Kawasan serbaguna
Kawasan serbaguna (mixed-use development) adalah jenis pembangunan perkotaan, perancangan perkotaan, perencanaan kota dan/atau klasifikasi zonasi yang memadukan berbagai penggunaan lahan seperti hunian, komersial, budaya, kelembagaan, atau hiburan ke dalam satu ruang, di mana fungsi-fungsi tersebut hingga taraf tertentu secara fisik dan fungsional mengintegrasikan serta menyediakan koneksi pejalan kaki.[1][2][3] Pembangunan kawasan serbaguna dapat diterapkan pada sebuah bangunan, blok, atau lingkungan sekitar, atau dalam kebijakan zonasi di seluruh kota atau unit administratif lainnya. Proyek-proyek ini dapat diselesaikan oleh pengembang swasta, badan (kuasi) pemerintah, atau kombinasi keduanya. Pembangunan serbaguna dapat berupa konstruksi baru, penggunaan kembali bangunan yang sudah ada atau lokasi yang terbengkalai, atau kombinasi keduanya.
Konteks
[sunting | sunting sumber]Meluasnya penggunaan zonasi dan pembangunan kawasan serbaguna dapat ditemukan dalam berbagai konteks, seperti berikut ini (beberapa konteks di bawah mungkin berlaku untuk situasi tertentu):[4]
- sebagai bagian dari strategi perencanaan pertumbuhan kota yang cerdas
- di lingkungan perkotaan tradisional, sebagai bagian dari pembaharuan dan/atau pengisian perkotaan, yaitu meningkatkan bangunan dan ruang publik serta fasilitas di lingkungan tersebut untuk menyediakan hunian yang lebih banyak dan/atau lebih baik, serta kualitas hidup yang lebih baik—contohnya termasuk Barracks Row di Washington, DC, dan East Liberty, Pittsburgh
- di pinggiran kota tradisional, menambahkan satu atau lebih kawasan serbaguna untuk menyediakan "pusat kota" yang baru atau lebih menonjol bagi masyarakat – contohnya seperti proyek baru di pusat kota Bethesda, Maryland, pinggiran kota bagian dalam Washington, D.C., dan kompleks Excelsior & Grand di St. Louis Park, Minnesota, pinggiran kota bagian dalam Minneapolis
- pembangunan greenfield (greenfield development), yaitu pembangunan baru di lahan yang sebelumnya belum dikembangkan, khususnya di pinggir kawasan metropolitan dan pinggirannya, sering kali sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan pusat komunitas yang relatif lebih padat—sebuah edge city, atau bagian dari kawasan tersebut yang dikategorikan untuk kawasan serbaguna, pada tahun 2010-an sering dilabeli sebagai "desa perkotaan" (contohnya termasuk Avalon di Alpharetta, Georgia, dan Halcyon di Forsyth County, Georgia, di pinggir wilayah metropolitan Atlanta)
- penggunaan kembali pusat perbelanjaan dan intensifikasi pembangunan di sekitarnya, terutama karena menurunnya penjualan ritel di banyak pusat perbelanjaan, dan menurunnya kemampuan untuk menyewakan ruang kepada pengecer, sebagai akibat dari kiamat ritel di tahun 2010an
Konteks di atas juga dapat mencakup konteks paralel seperti:
- Pembangunan berorientasi transit (transit-oriented development)—misalnya di Los Angeles dan San Diego, di mana kota-kota tersebut melakukan perubahan undang-undang zonasi secara menyeluruh, yang memungkinkan pembangunan yang lebih padat dalam jarak tertentu dari jenis stasiun transportasi umum tertentu, dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah dan keterjangkauan hunian[5]
- Kota-kota lama seperti Chicago dan San Francisco memiliki kebijakan pelestarian sejarah yang terkadang memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi bangunan tua untuk dapat digunakan kembali walau fungsinya berbeda dari tujuan awal didirikannya, dengan tujuan untuk melestarikan arsitektur bersejarah[6]
Manfaat
[sunting | sunting sumber]Ekonomi
Pembangunan kawasan serbaguna (mixed-use development) merupakan rumah bagi peluang kerja dan hunian yang signifikan.[7] Banyak dari proyek-proyek ini berlokasi di distrik-distrik pusat kota yang sudah mapan, yang berarti bahwa pengembangan sistem angkutan umum dinsentifkan di wilayah-wilayah ini.[8] Dengan mengambil lahan yang kurang dimanfaatkan (yang sering kali merupakan bekas industri berat), pengembang dapat memanfaatkannya kembali untuk meningkatkan nilai lahan dan properti.[7] Proyek-proyek ini juga meningkatkan variasi, kepadatan, dan keterjangkauan hunian melalui fokus mereka pada kompleks perumahan multi-keluarga, bukan kompleks perumahan keluarga tunggal.[9] Keseimbangan antara permintaan dan penawaran pekerjaan dan hunian juga ditemukan di distrik-distrik ini.[10]
Sosial
Pola pembangunan seperti ini berpusat pada gagasan “hidup, bekerja, bermain,” mengubah bangunan dan lingkungan menjadi entitas multiguna. Efisiensi, produktivitas, dan kualitas hidup juga meningkat sehubungan dengan tempat kerja yang memiliki banyak fasilitas.[8] Contohnya termasuk gym, restoran, bar, dan perbelanjaan. Lingkungan serbaguna mempromosikan persamaan dan sosialisasi melalui pengumpulan pekerja, pengunjung, dan penduduk.[8] Karakter khusus dan rasa terhadap tempat (sense of place) diciptakan dengan mengubah distrik sekali pakai yang dapat beroperasi selama 8 jam sehari (misalnya gedung perkantoran komersial yang buka pukul 09.00 - 17.00) menjadi komunitas yang dapat beroperasi selama 18 jam sehari melalui penambahan kafe, restoran, bar, dan klub malam.[9] Keamanan lingkungan pada gilirannya dapat ditingkatkan karena orang-orang berada di jalanan lebih lama.[11]
Lingkungan
Lingkungan dan bangunan serbaguna memiliki kemampuan yang kuat untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sosial dan ekonomi. Ketika pandemi COVID-19 melanda, pengecer di New York yang berlokasi di blok-blok panjang yang berorientasi komersial sangat menderita karena mereka tidak lagi menarik perhatian orang yang lewat untuk membeli. Dengan menggabungkan beberapa fungsi ke dalam satu bangunan atau pengembangan, kawasan serbaguna dapat membangun ketahanan melalui kemampuannya untuk menarik dan mempertahankan pengunjung.[12]
Praktik transportasi yang lebih berkelanjutan juga dipupuk. Sebuah studi di Guangzhou, Tiongkok, yang dilakukan oleh Journal of Geographical Information Science menemukan bahwa taksi yang terletak di wilayah yang bangunan-bangunannya memiliki beragam fungsi telah sangat mengurangi jarak perjalanan.[10] Jarak perjalanan yang lebih pendek akan mendukung penggunaan mobilitas mikro. Infrastruktur ramah pejalan kaki dan sepeda dikembangkan karena meningkatnya kepadatan dan berkurangnya jarak antara pemukiman, tempat kerja, bisnis ritel, dan fasilitas serta tujuan lainnya.[13] Selain itu, proyek serbaguna meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, karena pembangunan jenis ini memberikan akses yang lebih baik (baik dengan berjalan kaki, sepeda, atau angkutan umum) ke pasar para petani dan toko kelontong.[14] Namun, kota metropolitan hibrida, yaitu wilayah yang memiliki gedung-gedung besar dan tinggi yang mengakomodasi perpaduan kepentingan publik dan swasta, tidak menunjukkan penurunan emisi karbon dibandingkan wilayah metropolitan yang memiliki konfigurasi rendah dan padat. Hal ini mungkin terjadi karena kota metropolitan hibrida cenderung menarik lalu lintas mobil dari pengunjung.[15]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Thrall, Grant Ian (2002-04-18). Business Geography and New Real Estate Market Analysis (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-536039-4.
- ^ "Quality Growth Toolkit: Mixed-use Development" (PDF). Atlanta Regional Commission. hlm. 2.
- ^ Raman "". Land Use Policy. 88: 104102., Rewati; Roy, Uttam Kumar (2019-11-01). "Taxonomy of urban mixed land use planning". Land Use Policy. 88 (104102). doi:10.1016 Periksa nilai
|doi=
(bantuan). ISSN 0264-8377. - ^ "This is Smart Growth" (PDF). United States Environmental Protection Agency. Diakses tanggal April 2014.
- ^ "California wants cities to build more housing near transit hubs. Can LA improve its track record on TOD?". Brookings (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-19.
- ^ Laitos, Jan G.; Abel, Teresa H. (2011). "The Role of Brownfields as Sites for Mixed use Development Projects in America and Britain". Denver Journal of International Law and Policy. 40 (1–3): 492.
- ^ a b Harris, Mike (2017-12). "Competitive Precinct Projects: The Five Consistent Criticisms of "Global" Mixed-Use Megaprojects". Project Management Journal (dalam bahasa Inggris). 48 (6): 76–92. doi:10.1177/875697281704800607. ISSN 8756-9728.
- ^ a b c "Advantages and Disadvantages of Mixed-Use Development". Gaebler.com Resources for Entrepreneurs (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-19.
- ^ a b "Mixed Use Development". web.archive.org. 2013-02-07. Diakses tanggal 2023-09-19.
- ^ a b Liu, Xiaoping; Niu, Ning; Liu, Xingjian; Jin, He; Ou, Jinpei; Jiao, Limin; Liu, Yaolin (2018). "Characterizing mixed-use buildings based on multi-source big data". International Journal of Geographical Information Science. 32 (4): 738–756. doi:10.1080/13658816.2017.1410549.
- ^ Trench, Sylvia; Oc, Taner; Tiesdell, Steven (1992). "Safer Cities for Women: Perceived Risks and Planning Measures". The Town Planning Review. 63 (3): 279–296. ISSN 0041-0020.
- ^ Chaffin, Joshua (2021-10-09). "Manhattan's office towers are a tale of the haves and the have-nots". Financial Times. Diakses tanggal 2023-09-19.
- ^ DeLisle, James; Grissom, Terry (2013-01-01). "An Empirical Study of the Efficacy of Mixed-Use Development: The Seattle Experience". Journal of Real Estate Literature (dalam bahasa Inggris). 21 (1): 25–57. doi:10.1080/10835547.2013.12090352. ISSN 0927-7544.
- ^ "American Planning Association, "Planning and Community Health Research Center: Mixed Use Development".
- ^ Zagow, Maged (1 December 2020). "Does mixed-use development in the metropolis lead to less carbon emissions?". Urban Climate. 34 (100682). Bibcode:2020UrbCl..3400682Z. doi:10.1016/j.uclim.2020.100682.