Kuryokalangan, Gabus, Pati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kuryokalangan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPati
KecamatanGabus
Kode pos
59173
Kode Kemendagri33.18.11.2005
Luas-
Jumlah penduduk2600
Kepadatan-

Kuryokalangan adalah sebuah pemerintahan administratif berbentuk desa di kecamatan Gabus, Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Terletak pada Jalan Raya Gabus-Tlogoayu KM.02 Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, desa ini terbagi atas dua wilayah (atau "dukuh") yaitu: Kuryo dan Kalangan. Nama "Kuryokalangan" sendiri berasal dari penggabungan dua nama dukuh tersebut. Jika dilihat dari posisi, kedua dukuh tersebut saling berjajar antara satu dengan yang lain, Kuryo berada di sebelah selatan dan Kalangan berada di sebelah utara.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Dukuh Kalangan mempunyai akar historis yang berhubungan dengan masa penyebaran Islam di pulau Jawa. Menurut pengakuan salah satu sesepuh desa, Mbah Parmo, munculnya nama "kalangan" berkaitan dengan peristiwa masa lampau. Sekitar abad ke-18 M, seorang murid Sunan Muria, Singgo Joyo, turut aktif dalam memperluas penyebaran agama Islam di tanah Jawa, khususnya di wilayah pantai utara. Singgo Joyo kemudian memfokuskan daerah penyebaran Islam di sebuah wilayah yang sekarang bernama Kuryokalangan.

Pada zaman dahulu wilayah Kuryokalangan merupakan hutan belantara dan belum ada penduduk yang menempati, sehingga Singgo Joyo membuka hutan di areal tersebut. Pada saat membuka lahan untuk tempat bediam diri, mbah Singgo Joyo menggunakan gaman (sejenis senjata tajam) untuk menebang pepohonan. Dalam proses pembukaan lahan tersebut, dia kehilangan gaman. Oleh karena peristiwa kehilangan gaman pusaka tersebut, mbah Singgo Joyo memberi nama daerah itu dengan sebutan Kalangan. Kata Kalangan sendiri berasal dari bahasa Jawa "kelangan" yang berarti "kehilangan".

Dahulu dukuh Kalangan memiliki pasar yang bernama "pasar Wage". Namun, pasar tersebut letaknya tidak berada seperti pasar yang ada sekarang, melainkan terletak di sekitar pohon asem. Pohon asem sendiri tumbuh di lokasi punden secara alami atau bahkan tidak sengaja. Ketika Singgo Joyo sedang makan, makanan yang akan dia santap terdapat klungsu (yaitu: biji Asem) di dalamnya. Klungsu tersebut dibuang oleh dia dan kemudian tumbuh menjadi sebuah pohon yang berada di sekitar rumahnya.

Mbah Parmo juga menuturkan bahwa pohon Doro yang berada tidak jauh dari pohon Asem duhulu adalah lokasi kediaman Singgo Joyo. Rumahnya menghadap ke selatan dengan pohon asem sebagai penandanya. Asem besar sebagai rumah depan dan asem kecil sebagai rumah belakang. Di sebelah barat rumah dia juga terdapat sungai yang mengalir sebagai sarana keperluan sehari-hari. Sedangkan tempat yang oleh warga sekitar disebut "Sigit". Dahulu rencananya akan dibangun sebuah masjid. Namun sebelum pembangunan masjid dimulai, Singgo Joyo terlebih dahulu wafat sehingga rencana pembangunan masjid belum terlaksana.

Di wilayah desa Kuryokalangan, khususnya dukuh Kalangan, terdapat sebuah mitos yang diyakini oleh warga. Warga setempat yang akan melangsungkan pernikahan hendaknya mengunjungi pohon asem atau biasa disebut "Mubeng Asem". Mubeng Asem dilakukan oleh mempelai laki-laki sebelum melaksanakan upacara pernikahan guna menghormati adat yang berlaku dalam masyarakat. Menurut cerita, kebiasaan tersebut awalnya diminta untuk dilaksanakan oleh istri Singgo Joyo yang senang melihat pengantin. Selain kebiasaan Mubeng Asem, ada juga bentuk kegiatan lain yang masih dipertahankan untuk dilaksanakan masyarakat di sekitar pohon asem. Warga setempat menyebutnya sebagai ritual "manganan", yaitu melaksanakan hajatan secara sederhana dengan mengundang beberapa orang dan membaca doa-doa atau tahlilan. Manganan biasanya dilaksanakan ketika seseorang mempunyai keinginan atau hajat dengan harapan mereka mendapat ridlo dari Allah SWT. Kebiasaan ini duhulu sengaja dianjurkan oleh Singgo Joyo dengan maksud agar seseorang mau bersedekah atau berbagi rejeki antara satu dengan yang lain.

Makam Singgo Joyo tidak terletak di area pohon asem, melainkan berada di komplek pemakaman Sunan Muria di gunung Muria, tepatnya berada di dekat pintu masuk atau pelawangan komplek pemakaman Sunan Muria. Guna mengenang dan menghormati jasa-jasanya para pemuda memberikan nama Singgo Joyo untuk team sepak bola yang ada di Kuryokalangan.

Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Desa yang di kaki gunung Muria ini memiliki pemandangan indah gunung-gunung serta pegunungan Kendeng di sebelah selatan. Hasil utama dari masyarakat Kuryokalangan adalah dari sektor pertanian. Selain itu, konveksi menjadi andalan yang kedua. Hasil konveksi antara lain: celana, baju dan jaket, telah dikirim ke seluruh penjuru tanah air, hingga pelosok Kalimantan.

Peternakan pun menjadi salah satu tumpuan hidup sebagian penduduk.

Batas[sunting | sunting sumber]

  • di sebelah utara berbatasan dengan desa Mojolawaran
  • di sebelah barat dan selatan berbatasan dengan Bogotanjung
  • di sebelah timur berbatasan dengan desa Sugihrejo

Sekolah[sunting | sunting sumber]

Ada 2 sekolah dasar dan 1 madrasah ibtidaiyah/ MI (setingkat SD), 1 Madrasah Tsanawiyah/ MTS (setingkat SMP) dan 1 Madrasah Aliyah / MA (setingkat SMA).

Demografi[sunting | sunting sumber]

Masyarakat yang religius membuat desa ini nyaman dan aman untuk ditinggali. Ada 2 masjid dan puluhan mushola serta banyak kyai dan ulama menjadi salah satu faktornya.

Referensi[sunting | sunting sumber]