Condongcampur, Sruweng, Kebumen

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Condongcampur
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenKebumen
KecamatanSruweng
Kode pos
54362
Kode Kemendagri33.05.14.2021
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Condongcampur adalah desa di kecamatan Sruweng, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia. Merupakan desa yang terletak paling utara di Kecamatan Sruweng.

Batas-batas Wilayah[sunting | sunting sumber]

  1. Utara: Kecamatan Karanggayam dan Kecamatan Pejagoan
  2. Timur: Kecamatan Pejagoan
  3. Selatan: Desa Pandansari dan Kecamatan Pejagoan
  4. Barat: Desa Pandansari, Desa Donosari dan Desa Penusupan

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Dalam sejarah desa ini pernah dipimpin oleh Kepala Desa Asmaredja hampir kurang lebih selama 30 tahun, kemudian Nurkolis, kemudian Sikin dan Kepala Desa saat ini adalah Arjo Winoto (Rada). Pada masa Kepala Desa Asmaredja, didesa ini menjadi tempat tunjuan wisata alam berupa gunung, yang disebut Bukit Condong, yang di atas puncaknya terdapat makam yang dikeramatkan yang konon sesuai dengan tulisan pada batu nisan adalah Trunoyo, setiap Idul Fitri dipentaskan beberapa hiburan berupa dangdut kuda lumping.

Geografi[sunting | sunting sumber]

Desa Condongcampur terletak di lereng selatan Perbukitan Condong dengan ketinggian antara 110-550 meter di atas permukaan air laut Mdpl. Desa Condongcampur dikelilingi bukit seperti Bukit Krewed, Bukit Condong, Bukit Jatiwayang, Bukit Konjara dan Bukit Pranji. Dsa Condongcampur juga merupakan hulu dari Sungai Kejawang.

Aksesbilitas[sunting | sunting sumber]

Desa Condongcampur yang berada di perbukitan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua, atau roda empat jenis minibus, hal ini karena masih terbatasnya insfrastruktur jalan yang saat ini masih berupa jalan tanah dan sebagian dikeraskan dengan semen.

Penduduk[sunting | sunting sumber]

Penduduk Desa Condongcampur bermata pencaharian sebagai petani ladang dengan komoditas utama berupa kelapa, mlinjo, pete, jenitri dan singkong karena mayoritas berupa tanah tegalan. Generasi muda desa ini berurbanisasi ke kota setelah menyelesaikan sekolahnya dan kemudian sebagian dari mereka melanjutkan pendidikannya di kota dan kemudian menetap.