Perang Teluk I: Perbedaan antara revisi
k Membatalkan 1 suntingan oleh 139.193.40.42 (bicara) ke revisi terakhir oleh Hubretr. (Twinkle 🗳️) |
Husadajati (bicara | kontrib) |
||
Baris 20: | Baris 20: | ||
== Latar belakang == |
== Latar belakang == |
||
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan [[Iran]] dalam [[Perang Iran-Irak]]. Alasan utama terjadinya perang ini adalah : |
|||
⚫ | |||
# Ekonomi. |
|||
⚫ | Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta [[Uni Emirat Arab]] yang dianggap [[Saddam Hussein]] sebagai perang ekonomi. Irak juga terjerat utang luar negeri dengan beberapa negara, termasuk [[Kuwait]] dan [[Arab Saudi]]. Irak berusaha meyakinkan kedua negara tersebut untuk menghapuskan utangnya, namun ditolak. |
||
2.Batas Wilayah |
|||
⚫ | |||
Perselisihan perbebutan klaim atas [[Ladang Minyak Rumeyla]] walaupun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis.Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan [[Inggris]] dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan [[Usmaniyah]] [[Turki]]. |
|||
⚫ | Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara [[Bangsa Arab|Arab]] dan [[Afrika]] Utara kecuali [[Syria]], [[Libya]] dan [[Yordania]] serta [[Palestina]]. Kemudian datang pula bantuan militer [[Eropa]] khususnya Eropa Barat ([[Inggris]], [[Perancis]] dan [[Jerman Barat]], ditambah negara-negara Eropa Utara dan Eropa Timur), serta 2 negara [[Asia]] - [[Bangladesh]] dan [[Korea Selatan]]. Sementara, dari Afrika, [[Niger]] turut bergabung dalam koalisi. Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal [[Norman Schwarzkopf]] serta Jenderal [[Collin Powell]]. Pasukan negara-negara [[Bangsa Arab|Arab]] dipimpin oleh Letjen. [[Khalid bin Sultan]]. |
||
⚫ | Sebelum Fajar tanggal 2 Agustus 1990 Irak secara resmi menginvasi Kuwait, dengan membawa 100.000 pasukan dan membombardir ibu kota [[Kuwait City]] dari udara. Perbandingan militer yang jauh tidak seimbang, karena Kuwait hanya mempunyai sekitar 20.000 pasukan saja, sudah jelas dalam waktu singkat Irak dapat menguasai seluruh wilayah Kuwait. Namun, mereka berhasil memperlambat gerak Irak untuk memaksa keluarga kerajaan Kuwait untuk meloloskan diri ke Arab Saudi, beserta sebagian besar tentara yang masih tersisa. Akibat invasi ini, [[Liga Arab]] mengutuk dalam konfrensi [[Kairo]] utk menarik semua pasukan [[Irak]] dari [[Kuwait]]. [[Dewan Keamanan PBB]] menjatuhkan embargo ekonomi pada [[6 Agustus]] [[1990]]. Selang 2 hari pada 8 Agustus 1990 Operasi Perisai Gurun dibentuk oleh pasukan gabungan antara [[Amerika Serikat]], [[Perancis]], [[Inggris]], [[Australia]], dan Negara [[Liga Arab]]. |
||
⚫ | |||
⚫ | Operasi ini belum melakukan penyerbuan terhadap Irak di Kuwait. Dan sejak tanggal 17 Januari 1991, operasi diubah menjadi Operasi Badai Gurun (Desert Storm Operation), Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara [[Bangsa Arab|Arab]] dan [[Afrika]] Utara kecuali [[Syria]], [[Libya]] dan [[Yordania]] serta [[Palestina]]. Kemudian datang pula bantuan militer [[Eropa]] khususnya Eropa Barat ([[Inggris]], [[Perancis]] dan [[Jerman Barat]], ditambah negara-negara Eropa Utara dan Eropa Timur), serta 2 negara [[Asia]] - [[Bangladesh]] dan [[Korea Selatan]]. Sementara, dari Afrika, [[Niger]] turut bergabung dalam koalisi. Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal [[Norman Schwarzkopf]] serta Jenderal [[Collin Powell]]. Pasukan negara-negara [[Bangsa Arab|Arab]] dipimpin oleh Letjen. [[Khalid bin Sultan]]. |
||
⚫ | Sebelumnya misi diplomatik antara [[James Baker]] dengan menteri luar negeri Irak [[Tareq Aziz]] gagal ([[9 Januari]] [[1991]]). Irak menolak 12 Resolusi Dewan Kemanan [[PBB]] agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait [[15 Januari]] [[1991]]. Akhirnya [[Presiden]] Amerika Serikat [[George H. Bush]] diizinkan menyatakan perang oleh [[Kongres Amerika Serikat]] tanggal [[12 Januari]] [[1991]]. ''Operasi Badai Gurun'' dimulai pukul 03:00 waktu [[Bagdad]] yang diawali serangan serangan udara masif atas Bagdad dan beberapa wilayah Irak lainnya selama 100 jam tanpa henti. |
||
Target utama koalisi adalah untuk menghancurkan kekuatan Angkatan Udara Irak dan pertahanan udara, yang diluncurkan dari Arab Saudi dan kekuatan kapal induk koalisi di Laut Merah dan Teluk Persia. Target berikutnya adalah pusat komando dan komunikasi. [[Saddam Hussein]] merupakan titik sentral komando Irak, dan inisiatif di level bawah tidak diperbolehkan. Koalisi berharap jika pusat komando rusak, semangat dan koordinasi tempur Irak akan langsung kacau dan lenyap. Target ketiga dan yang paling utama adalah instalasi rudal jelajah, terutama rudal Scud. Operasi pencarian rudal ini juga didukung oleh pasukan komando Amerika dan Inggris yang mengadakan operasi rahasia di daratan untuk mencari, dan bila perlu, menghancurkan instalasi rudal tersebut. serta operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal [[30 Januari]] [[1991]]. |
Target utama koalisi adalah untuk menghancurkan kekuatan Angkatan Udara Irak dan pertahanan udara, yang diluncurkan dari Arab Saudi dan kekuatan kapal induk koalisi di Laut Merah dan Teluk Persia. Target berikutnya adalah pusat komando dan komunikasi. [[Saddam Hussein]] merupakan titik sentral komando Irak, dan inisiatif di level bawah tidak diperbolehkan. Koalisi berharap jika pusat komando rusak, semangat dan koordinasi tempur Irak akan langsung kacau dan lenyap. Target ketiga dan yang paling utama adalah instalasi rudal jelajah, terutama rudal Scud. Operasi pencarian rudal ini juga didukung oleh pasukan komando Amerika dan Inggris yang mengadakan operasi rahasia di daratan untuk mencari, dan bila perlu, menghancurkan instalasi rudal tersebut. serta operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal [[30 Januari]] [[1991]]. |
Revisi per 21 Juli 2017 04.51
Perang Teluk | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Pesawat tempur AS melintasi kilang minyak yang terbakar. | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Koalisi PBB |
Irak | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Norman Schwarzkopf | Saddam Hussein | ||||||
Kekuatan | |||||||
660.000 | 360.000 | ||||||
Korban | |||||||
378 tewas, 1.000 terluka |
25.000 tewas, 75.000 terluka |
Perang Teluk Persia I atau Gulf War disebabkan atas Invasi Irak atas Kuwait 2 Agustus 1990 dengan strategi gerak cepat yang langsung menguasai Kuwait. Emir Kuwait Syeikh Jaber Al Ahmed Al Sabah segera meninggalkan negaranya dan Kuwait dijadikan provinsi ke-19 Irak dengan nama Saddamiyat Al-Mitla` pada tanggal 28 Agustus 1990, sekalipun Kuwait membalasnya dengan serangan udara kecil terhadap posisi posisi Irak pada tanggal 3 Agustus 1991 dari pangkalan yang dirahasiakan (kemungkinan berada di Arab Saudi).
Latar belakang
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam Perang Iran-Irak. Alasan utama terjadinya perang ini adalah :
- Ekonomi.
Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi. Irak juga terjerat utang luar negeri dengan beberapa negara, termasuk Kuwait dan Arab Saudi. Irak berusaha meyakinkan kedua negara tersebut untuk menghapuskan utangnya, namun ditolak.
2.Batas Wilayah
Perselisihan perbebutan klaim atas Ladang Minyak Rumeyla walaupun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis.Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.
Sebelum Fajar tanggal 2 Agustus 1990 Irak secara resmi menginvasi Kuwait, dengan membawa 100.000 pasukan dan membombardir ibu kota Kuwait City dari udara. Perbandingan militer yang jauh tidak seimbang, karena Kuwait hanya mempunyai sekitar 20.000 pasukan saja, sudah jelas dalam waktu singkat Irak dapat menguasai seluruh wilayah Kuwait. Namun, mereka berhasil memperlambat gerak Irak untuk memaksa keluarga kerajaan Kuwait untuk meloloskan diri ke Arab Saudi, beserta sebagian besar tentara yang masih tersisa. Akibat invasi ini, Liga Arab mengutuk dalam konfrensi Kairo utk menarik semua pasukan Irak dari Kuwait. Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990. Selang 2 hari pada 8 Agustus 1990 Operasi Perisai Gurun dibentuk oleh pasukan gabungan antara Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Australia, dan Negara Liga Arab.
Operasi ini belum melakukan penyerbuan terhadap Irak di Kuwait. Dan sejak tanggal 17 Januari 1991, operasi diubah menjadi Operasi Badai Gurun (Desert Storm Operation), Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara Arab dan Afrika Utara kecuali Syria, Libya dan Yordania serta Palestina. Kemudian datang pula bantuan militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris, Perancis dan Jerman Barat, ditambah negara-negara Eropa Utara dan Eropa Timur), serta 2 negara Asia - Bangladesh dan Korea Selatan. Sementara, dari Afrika, Niger turut bergabung dalam koalisi. Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal Norman Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell. Pasukan negara-negara Arab dipimpin oleh Letjen. Khalid bin Sultan.
Sebelumnya misi diplomatik antara James Baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal (9 Januari 1991). Irak menolak 12 Resolusi Dewan Kemanan PBB agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait 15 Januari 1991. Akhirnya Presiden Amerika Serikat George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat tanggal 12 Januari 1991. Operasi Badai Gurun dimulai pukul 03:00 waktu Bagdad yang diawali serangan serangan udara masif atas Bagdad dan beberapa wilayah Irak lainnya selama 100 jam tanpa henti.
Target utama koalisi adalah untuk menghancurkan kekuatan Angkatan Udara Irak dan pertahanan udara, yang diluncurkan dari Arab Saudi dan kekuatan kapal induk koalisi di Laut Merah dan Teluk Persia. Target berikutnya adalah pusat komando dan komunikasi. Saddam Hussein merupakan titik sentral komando Irak, dan inisiatif di level bawah tidak diperbolehkan. Koalisi berharap jika pusat komando rusak, semangat dan koordinasi tempur Irak akan langsung kacau dan lenyap. Target ketiga dan yang paling utama adalah instalasi rudal jelajah, terutama rudal Scud. Operasi pencarian rudal ini juga didukung oleh pasukan komando Amerika dan Inggris yang mengadakan operasi rahasia di daratan untuk mencari, dan bila perlu, menghancurkan instalasi rudal tersebut. serta operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal 30 Januari 1991.
Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasi Israel dengan menghujani Israel terutama Tel Aviv dan Haifa, Arab Saudi di Dhahran dengan serangan rudal Scud B buatan Soviet rakitan Irak, yang bernama Al Hussein. Untuk menangkal ancaman Scud, koalisi memasang rudal penangkis, Patriot, serta memaksimalkan sorti udara untuk memburu rudal-rudal tersebut sebelum diluncurkan. Irak juga melakukan perang lingkungan dengan membakar sumur sumur minyak di Kuwait dan menumpahkan minyak ke Teluk Persia. Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara Uni Soviet dengan Irak yang dilakukan atas diplomasi Yevgeny Primakov dan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev namun ditolak Presiden Bush pada tanggal 19 Februari 1991. Sementara Soviet akhirnya tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB semisal mengambil hak veto, meskipun Uni Soviet pada saat itu dikenal sebagai sekutu Irak, terutama dalam hal suplai persenjataan. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan.
Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.