Letusan Semilir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Letusan Semilir atau Erupsi Semilir adalah letusan vulkanik besar yang terjadi di wilayah Indonesia selama awal periode Miosen.[1] Letusan ini membentuk formasi Semilir dan formasi Gunung Nglanngran. Dua formasi geologi ini berada di beberapa pegunungan bagian selatan Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Daerah Istimewa Yogyakarta. Letusan yang terdiri dari dua lapisan formasi utama itu sebagian besar terdiri dari batuan piroklastik (aliran lava kecil). Letusan Semilir memiliki ketebalan yang besar (kira-kira 1,200 meter). Sebagai perbandingan, letusan Toba hanya membentuk endapan ignimbrit setinggi 600 meter. Letusan Semilir dengan metode penanggalan isotop terjadi sekitar 21 juta tahun yang lalu.[2]

Latar geologis[sunting | sunting sumber]

Pulau Jawa terletak di antara benua Asia dan Australia yang memiliki lempeng benua Indo-Australia bergerak menunjam di bawah Lempeng Eurasia. Telah ada subduksi di Palung Jawa sejak awal periode Senozoikum. Busur vulkanik Eosen hingga awal Miosen di Jawa bagian timur, Busur Pegunungan Selatan, sejajar dengan selatan busur modern. Endapan vulkanik yang tebal terkait dengan busur ini sampai sekarang tetap bertahan dengan baik di Jawa Timur dan pusat vulkanik yang teridentifikasi dipisahkan oleh formasi yang mirip dengan gunung berapi pada zaman sekarang. Penelitian lapangan terbaru dan studi stratigrafi di Jawa Timur telah mengidentifikasi pernah ada aktivitas vulkanik pada busur di Pegunungan Selatan. Batuan sedimen tertua adalah batu konglomerat dan batupasir yang tidak memiliki material vulkanik dan terendapkan secara tidak selaras pada ruang bawah tanah yang meliputi batuan ofiolit dan benua. Dalam batuan sedimen di lapisan atasnya, puing-puing vulkanik dan zirkon detrital mengindikasikan permulaan busur dan penunjaman di bawah Jawa, oleh periode tengah Eosen yang terjadi sekitar 42 juta tahun lalu (megaannum - Ma). Busur aktif sampai periode awal Miosen (18 Ma) dan aktivitas vulkanik paling besar selama periode Oligosen hingga awal Miosen. Aktivitas vulkanik umumnya bersifat eksplosif dan tipe letusan Plinian. Material letusan berkisar dari andesit hingga riolit dan membentuk aliran lava, kubah lava, breksi vulkanik, dan endapan piroklastik yang luas, termasuk endapan aliran, penurunan udara, dan lonjakan piroklastik. Aktivitas vulkanik di sepanjang busur Pegunungan Selatan memuncak pada awal Miosen dalam fase klimaks letusan yang tersimpan di tebing breksi, dekat Kota Yogyakarta.[3] Selama fase klimaks inilah letusan Semilir terjadi.[2]

Material letusan[sunting | sunting sumber]

Endapan vulkanik turun secara seragam ke arah selatan sebesar 30°. Urutan ini dibagi menjadi tiga formasi yaitu, dari pangkalan ke atas, formasi Kebobutak, Semilir dan Nglanggran (perhatikan bahwa formasi Kebobutak tidak bersamaan dengan peristiwa letusan Semilir dan Nglanggran). Bagian atas dari formasi Kebobutak adalah sangat bioturbasi oleh kumpulan tipe Cruziana. Formasi ini ditafsirkan sebagai endapan udara jatuh yang dikerjakan kembali dalam pengaturan sublittoral laut yang dangkal. 600 meter di atas lapisan Formasi Kebobutak terdapat batu apung dasit, litika vulkanik dan tuf yang kaya akan kristal serta breksi yang terdapat pada formasi letusan Semilir.[2]

Lapisan Formasi Semilir[sunting | sunting sumber]

Di Jawa Timur, pusat letusan Semilir dapat teridentifikasi dengan penghentian mendadak dari sifat endapan bioturbasi dari formasi Kebobutak. Batuan vulkanik dari formasi Semilir dicirikan oleh ciri khas pergerakan material yang jatuh secara terestrial, gelombang piroklastik dan endapan aliran termasuk struktur gumuk dan antigumuk, pelapisan kristal, laminasi granular yang terurutkan dengan baik, lapisan difus, breksi (dengan blok batu apung sebesar 1 skala meter), abu mantel tebal, dan pecahan arang yang melimpah. Secara lokal terdapat endapan yang ditimbun air, dengan pangkalan yang tidak beraturan, batuan bekas lidah api, traksi dan struktur suspensi, serta lipatan besar yang miring menunjukkan kemiringan garis pesisir yang tidak stabil. Smyth dkk. (2011) menjelaskan penelitian ini untuk menunjukkan letusan Semilir terjadi tidak terlalu tinggi karena aliran piroklastik melintasi dan membakar hutan dan vegetasi lainnya, dengan beberapa aliran piroklastik ini terbawa ke laut. Beberapa material utama lainnya akan terletuskan kembali sebagai lahar dengan radius yang lebih jauh.[2]

Gunung Nglanggeran yang merupakan salah satu bagian dari lapisan formasi Nglanggran.

Lapisan Formasi Nglanggran[sunting | sunting sumber]

Lapisan di atas formasi letusan Semilir setebal 200 hingga 500 meter terdapat letusan dari formasi Nglanggran yang terdiri dari material breksi vulkanik yang tebal, batu andesit yang besar, batupasir yang kaya akan kristal dan aliran lava yang lebih kecil. Ketebalan breksi setebal 1 hingga 10 meter dan seluas beberapa kilometer persegi. Batu pasir kaya kristal jauh lebih tipis. Breksi didukung oleh clast dan matriks dengan kepingan batu sebesar sudut yang umumnya 2 sampai 75 centimeter dengan beberapa blok hingga 3 meter. Penggabungan kepingan dalam breksi mengididentifikasi letusan aliran barat dan barat daya yang berbeda dari sumber di bagian timur laut Tebing Breksi. Tidak ada bukti material terkena laut, dan kira-kira Formasi Nglanggran sebagai endapan terestrial yang terbentuk oleh keruntuhan kubah yang berulang, menandai berakhirnya aktivitas busur di Pegunungan Selatan. Lapisan atas dan dasar Formasi Nglanggran membentuk topografi jurang dengan kemiringan ekstrim, karena breksi andesitik jauh lebih tahan daripada unit dasar dan atasnya, dan fitur serta formasi dapat dengan mudah dipetakan melintasi area dengan jarak 46 kilometer.[2]

Ketebalan dan penyebaran[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan penelitian yang ada, bagian yang diukur dan peta geologi yang diterbitkan, lapisan gabungan dari letusan Formasi Semilir dan Nglanggran setebal kira-kira 250 dan 1200 m, terpapar lebih dari 800 km², dan volume total material vulkanik setidaknya 500 km³. Batu pasir yang kaya akan kuarsa vulkanik yang tersebar luas pada periode awal Miosen yang terpapar secara besar di Jawa Timur yang mungkin merupakan produk letusan Semilir tetapi penanggalan belum tepat. Salah satu batu pasir tersebut adalah formasi letusan Jaten yang terdapat di Kabupaten Pacitan, 80 km sebelah timur Tebing Breksi. Lokasi dan karakter formasi ini dijelaskan secara rinci dalam Smyth dkk. (2008).[4] Material Zirkon dari formasi letusan Jaten memiliki usia rata-rata 19,6 ± 0,5 Ma.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ antaranews.com (2011-12-19). Suryanto, ed. "Letusan gunung api purba Jawa sebesar Toba". ANTARA News. Diakses tanggal 2019-07-01. 
  2. ^ a b c d e f Smyth, HR (2011). "A Toba-scale eruption in the Early Miocene: The Semilir eruption, East Java, Indonesia". Lithos (dalam bahasa Inggris). doi:10.1016/j.lithos.2011.07.010. 
  3. ^ Eswedewea (2019-01-20). "Wisata Tebing Breksi Prambanan, Wisata Geologi (Breksi Tuf Candi Ijo) Yogyakarta". Fortuga KissParry. Diakses tanggal 2019-07-01. 
  4. ^ Smyth, HR (2008). "Significant volcanic contribution to some quartz-rich sandstones, East Java, Indonesia". Journal of Sedimentary Research (dalam bahasa Inggris). doi:10.2110/jsr.2008.039.