Wikipedia:Warung Kopi (Bahasa)/Arsip/2017/6

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Penganiayaan atau penindasan[sunting sumber]

Mau nanya, kata persecution tuh cocoknya diterjemahin jadi penganiayaan (kek Penganiayaan terhadap orang Kristen) atau penindasan (kek Penindasan terhadap Muslim di Myanmar dan Penindasan terhadap Rohingya di Myanmar 2016–2017). Itu aja, makasih --What a joke (bicara) 17 Februari 2017 02.30 (UTC)[balas]

Menurut saya, penindasan itu lebih luas daripada penganiayaan. Jadi penganiayaan (yang secara umum lebih mengerucut kepada hal-hal fisik) merupakan salah satu bentuk penindasan. Nah, untuk artikel yang menggunakan penganiayaan mestinya isinya harus penganiayaan. Sedangkan untuk artikel yang menggunakan judul penindasan, mestinya isinya lebih luas, salah satunya (mungkin) penganiayaan. Namun semua itu juga tergantung bagaimana dialektika yang digunakan dalam memungut dua kata tersebut. Mengingat bahwa bahasa kita itu sangat lentur, ada baiknya kita juga lentur. Salam gigho (bicara) 17 Februari 2017 - 10.12 WIB

Kalo Open Doors Indonesia setau ane lebih suka pake kata "penganiayaan" untuk menerjemahkan kata "persecution", kadang juga pake neoglotisme sendiri "persekusi" (suatu tindakan yang katanya perlu dihindari menurut M. Adiputra) Padahal setau ane yang dimaksud penganiayaan/persekusi/persecution disana juga mengacu pada pelarangan penginjilan, Bhutan contohnya, kagak pernah ngancurin gereja, menganiaya apalagi membantai umat Kristen tapi tetep dibilang menganiaya hanya karena melarang penginjilan sama sekali dan menyatakan diri sebagai negara Buddhis meskipun tidak pernah melakukan persecution secara fisik (CMIIW)

FYI aja, bagi Open Doors ngelarang penginjilan sama sekali itu masuk kategori "persecution", tapi kalo cuman dibatasin (misalnya Thailand masih ngasih tempat buat penginjilan tapi khusus buat orang Tionghoa dan bukannya orang Thai) ya nggak masuk, "persecution" yang terjadi cuman pada masa lampau (contohnya Pemberontakan Shimabara di Jepang, sentimen orang Perancis & Kristen pada masa PDI di Thailand, dlsb) juga nggak termasuk, karena kalo termasuk, berarti jangankan Jepang dan Thailand, negara-negara Eropa yang sekarang udah jadi mayoritas Kristen saya rasa juga bakalan masuk karena dulu juga sempet terjadi penganiayaan terhadap umat Kristen pada zaman pagan Romawi Kuno (contoh: Penganiayaan Diokletianus) hehehe. Cuman yang aneh lagi sih negara-negara yang udah mayoritas Kristen macem Meksiko dan Kolombia juga termasuk, dilihat dari sumbernya katanya yang melakukan penganiayaan orang-orang sono yang masih pagan.

Satu-satunya negara (selain negara-negara Eropa, Amerika, & Australia) yang bener-bener ngebebasin penginjilan tanpa batasan setau ane sih cuman Korea Selatan karena Kristen udah dianggep anak emas sama pemerintah sono, jadi simbol nasionalisme (beda ama Indonesia yang masih nganggep Kristen terkait dengan penjajahan disamping ada Pahlawan nasional Indonesia yang beragama Kristen dan bahkan bule macem Douwes Dekker, Pierre Tendean dan Albertus Soegijapranata), karena pas penjajahan Jepang, Kristen justru jadi garda terdepan dalam perlawanan terhadap Jepang dibanding Buddhis atau Shamanisme. Mbah buyutnya Kim Jong-un aja pastor lho, cuman kakek (Kim Il-sung), bapak (Kim Jong-il) sama anaknya (KJU) aja yang ndablek & malah bikin negara penganiaya Kristen no. 1 di dunia, disana yang namanya nganut Kristen dianggap kejahatan disamping Korut sendiri malah ngelegalin ganja.

Cuman karena saking sayangnya ama Kristen, orang Buddhis & Katolik Korea malah jadi cemburu & nganggep pemerintah Korsel pengen Kristenin rakyatnya sendiri. Buat ane sih lebih baik masing-masing pihak mah menahan diri karena kalo ntar terjadi Civil War malah Korutnya senang & bahkan menang. Kek pas menjelang jamannya Park Chung-hee, sesama kalangan militernya pengen tikai tapi nggak jadi karena takut malah nyenengin Korut. Korut menang juga menurut saya nggak bakalan nguntungin umat Buddhis deh karena pas Vietnam Utara menang Perang Vietnam, walaupun umat Buddhis disono kebebas dari Krisis Buddha, tapi yang ada justru jumlah umat Buddhis menurun drastis dari sekitar 80% jadi 8%-12%. Maaf kalo malah jadi OOT, maaf juga kalo nggak berkenan bicarain soal agama, hehehe --Erik Fastman (bicara) 17 Februari 2017 05.42 (UTC)[balas]

Itulah mengapa kita perlu lentur terhadap bahasa. Saya ingin memberi contoh paradoks tentang suatu definisi. Simbol adalah lambang yang mewakili suatu nilai. Nah kalau dibalik, Lambang adalah simbol yang mewakili suatu nilai. Mengingat suatu definisi tak elok kalau menyebut dua kali kata yang didefinisikan, maka dicarikanlah persamaan, yaitu simbol bersinonim dengan lambang. Mana yang stratanya lebih tinggi, simbol atau lambang? Sama saja, tergantung keperluan pendefinisian. Begitu juga dengan penindasan dan penganiayaan. Dapat saja kita terapkan bahwa penganiayaan bersifat lebih umum dan penindasan merupakan bagian dari penganiayaan. Namun dalam kesempatan lain, dapat saja kita katakan bahwa penindasan lebih bersifat umum, dan penganiayaan merupakan salah satu bentuk penindasan. Namun jika di sini kita akan membangun kesepakatan dikotomi dua kata itu, ya mari kita bersama-sama membangun kata sepakat. gigho (bicara) 19 Februari 2017 - 02.40 WIB
Nah, perjalanan waktu, penggunaan yang tren/jamak dalam pemberitaan saat ini justru kata "persekusi" itu sendiri. @What a joke: @Igho:  RahmatdenasMengecat   3 Juni 2017 17.08 (UTC)[balas]

Entitas politik[sunting sumber]

Istilah "Kekhanan" sangat mengganjal pikiran saya. Neologisme ini dimaksudkan supaya berarti: bentuk pemerintahan yang dipimpin seorang Khan. Kata dasarnya Khan, titel penguasa zaman Imperium Mongolia. Tapi, entah mengapa kata ini masih terdengar kurang pas. Mungkin karena ketiadaan kata dasar dengan 1 silabel yang memiliki awalan dan akhiran sekaligus dalam bahasa kita. Kekhanan = ke - khan - an.
Saya usulkan agar diserap menjadi "Khanat", dari bahasa Inggris Khanate. Kasus serupa seperti "Emirat", dari Emirate. Omong-omong, mengapa ada neologisme "Keamiran", alih-alih sudah ada Emirat? Adakah yang mengetahui alasannya? Jika tidak ada, akan saya pindahkan. -- Adiputra बिचर -- 1 Mei 2017 05.04 (UTC)[balas]

Istilah serupa yang saya temukan adalah "Ketsaran".
Olala.
Mengapa ya, tidak diterjemahkan menjadi Kekaisaran saja? Memang, kita tidak harus memaksa Tsardom agar berubah menjadi "Ketsaran", sebagaimana kita tidak memaksa Empire of Japan menjadi "Imperium Jepang", tapi "Kekaisaran Jepang". -- Adiputra बिचर -- 1 Mei 2017 05.34 (UTC)[balas]
Bentuk yang paling umum sepertinya adalah Raja/Ratu dan Kerajaan untuk menunjukan kepada suatu pemerintahan monarki. Istilah lain yang baku di kbbi adalah amir/emir (raja), emirat (pemerintahan), keemiratan (wilayah), kekaisaran, dan imperium. Semuanya merujuk kepada bentuk kerajaan. Sementara istilah kekhanan dan keamiran tidak ada (solusi: istilah & artikel keamiran harap diganti mjd Emirat). Tsar dan Kaisar menurut kbbi juga merujuk kpd raja dan tdk khusus utk Romawi. Sehingga jika belum terdapat istilah baku mungkin bisa tetap menggunakan istilah umum Kerajaan (solusi: jadi Kerajaan Mongol; atau biarkan Kekaisaran Mongol). Penyerapan Khanate mjd Khanat bagi saya kurang setuju karena tidak merujuk langsung dari bahasa aslinya (Mongol/Arab->inggris->Indo), sehingga jikapun diinginkan adanya neologisme maka Kekhanan lebih dekat (Mongol->Indo). Sebagaimana Kesultanan bukannya Sultanat. ibensis (What’s the Story?) 12 Juni 2017 17.57 (UTC)[balas]

Judul Episode[sunting sumber]

Saya mau nanya, kalau judul episode yang menggunakan bahasa selain Bahasa Indonesia apakah sebaiknya di terjemahkan kedalam bahasa indonesia atau dibiarkan saja? -abie (bicara) 28 Mei 2017 06.49 (UTC)[balas]

Tampaknya dibiarkan saja seperti judul asalnya, seperti judul film dan buku asing. Kecuali jika memang suatu episode itu judulnya diubah ke dalam bahasa Indonesia ketika tayang di Indonesia. Apakah ada pendapat lain dari yang lebih ahli? Irvan Ary Maulana (bicara) 12 Juni 2017 14.20 (UTC)[balas]
Saya tidak ahli, tapi kalau misalnya sudah diindonesiakan judul episodenya, ya sebaiknya menggunakan judul Indonesia. Salam gigho (bicara) 12 Juni 2017 21.39 (WIB)

Menerjemahkan nama ras hewan[sunting sumber]

Apakah boleh menerjemahkan nama ras hewan? Seperti ras kucing american shorthair atau british shorthair menjadi bulu pendek amerika atau bulu pendek britania raya. Ariefz (bicara) 7 Juni 2017 00.12 (UTC)[balas]

Nama danau ikut terganti otomatis[sunting sumber]

Berhubung adanya penggantian teks otomatis yang memisahkan kata "Di" pada kata Diatas dan Dibawah, penulisan nama untuk Danau Diatas dan Danau Dibawah jadi ikut berubah. Saat ini penulisan keduanya terpisah jadi "Danau Di atas" dan "Danau Di bawah" baik itu di artikelnya ataupun penulisannya di artikel lain seperti ini. Mohon tolong kembaliin bagi yang bisa menyiasatinya. Rahmatdenas (bicara) Rahmatdenas (bicara) 7 Juni 2017 09.36 (UTC)[balas]

Sudah saya kembalikan. Memanggil para pemilik bot @Rachmat04: @Hidayatsrf:. Pengguna:Arifin.wijaya/tt 22 Juni 2017 pukul 16.47 WIB

Kril, bukan krill[sunting sumber]

Saya menemukan pada glosarium Pusat Bahasa kata krill diserap menjadi kril, tetapi banyak artikel di WBI yang mempertahankan kata krill selayaknya istilah pada bahasa Inggris. Karena cukup banyak artikel yang memuat kesalahan tersebut, adakah yang bersedia menggunakan bot untuk menyunting satu kata ini? Terima kasih. Irvan Ary Maulana (bicara) 12 Juni 2017 14.38 (UTC)[balas]