Stratigrafi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Geologi strata di Salta (Argentina).

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Ilmu stratigrafi pertama kali dirintis di Britania Raya pada abad ke-19 Masehi. Perintisnya bernama William Smith. Perintisan ini diawali oleh pengamatan terhadap beberapa perlapisan batuan yang tersingkap dengan urutan perlapisan yang sama. Kesimpulan dari pengamatan ini bahwa lapisan tertua pada batuan adalah lapisan batuan yang berada pada lapisan terbawah. Kesimpulan ini hanya memiliki beberapa pengecualian. Kondisi yang umum pada lapisan batuan adalah adanya kesinambungan yang utuh ke tempat yang berbeda-beda. Karenanya, pada suatu wilayah yang sangat luas dapat dibuat perbandingan lapisan batuan antara satu tempat ke tempat lainnya. Smith kemudian membuat suatu sistem yang berlaku umum berdasarkan hasil pengamatannya ini. Pemberlakuannya untuk periode-periode geologi tertentu. Pada masanya, belum ada penamaan untuk periode-periode waktu tersebut. Hasil pengamatan Smith kemudian berkembang menjadi ilmu stratigrafi. Kajian awalnya meliputi pengetahuan tentang susunan, hubungan dan pembentukan batuan.[1]

Penekanan penelitian stratigrafi waktu itu diletakkan pada konsep waktu sehingga pemelajaran litologi pada waktu itu dipandang hanya sebagai ilmu pelengkap dalam rangka mencapai suatu tujuan yang dipandang lebih penting, yakni untuk menggolongan dan menentukan umur batuan.[butuh rujukan] Pada tahun-tahun berikutnya, pemelajaran minyakbumi secara khusus telah memberikan konsep yang sedikit berbeda terhadap istilah stratigrafi. Konsep yang baru itu tidak hanya menekankan masalah penggolongan dan umur, namun juga litologi.[butuh rujukan]

Terminologi[sunting | sunting sumber]

Stratigrafi tersusun dari 2 kata, yaitu kata “strati“ berasal dari kata stratos, dan kata “grafi” yang berasal dari kata graphic atau graphos. Stratos berarti perlapisan, sedangkan graphic atau graphos berarti gambar atau lukisan. Dalam pengertian sederhana, stratigrafi diartikan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, stratigrafi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang aturan, hubungan, dan pembentukan macam-macam batuan di alam yang dibahas dari segi ruang dan waktu.[1]

Definisi[sunting | sunting sumber]

Definisi dari para ahli stratigrafi[sunting | sunting sumber]

Raymond Cecil Moore (1941) menyatakan bahwa “stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang membahas tentang definisi dan pemerian kelompok-kelompok batuan, terutama batuan sedimen, serta penafsiran kebenaannya dalam sejarah geologi.” Sedangkan menurut Otto Heinrich Schindewolf (1954), stratigrafi bukan Schichtbeschreibung, melainkan sebuah cabang geologi sejarah yang membahas tentang susunan batuan menurut umurnya serta tentang skala waktu dari berbagai peristiwa geologi. Definis dari stratigrafi juga dikemukakan oleh Curt Teichert (1958). Ia mendefinisikan stratigrafi sebagai "cabang ilmu geologi yang membahas tentang strata batuan untuk menetapkan urutan-urutan kronologinya serta penyebaran geografisnya.” Sebagian besar ahli stratigrafi Prancis juga tidak terlalu menekankan komposisi batuan sebagai sebuah domain dari stratigrafi.[butuh rujukan]

Definisi dari Kongres Geologi Internasional[sunting | sunting sumber]

Definisi istilah stratigrafi telah dibahas pada pertemuan Kongres Geologi Internasional di Kopenhagen pada 1960. Salah satu kelompok, yang sebagian besar merupakan ahli-ahli geologi perminyakan, tidak menyetujui adanya pembatasan pengertian dan tujuan stratigrafi. Bagi para ahli geologi itu, “stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari strata dan berbagai hubungan strata (bukan hanya hubungan umur) serta tujuannya adalah bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan mengenai sejarah geologi yang terkandung di dalamnya, melainkan juga untuk memperoleh jenis-jenis pengetahuan lain, termasuk di dalamnya pengetahuan mengenai nilai ekonomisnya”. Konsep stratigrafi yang luas itu dipertahankan oleh subkomisi tersebut yang sewaktu memberikan komentar terhadap berbagai definisi stratigrafi yang ada saat itu, menyatakan bahwa stratigrafi mencakup asal-usul, komposisi, umur, sejarah, hubungannya dengan evolusi organik, dan fenomena strata batuan lainnya.[butuh rujukan]

Prinsip[sunting | sunting sumber]

Stenno mengungkapkan adanya prinsip-prinsip dalam stratigrafi. Prinsip-prinsip ini meliputi superposisi, horizontalitas, keberlanjutan perlapisan, hubungan potong memotong dan suksesi biota.[butuh rujukan]

Konsep dasar[sunting | sunting sumber]

Aturan[sunting | sunting sumber]

Dalam stratigrafi, aturan merupakan penetapan tata nama. Tata nama dalam stratigrafi disebut sandi stratigrafi. Sandi stratigrafi adalah aturan penamaan atas satuan-satuan stratigrafi. Penamaan ini dapat bersifat resmi maupun tidak resmi. Tujuan penamaan ini untuk memberikan keseragaman dalam nama beserta dengan pengertian-pengertiannya.[1]

Hubungan[sunting | sunting sumber]

Dalam stratigrafi, hubungan diartikan sebagai hubungan setiap lapisan batuan dengan batuan lainnya. Hubungan berlaku pada lapisan batuan yang ada di atas maupun yang ada di bawah suatu lapisan batuan lainnya. Status hubungan antarlapisan batuan ini dibedakan menjadi dua, yaitu selaras dan tidak selaras.[1]

Pembentukan[sunting | sunting sumber]

Dalam stratigrafi, pembentukan diartikan sebagai pembentukan batuan pada setiap lapisan batuan. Pembentukan yang dimaksud adalah pembentuan batuan yang terjadi secara mandiri. Batuan-batuan ini umum disebut sebagai fasies.[1]

Ruang dan waktu[sunting | sunting sumber]

Dalam stratigrafi, ruang diartikan sebagai tempat pembentukan atau pengendapan bagi setiap batuan pada lingkungan geologi tertentu. Ruang dalam stratigrafi dibedakan menjadi darat, transisi atau laut. Sedangkan waktu diartikan sebagai umur pembentukan batuan. Pembagian waktu mengacu kepada skala umur geologi. Skala ini misalna eosen dan kala.[2]

Cabang ilmu[sunting | sunting sumber]

Stratigrafi merupakan salah satu cabang geologi yang ditinjau dari subjeknya. Subjek dari stratigrafi adalah sejarah Bumi.[3] Secara umum, stratigrafi dipelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan. Sejarah Bumi dikaji dalam stratigrafi melalui studi tentang sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi perlapisan batuan. Lapisan-lapisan batuan ini kemudian diberi penafsiran sehingga sejarah Bumi dapat dijelaskan. Hubungan dan perbandingan antara lapisan-lapisan batuan menghasilkan cabang ilmu dari stratigrafi yaitu litostratigrafi, biostratigrafi dan kronostratigrafi. Litostratigrafi berkaitan dengan litologi. Biostratigrafi berkaitan dengan kandungan fosil. Sedangkan kronostratigrafi berkaitan dengan umur relatif maupun umur absolut dari lapisan batuan.[1]

Pemetaan[sunting | sunting sumber]

Peta potongan[sunting | sunting sumber]

Peta potongan merupakan salah satu jenis peta ekskavasi. Kegunaannya untuk memberikan gambaran mengenai keadaan situs dari arah horizontal. Jenis peta ini memberikan informasi mengenai susunan stratigrafi antarkotak ekskavasi.[4]

Analisis[sunting | sunting sumber]

Analisis stratigrafi digunakan untuk mengetahui proses sedimentasi. Informasi yang diperolehnya adalah penyebab dan tahapan pembentukan lapisan batuan dan keberadaan tanah di dalamnya. Analisis stratigrafi juga memberikan informasi mengenai penanggalan relatif. Analisis stratigrafi dilakukan dengan dua jenis pengamatan, yaitu pengamatan stratigrafi regional dan pengamatan stratigrafi lokal.[5]

Analisis stratigrafi regional[sunting | sunting sumber]

Pengamatan untuk analisis stratigrafi regional dilakukan dengan menggunakan peta geologi dengan cakupan seluas daerah atau situs. Objek yang diamati meliputi deposit-deposit strategis bagi negara, seperti emas, batu bara dan minyak bumi. Objek-objek ini umumnya tidak ditampilkan dalam peta geologi atau tidak dibuatkan menjadi peta geologi. Pengamatan pada kondisi tidak memiliki peta geologi harus dilakukan oleh ahli geologi.[6]

Pengamatan untuk analisis stratigrafi regional diutamakan pada empat objek pengamatan, yaitu jenis batuan, struktur geologi, mata air, dan daerah pertambangan. Penggambaran jenis batuan di dalam peta geologi menggunakan warna atau notasi yang telah dibakukan dalam geologi. Tujuannya untuk mengetahui jenis batuan yang ada di suatu daerah atau situs. Struktur geologi diamati untuk mengetahui sejarah kejadian sesar di suatu daerah atau situs. Penggambarannya menggunakan tanda gambar yang menyatakan tiga jenis sesar, yaitu sesar normal, sesar geser atau sesar naik. Pengamatan terhadap mata air bertujuan untuk mengetahui hubungannya dengan daerah atau situs yang diamati. Penggambaran mata air menggunakan notasi khusus. Daerah tambang diamati untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas pertambangan di daerah atau situs yang diamati. Penggambarannya menggunakan tanda gambar.[6]

Analisis stratigrafi lokal[sunting | sunting sumber]

Pengamatan untuk analisis stratigrafi lokal dilakukan pada lubang galian selama kegiatan ekskavasi. Pengamatan dilakukan secara langsung dengan memperhatikan keadaan dinding-dinding hasil penggalian. Pengamatan untuk analisis stratigrafi lokal juga dilakukan pada kegiatan survei. Proses pengamatan dilakukan dengan membuat lintasan-lintasan stratigrafi di beberapa lokasi tertentu. Pengamatan untuk analisis stratigrafi lokal dilakukan pada lubang galian memerlukan kehati-hatian. Alasannya adalah perubahan secara lateral sering terjadi pada lapisan batuan tertentu. Perubahan lateral ini dapat berupa perubahan membaji atau melensa.[6]

Perhatian dalam pengamatan untuk analisis stratigrafi lokal dilakukan terhadap perubahan warna lapisan batuan, tekstur butiran, struktur batuan, perubahan jenis tanah dan derajat keasaman. Pengamatan terhadap perubahan warna lapisan batuan dilakukan karena warna lapisan batuan berbeda-beda tergantung jenis sedimennya. Pengamatan terhadap perubahan tekstur bertujuan untuk mengetahui hubungan antara suatu butiran batuan dengan butiran batuan lainnya. Bentuk yang teramati antara butiran dengan lapisan bergradasi atau butiran yang tidak beraturan. Pengamatan terhadap perubahan struktur batuan dilakukan karena adanya sifat-sifat dari arus sungai atau letusan gunung berapi yang mengubahnya. Sifat-sifat ini antara lain silang-siur, berlapis baik, melensa atau membaji. Pengamatan terhadap perubahan jenis tanah dipengaruhi oleh diameter butiran tanah. Jenis tanah yang teramati yaitu tanah lempung, tanah berpasir atau tanah lanau. Butiran tanah lempung berdiameter antara 0,1–2 mikron. Tanah berpasir memiliki butiran antara 2 mikron sampai 1 milimeter. Sedangkan tanah lanau mencakup ukuran tanah lempung rata-rata 2 mikron. Pengamatan terhadap perubahan derajat keasaman dilakukan untuk mengetahui tingkat kesuburan dan pembentukan tanah. Derajat keasaman merupakan indikator dari kesuburan tanah.[7]

Penelitian penting[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1787, dilakukan peneltian arkeologi untuk menganalisis pelapisan tanah. Penyelidikan dilakukan terhadap gundukan-gundukan kubur Indian di Virginia oleh Thomas Jefferson.[butuh rujukan] Kemudian pada tahun 1839 dilakukan penelitian geologi yang kemudian dipaparkan oleh Jacques Boucher de Perthes di Paris. Pemarannya ini diberi judul Kronologisasi Artefak dari Sudut Pandang Seorang Geolog: Stratigrafi di Lembah Somme pada Masa Diluvium.[butuh rujukan] Penelitian awal mengenai stratigrafi diadakan pada tahun 1864 oleh Lartet dan Christy. Penelitian ini merupakan perbandingan stratigrafi pada lokasi-lokasi penemuan masa Paleolitikum di Périgord.[butuh rujukan] Pada tahun 1871, penelitian arkeologi dilakukan di Troya oleh Heinrich Schliemann untuk tujuan ekskavasi dalam rangka pengembangan penggalian cara Schliemann dengan profil besar.[butuh rujukan] Lalu pada tahun 1890 diadakan penyelidikan oleh Flinders Petrie di Tell el-Hesi. Penentuan kronologi keramik berdasarkan kepada stratigrafi.[butuh rujukan] Stratigrafi perbandingan kemudian diperkenalkan dalam Stratigrafi Perbandingan dan Kronologisasi Asia Barat yang ditulis oleh Claude Frédéric-Armand Schaeffer. Buku ini diterbitkan pada tahun 1948. Sementara pengembangan teoretisnya dilakukan oleh Edward Harris pada tahun 1973.[butuh rujukan]

Ilmu pendukung dan dukungan keilmuan[sunting | sunting sumber]

Stratigrafi khususnya biostratigrafi dan litostratigrafi memperoleh manfaat dari ilmu lain seperti paleontologi. Paleontologi digunakan dalam analisis struktur dan sedimentologi regional. Kegunaannya ini berkaitan dengan penentuan umur runtunan batuan sesuai dengan kandungan fosil.[8] Di sisi lain, metode-metode stratigrafi merupakan salah satu dari banyak cara yang digunakan untuk penelitian arkeologi.[9]

Penerapan praktis[sunting | sunting sumber]

Identifikasi daerah rawan longsor[sunting | sunting sumber]

Daerah rawan longsor merupakan daerah yang pernah mengalami longsor. Proses identifikasi daerah rawan longsor didasarkan kepada kejadian longsor. Evaluasi daerah yang menjadi lokasi longsor dapat dilakukan dengan banyak cara, termasuk melalui stratigrafi. Dalam identifikasi ini, stratigrafi merupakan faktor geologi yang dapat mengevaluasi medan terjadinya longsor dari segi komposisi tanah.[10]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f Noor 2012, hlm. 246.
  2. ^ Noor 2012, hlm. 247.
  3. ^ Inaqa, Suci, ed. (2019). Sistem Informasi Geografis (Geoographic Information System) Kerentanan Bencana (PDF). CV. Makmur Cahaya Ilmu. hlm. 32. ISBN 978-602-53845-8-5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-03-03. Diakses tanggal 2022-03-09. 
  4. ^ Sukendar, dkk. 2000, hlm. 218.
  5. ^ Sukendar, dkk. 2000, hlm. 172.
  6. ^ a b c Sukendar, dkk. 2000, hlm. 173.
  7. ^ Sukendar, dkk. 2000, hlm. 173-174.
  8. ^ Yuskar, Y., dan Choanji, T. (2016). Sedimentologi Dasar (PDF). Pekanbaru: UIR Press. hlm. 3. ISBN 978-979-3793-67-2. 
  9. ^ Sukendar, dkk. 2000, hlm. 115.
  10. ^ Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung (2009). Mengelola Risiko Bencana di Negara Maritim Indonesia (PDF). Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung. hlm. 48. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]