Mintobasuki, Gabus, Pati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mintobasuki
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPati
KecamatanGabus
Kode pos
59173
Kode Kemendagri33.18.11.2023
Luas152,612 ha
Jumlah penduduk2.104 jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Mintobasuki adalah salah satu desa di kecamatan Gabus, Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Mintobasuki terdiri dari dua dusun yang dibagi menjadi 4 RW dan 14 RT.

Dua Padukuhan atau Dusun tersebut yaitu:

1. Jrakah. Lokasi padukuhan ini berada di bagian utara wilayah desa Mintobasuki serta berbatasan langsung dengan sungai Silugonggo yang bermuara di Juwana serta berbatasan langsung dengan kecamatan Pati dan Jakenan (bagian utara), kecamatan Winong (bagian timur), dukuh Koripan Sampi (bagian selatan), dan desa banjarsari (bagian barat). Padukuhan ini merupakan padukuhan terbesar yang terdiri dari; a) RW 01 (5 RT), b) RW 02(2 RT), dan c) RW 03(5 RT). Karakteristik masyarakat di padukuhan ini yaitu beberapa warga di sekitar bantaran sungai terkadang berpencaharian sebagai nelayan tetapi mayoritas berpencaharian asli di desa tetap sebagai petani. selain sebagai petani, masyarakat di padukuhan ini juga berprofesi sebagai buruh pabrik (misal Pabrik Kacang Garuda dan Dua Kelinci), guru, pegawai kantor, dan beberapa sebagai pedagang. Profesi turun temurun warga di kabupaten Pati bagian selatan umumnya dan padukuhan Jrakah khususnya adalah sebagai perantau. Jadi, merantau bukan hal asing bagi warga di padukuhan ini. Warga di padukuhan ini merupakan warga dengan semangat kerja yang sangat tinggi sehingga tingkat ekonomi warganya lebih baik daripada padukuhan yang lain. Tingkat pendidikan di padukuhan ini juga sudah mulai bagus, hal ini terlihat dari semakin banyaknya warga yang menuntut ilmu di bangku perkuliahan.

2. Koripansampi. Lokasi padukuhan ini berada di bagian selatan desa Mintobasuki dan berbatasan dengan desa Gempolsari (bagian selatan), desa Banjarsari (bagian barat), dukuh Jrakah (bagian utara), dan Kecamatan Winong (bagian timur). Padukuhan ini merupakan RW 04 yang terdiri dari 2 RT yaitu RT 01 dan RT 02. Jika dilihat dari segi ekonomi, masyarakat di padukuhan ini masih tertinggal dari padukuhan Jrakah, tetapi ada hal yang menarik di padukuhan ini, yaitu banyak dari masyarakatnya merupakan lulusan dari perguruan tinggi. Alhasil, tingkat pendidikan di Padukuhan ini beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup drastis. Meskipun dasar ekonomi kurang mampu tetapi semangat belajar tetap tinggi. Beberapa warga merupakan alumni perguruan tinggi di daerah Yogyakarta, Semarang, dan Tangerang. Profesi tetap warga di padukuhan ini rata-rata adalah petani dan perantau serta beberapa merupakan pegawai kantoran, guru, dan pedagang. Arus Urbanisasi juga berimbas pada padukuhan ini sehingga beberapa warganya merantau di Tangerang dan Jakarta.

Selama beberapa dekade, desa Mintobasuki dipimpin oleh beberapa kepala desa. Beberapa nama kepala desa yang sedang dan pernah memimpin di desa Mintobasuki yaitu:

- SARTI (Menjabat 3 bulan)

1- KARTO PAR (19XX-19XX)

- KARDO (menjabat 7 bulan)

2- SARMIN (1944-1976(menjabat selama 32 tahun)

3- MOHADI (1976-1989)

4 - SANTOSO (1989-1998)

5- MARSONO (1998-2006)

6- DWI KADARIYATUN (2006-2015)

7- SANTOSO (2015-2021)

- Ponco Aryanto, S.STP., M.Si. (PJ Kades Mei 2021)

8- SARYADI (2021-2027)

Rata rata penduduk Mintobasuki bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Padi merupakan pertanian utama di daerah ini. selain itu, Jagung dan kacang-kacangan juga merupakan hasil pertanian penduduk di desa ini meskipun hanya sebatas sebagai tanaman sela atau tanaman ganti sementara padi. Tanah pertanian sawah di desa ini merupakan lahan kering dan minim saluran irigasi pada musim kemarau sehingga menggantungkan air dari air hujan (sawah tadah hujan) dan dari air sungai Silugonggo dan tembusannya. Air dari sungai dipompa dengan menggunakan mesin pompa air untuk mengairi sawah pertanian warga. Beberapa warga juga mulai beralih ke pertanian tebu. Hal tersebut bisa dilihat dengan bertambahnya lahan garapan tebu di desa tersebut meskipun kurang begitu masif. Minimnya pengairan merupakan alasan utama mereka untuk mengganti jenis tanamannya dari padi dan kacana-kacangan ke jenis tebu. Beberapa warga dea Mintobasuki merupakan masyarakat nelayan meskipun tingkat progresivitasnya semakin menurun. Warga merupakan nelayan kali dan nelayan laut. Warga di daerah sungai Silugonggo pada zaman dahulu sering melaut dari Juwana untuk mencari ikan di laut Jawa meskipun jarak desa ini dengan pantai lumayan jauh. Sekarang hasil tangkapan ikan mereka kurang dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga profesi ini sudah mulai ditinggalkan saat ini.

Rata rata penduduk Mintobasuki bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Padi merupakan pertanian utama di daerah ini. selain itu, Jagung dan kacang-kacangan juga merupakan hasil pertanian penduduk di desa ini meskipun hanya sebatas sebagai tanaman sela atau tanaman ganti sementara padi. Dulu tanah pertanian sawah di desa ini merupakan lahan kering dan minim saluran irigasi pada musim kemarau sehingga menggantungkan air dari air hujan (sawah tadah hujan) dan dari air sungai Silugonggo dan tembusannya. Sekarang saluran irigasi sudah mulai dibangun. Air dari sungai dipompa dengan menggunakan mesin pompa air kemudian dialirkan ke saluran irigasi untuk mengairi sawah pertanian warga. Beberapa warga dulunya juga mulai beralih ke pertanian tebu. Hal tersebut bisa dilihat dengan bertambahnya lahan garapan tebu di desa tersebut meskipun kurang begitu masif. Minimnya pengairan merupakan alasan utama mereka untuk mengganti jenis tanamannya dari padi dan kacana-kacangan ke jenis tebu. Tapi mulai tahun 2015 dari pertanian tebu sudah mulai beralih lagi ke pertanian padi, karena saluran irigasi mulai dibenahi semenjak adanya Dana Desa.Beberapa warga dea Mintobasuki merupakan masyarakat nelayan meskipun tingkat progresivitasnya semakin menurun. Warga merupakan nelayan kali dan nelayan laut. Warga di daerah sungai Silugonggo pada zaman dahulu sering melaut keJuwana untuk mencari ikan di laut Jawa meskipun jarak desa ini dengan pantai lumayan jauh. Sekarang hasil tangkapan ikan mereka kurang dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga profesi ini sudah mulai ditinggalkan saat ini.

Warga Pati daerah selatan merupakan warga yang identik dengan budaya merantau meskipun tradisi asli warga pati adalah pertanian dan perikanan (Bumi Mina Tani). Hal itu juga terjadi di desa Mintobasuki, warga desa ini mayoritas penduduknya merupakan perantauan. Motif ekonomi merupakan dasar mereka dalam merantau yang pada akhirnya menjadi budaya di daerah ini. Pemuda desa yang sudah tidak sekolah, sudah hampir dapat dipastikan tidak ada di desa dikarenakan merantau ke luar daerah. Beberapa warga desa ini sudah menetap di daerah Sumatra (khususnya di Jambi dan Sumatera Selatan). Warga desa merantau ke Sumatra bekerja sebagai tukang sadap karet (warga disitu menyebutnya "motong"). Kegiatan ini dilakukan warga turun temurun sehingga pelak warga di desa ini khususnya dan warga Pati pada umumnya terkenal ahli dalam menyadap pohon karet. Selain menyadap karet, warga merantau sebagai petani sawit. Profesi ini merupakan peralihan dari profesi menyadap karet dikarenakan harga karet yang kian merosot tajam. Selain merantau ke Sumatra, warga di desa Mintobasuki juga banyak yang merantau ke Jakarta, kalimantan, dan Papua. Bahkan, beberapa warga desa merantau ke Malaysia, Korea, dan Taiwan.

Ada hal yang menarik terhadap desa Mintobasuki selain hal terkait beberapa masyarakatnya yang dahulu sering melaut yaitu desa ini terkenal dengan "Banjirnya". Banjir merupakan agenda rutin tahunan yang sering terjadi. Letak teritorial desa ini yang dilewati Sungai Silugonggo yang menjadikannya menjadi langganan banjir. Sungai ini pada musim penghujan dengan intensitas tinggi sering tidak dapat menampung air, terlebih air bukan hanya berasal dari Pati tetapi juga merupakan air kiriman sungai dari Kudus dan Purwodadi. Alhasil, banjir merupakan fenomena yang tak terelakkan pada setiap tahunnya. Anehnya, meskipun sering terlanda banjir, warga yang sering terkena banjir enggan untuk meninggalkan desa mereka. Warga lebih memilih bertahan karena menganggap hal tersebut merupakan suatu hal yang biasa. Berdasarkan cerita tutur tinular (gethok sambel) dari para sesepuh desa, banjir terparah yang dialami warga desa ini adalah banjir pada tahun 2014. Banjir pada tahun tersebut merendam seluruh desa dengan kedalaman yang cukup dalam serta merendam desa-desa yang lainnya.

Secara administratif kepengurusan desa, desa Mintobasuki merupakan desa dengan administratif yang lumayan bagus. Pelayanan pejabat desa (warga menyebutnya "sarekat") ke publik juga bisa dibilang lumayan baik. Setiap pagi, sarekat memberikan pelayanan desa di kantor kepala desa. Tertib administratif merupakan hal yang biasa di desa ini. Prosedur administratif dari RT ke RW kemudian ke Kantor desa merupakan suatu hal yang biasa. Desa Mintobasuki juga pernah masuk ke dalam desa bersih dalam perlombaan kebersihan se-Kabupaten Pati. Pembangunan desa juga sudah semakin baik, mulai dari pembangunan kantor kepala desa, klinik bidan, masjid desa, saluran air, pengaspalan, dan lain-lain.