Perjanjian Persahabatan Inggris-Jepang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Perjanjian Persahabatan Inggris-Jepang (Jepang: 日英和親条約, Hepburn: Nichi-Ei Washin Jōyaku, Konvensi Inggris-Jepang 1854) adalah perjanjian pertama yang ditandatangani antara Britania Raya dan Kekaisaran Jepang yang kala itu berada di bawah pemerintahan Keshogunan Tokugawa. Diresmikan pada tanggal 14 Oktober 1854, perjanjian ini serupa dengan Konvensi Kanagawa, yaitu sebuah perjanjian antara Jepang dan Amerika Serikat enam bulan sebelumnya yang secara efektif mengakhiri periode 220 tahun kebijakan mengucilkan diri (sakoku) di Jepang. Perjanjian ini membuat Pelabuhan Nagasaki dan Hakodate terbuka untuk kapal-kapal Britania Raya serta dianugerahinya Britania Raya dengan status most favored nation bersama dengan negara-negara barat lainnya.[1]

Jepang di dalam isolasi[sunting | sunting sumber]

Hubungan antara Inggris dengan Jepang bermula pada tahun 1600 pada masa awal Keshogunan Tokugawa dengan kedatangan William Adams, seorang pelaut dari daerah Gillingham, Kent, sebagai penasihat Tokugawa Ieyasu. Adams memfasilitasi pendirian pos perdagangan Inggris di Hirado pada tahun 1613, dipimpin oleh seorang kapten bernama John Saris yang telah memperoleh izin Segel Merah sebagai "izin bebas untuk menetap, melakukan pembelian, penjualan, dan barter" di Jepang.[2] Akan tetapi, selama sepuluh tahun aktivitas kongsi sejak 1613 hingga 1623, selain dari kapal pertama Clove pada tahun 1613, hanya tiga kapal Inggris lain yang membawa muatan dari London ke Jepang. Inggris keluar pada tahun 1623 tanpa meminta izin dari pihak Jepang dan pada tahun 1639, keshogunan pun mengumumkan kebijakan menutup Jepang dari pengaruh luar. Hubungan perdagangan asing hanya dapat dilakukan dengan Belanda dan China hanya di Nagasaki di bawah monopoli ketat dari pemerintah.[3] Kebijakan menutup diri ini mengalami perlawanan beberapa kali dari Inggris, terutama pada tahun 1673 ketika kapal Returner yang mendatangi Pelabuhan Nagasaki mendapatkan penolakan untuk memperbarui hubungan perdaganan serta pada tahun 1808 ketika kapal tempur Britania Raya HMS Phaeton memasuki Nagasaki di masa Perang Napoleon untuk menyerang kapal Belanda dan mengancam untuk menghancurkan kota jika kapal tidak menerima suplai.

Pada awal abad ke-19, kebijakan isolasi terus diiringi dengan penolakan. Raja William II dari Belanda pada tahun 1844 mengirimkan sebuah surat yang menekan Jepang agar mengakhiri kebijakannya tersebut sebelum ada paksaan keras dari luar.[4] Perwira Matthew Perry dari Angkatan Laut Amerika Serikat pada tahun 1852 bersama beberapa kapal tempur diutus oleh Presiden Millard Fillmore untuk memaksa dibukanya pelabuhan-pelabuhan di Jepang untuk perdagangan Amerika Serikat, menggunakan gunboat diplomacy bila perlu.[5] Terdapat perbedaan pendapat di dalam pihak Jepang sendiri mengenai bagaimana merespon kejadian tersebut yang dinilai mengancam kedaulatan ekonomi dan politik negara. Perry kemudian mengancam untuk berlayar langsung ke Edo, ibu kota negara, dan bila perlu menghanguskannya hingga rata dengan tanah. Ia akhirnya diizinkan untuk berlabuh di Kurihama pada 14 Juli 1852 untuk mengirimkan suratnya.[6] Kedatangan Perry akhirnya berujung pada Konvensi Kanagawa, yang ditandatangani pada 31 Maret 1854, yang membuka Pelabuhan Shimoda dan Hakodate untuk kapal-kapal AS, menjamin keamanan kaum ekspatriat AS, dan didirikannya konsulat Amerika Serikat di Jepang.[7]

Ekspedisi Stirling[sunting | sunting sumber]

Laksamana Rusia Yevfimy Putyatin pada awal Agustus 1853 tiba di Nagasaki bersama armadanya yang berjumlah empat kapal, satu bulan setelah Perry tiba di Uraga, dalam upaya untuk membuka Jepang. Pada saat itu, Rusia berada dalam Perang Krimea dengan Britania Raya di kubu lawan. Khawatir terhadap peluang pemrioritasan Rusia di Japan, Laksamana Muda Angkatan Laut Kerajaan Sir James Stirling, pemimpin dari Formasi Hindia Timur dan China AL Britania Raya, memimpin armada kapal tempur Britania Raya menuju Nagasaki pada 7 September 1854. Kapal yang dipimpinnya adalah fregat Winchester dengan iringan fregat uap Encounter dan sloop-of-war Barracouta dan Styx.

Stirling sebetulnya tidak diberi wewenang untuk merundingkan sebuah perjanjian. Penandatanganan konvensi pun dilakukan akibat adanya miskomunikasi.[8] Pada awalnya, Stirling memiliki dua tujuan: untuk menyari dan menyerang armada Rusia sekalipun jika ia berada di wilayah perairan Jepang serta untuk mengkonfirmasikan netralitas Jepang di Perang Krimea. Ia juga membawa salinan pernyataan perang Britania Raya terhadap Rusia, bertanda tangan Ratu Victoria. Keshogunan Tokugawa yang memiliki rasa waspada kepada Britania Raya setelah Perang Opium, ditambah dengan perundingan Amerika Serikat, berasumsi bahwa Britania Raya berada di Nagasaki untuk permintaan yang sama. Stirling membawa penerjemahnya sendiri yaitu Yamamoto Otokichi, seorang ekspatirat Jepang berpendidikan rendah, dan dibantu oleh Jan Hendrik Donker Curtius, pejabat senior di Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda di Nagasaki. Pihak Jepang sementara itu memiliki Nishi Kichibei, seorang penerjemah bahasa Belanda yang dikenal kerap mengubah nada atau isi dari kalimat yang ia terjemahkan .[9]

Secara spesifik, Sterling ingin mengkonfirmasi bahwa pelabuhan-pelabuhan Jepang akan terus menolak kapal-kapal Rusia, paling tidak selama perang berlangsung, sekalipun hal tersebut berarti bahwa kapal Britania Raya yang rusak juga akan ditolak untuk diperbaiki di Jepang. Dengan asumsi bahwa Stirling berada di Nagasaki atas alasan yang sama dengan Perry, di dalam diskusi pejabat keshogunan di Edo, Jepang berkesimpulan bahwa pembetukan sebuah perjanjian dengan Britania Raya tidak hanya tidak bisa dihindari, namun juga bahwa Britania Raya dapat menjadi negara yang mampu melampaui kekuatan Rusia yang kini memiliki rencana terhadap Kepulauan Kuril. Atas hal itu kemudian Sterling diterima oleh Nagasaki bugyō, Mizuno Tadanori, yang sebelumnya telah diutus oleh pihak keshogunan ke Nagasaki untuk berunding dengan Perry serta memiliki pengetahuan tentang perjanjian yang telah ditandatangani bersama Amerika Serikat. Anggapan awal Mizuno terhadap Britania Raya diwarnai dengan kesalahan penerjamahan Nishi. Setelah tiga sesi perundingan (4, 9, dan 14 Oktober), garis besar perjanjian akhirnya selesai ditulis untuk kemudian ditandatangani oleh Mizuno dan metsuke Nagai Naoyuki.

Perjanjian Persahabatan Inggris-Jepang 1854[sunting | sunting sumber]

Perjanjian ini memiliki tujuh pasal:

Pasal Ringkasan
I Dibukanya Pelabuhan Nagasaki dan Hakodate untuk penyuplaian dan perbaikan kapal Britania Raya
II Penetapan tanggal pembukaan pelabuhan, dengan Britania Raya setuju untuk mengikuti peraturan lokal
III Pelabuhan lainnya yang dapat digunakan Britania Raya hanya untuk keadaan darurat
IV Persetujuan untuk mengikuti peraturan lokal
V Persetujuan most favored nation untuk pembukaan pelabuhan lainnya di masa depan; perlakuan yang sama dengn Belanda dan China
VI Ratifikasi perjanjian selambat-lambatnya dua belas bulan
VII Setelah ratifikasi, perjanjian tidak akan diubah dengan kunjungan Britania Raya lainnya di masa depan

Pada pasal VI, ratifikasi diprediksi akan dilakukan oleh Yang Mulia Ratu Britania Raya dan “Yang Mulia Kaisar Jepang” selambat-lambatnya dua belas bulan. Pada saat itu, Shogun Tokugawa Iesada merupakan pemimpin Jepang secara de facto. Kaisar tidak diperbolehkan untuk berinteraksi dengan orang asing. Sterling merundingkan perjanjian bersama perwakilan shogun meskipun kemudian Kaisar Kōmei mendukung isi perjanjian walaupun tidak dengan serta-merta.[10]

Pengaruh[sunting | sunting sumber]

Jepang dalam waktu pendek mendapatkan keuntungan dari perjanjian tersebut yang tidak memberikan hal-hal baru yang berbeda dengan perjanjian Amerika Serikat dan juga paling tidak dapat melindunginya dari konfrontasi militer. Akan tetapi, bagi pihak Britania Raya, Sterling mendapat kritik bahwa perjanjian tersebut tidak menyebabkan pembuatan hubungan perdagangan resmi dengan Japan,[11] serta hal-hal mengenai ekstrateritorialitas bagi warga asing disinggung dengan rancu. Selain itu, bagian akhir dari perjanjian tersebut dianggap dapat mencegah diadakannya perundingan lain. Satu-satunta kesempatan yang tersedia bagi Britania Raya adalah janjinya untuk menghadiahkan kapal uap kepada Kaisar Jepang.

Lord Elgin diutus oleh Ratu Victoria ke Jepang pada tahun 1858 untuk merundingkan perjanjian perdagangan, menggunakan pengiriman kapal yang dijanjikan sebelumnya sebagai alasan landasan untuk memulai perundingan. Perjanjian Persahabatan dan Perdagangan Inggris-Jepang tahun 1858 kemudian dihasilkan yang memungkinkan pengurusan izin asing, ekstrateritorialitas bagi ekspatriat, dan pajak impor minimal untuk barang luar negeri. Jepang kini berada dalam "sistem perjanjian tidak setara" yang menjadi ciri hubungan antara negara barat dan negara Asia di masa itu.[12] Perjanjian Persahabatan Inggris-Jepang diikuti oleh perjanjian serupa antara Jepang dan Rusia yaitu Perjanjian Shimoda pada 7 Februari 1855).

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ G. Fox, The Anglo-Japanese Convention of 1854
  2. ^ Izin Segel Merah tersebut ditemukan pada tahun 1985 oleh Profesor Hayashi Nozomu di Bodleian Library. Massarella, Derek; Tytler Izumi K. (1990) "The Japonian Charters" Monumenta Nipponica, Vol. 45, No. 2, pp. 189–205.
  3. ^ W. G. Beasley, The Meiji Restoration, p.74-77
  4. ^ W. G. Beasley, The Meiji Restoration, p.78
  5. ^ J. W. Hall, Japan, p.207.
  6. ^ W. G. Beasley, The Meiji Restoration, p.89.
  7. ^ Perry, Matthew Calbraith (1856). Narrative of the expedition of an American Squadron to the China Seas and Japan, 1856. Diarsipkan 2017-05-19 di Wayback Machine.
  8. ^ W. G. Beasley, The Language Problem in the Anglo-Japanese Negotiations of 1854
  9. ^ Mitani Hiroshi, David Noble (penerjemah), Escape from Impasse, International House of Japan (2006), 222-232.
  10. ^ Cullen, Louis M. (2003). A History of Japan, 1582-1941: Internal and External Worlds, p. 173-185.
  11. ^ W.G. Beasley (1995) [first published by Luzac & Co., 1951]. "Chapter V: The Stirling Convention:1854-1855". Great Britain and the Opening of Japan, 1834-1858. Japan Library paperback. hlm. 113–144. ISBN 1-873410-43-3. 
  12. ^ Bert Edström, Bert. (2000). The Japanese and Europe: Images and Perceptions, p. 101.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]