.

Teori statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau jenis kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih rendah.

Lihat pula

Pranala luar

  1. ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html
  2. ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html
  3. ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html
  4. ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html
  5. ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2011/11/diskriminasi.html