Hutan gugur Timor dan Wetar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hutan Gugur Timor dan Wetar
Palem Gebang yang tumbuh di perbukitan sabana di wilayah kecamatan Amanutan Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan
Kawasan ekologi pada kepulauan yang tersorot
Ekologi
WilayahLingkup Australasia
BiomaHutan gugur tropis
Geografi
Area33.091 km2 (12.777 sq mi)
NegaraIndonesia and Timor Leste
Provinsi di IndonesiaNusa Tenggara Timur and Maluku
Koordinat9°31′37″S 124°29′13″E / 9.527°S 124.487°E / -9.527; 124.487Koordinat: 9°31′37″S 124°29′13″E / 9.527°S 124.487°E / -9.527; 124.487
Jenis iklimIklim sabana tropis
Konservasi
Status konservasiTerancam
Dilindungi2.245 km² (7%)[1]

Hutan gugur Timor dan Wetar atau Hutan musiman Timor dan Wetar merupakan suatu kawasan ekologi hutan gugur tropis di Indonesia dan Timor Leste. Kawasan ekologi ini meliputi beberapa pulau, yaitu Pulau Timor, Pulau Wetar, Pulau Rote, Pulau Sabu, dan beberapa pulau kecil lainnya di sekitar pulau-pulau tersebut. [2] [3] [4]

Geografi[sunting | sunting sumber]

Pulau Timor, Wetar, Rote, dan Sabu merupakan bagian dari Kepulauan Nusa Tenggara. Kawasan ekologi ini pun merupakan bagian dari Wallacea yang merupakan sekumpulan pulau yang termasuk pada Lingkup Australasia, tetapi tidak pernah tergabung dengan benua Asia maupun Australia. Pulau-pulau di kawasan Wallacea merupakan rumah bagi pelbagai jenis flora dan fauna campuran dari kedua kawasan tersebut serta mempunyai spesies-spesies yang uni sebagai akibat dari terisolasinya flora dan fauna di wilayah ini.[5]

Pulau Timor merupakan pulau terbesar dari kawasan ekologi ini dengan luas sebesar 30.777 km². Pulau Timor secara politis terbagi ke dalam dua wilayah negara berdaulat, yaitu Timor Leste di sebelah timur Pulau Timor, dan wilayah Timor Barat dan pulau lain di sekitarnya yang merupakan bagian dari Indonesia. Timor Barat, Pulau Rote, dan Pulau Sabu termasuk bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan Pulau Wetar merupakan bagian dari Provinsi Maluku.

Sebagian besar pulau-pulau ini memiliki kontur atau topografi yang berbukit-bukit dan bergelombang. Gunung Tatamailau di Pulau Timor merupakan titik tertinggi dengan ketinggian 2.986 mdpl. Sementara itu, titik tertinggi Pulau Wetar mencapai 1.407 mdpl.

Iklim[sunting | sunting sumber]

Seluruh kawasan ekologi hutan gugur Timor dan Wetar beriklim tropis dengan kategori iklim sabana tropis (Aw). Oleh karena beriklim tropis, suhu udara di wilayah ini cenderung konstan pada rentang 18°–34°C, kecuali untuk wilayah dataran tinggi dan pegunungan dengan suhu udara yang tentunya lebih rendah beberapa derajat. Kawasan ekologi ini mempunyai iklim yang lebih kering dari kawasan ekologi lainnya di wilayah Indonesia dengan curah hujan tahunan berkisar pada angka 800–1.700 mm per tahun. Oleh karena bertipe iklim tropis basah dan kering, kawasan ekologi ini pun memiliki dua musim, yaitu musim penghujan yang berlangsung cukup singkat antara bulan Desember hingga April dan musim kemarau yang berlangsung sejak bulan Mei hingga bulan November.[6][7]

Flora[sunting | sunting sumber]

Kawasan ekologi ini mempunyai setidaknya beberapa jenis hutan, yakni hutan hujan di wilayah pegunungan bercurah hujan tinggi, hutan gugur lembap, hutan gugur kering, serta hutan ataupun semak berduri. Hutan gugur baik lembap maupun kering tersebar merata hampir di seluruh wilayah kawasan ekologi Timor dan Wetar. Sebagian kecil hutan di kawasan ekologi ini bersifat hutan primer, sedangkan sebagian besar lainnya bersifat hutan sekunder. Bentuk aktivitas manusia seperti pembukaan lahan dengan pembakaran, sistem ladang berpindah, dan peternakan hewan telah mengubah banyak bentuk bioma alami kawasan ekologi ini yang tadinya merupakan bioma hutan gugur menjadi kawasan bioma antropogenik sepert padang sabana dan padang semak belukar yang luas.[8][9]

Padang sabana sangat umum dijumpai di wilayah dataran rendah dan pesisir. Area padang sabana sendiri memiliki setidaknya empat jenis sabana, yaitu sabana palem dengan Siwalan, sabana eukaliptus dengan Eucalyptus alba, sabana akasia, dan sabana casuarina. Komunitas tumbuhan lainnya melingkupi padang rumput dan semak belukar di wilayah pesisir pantai,[10]

Pohon cendana (Santalum album) dan pohon kemiri (Aleurites moluccanus) merupakan pepohonan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia dan biasanya dipanen dari hutan liar. Minyak dari pohon cendana merupakan salah satu komoditi terpenting bagi masyarakat Asia, terutama Asia Tenggara dan Asia Selatan, sehingga mengakibatkan pemanenan berlebih yang kemudian menyebabkan tumbuhan ini menjadi langka dan termasuk flora yang terancam.

Fauna[sunting | sunting sumber]

Kawasan ekologi ini memiliki setidaknya 38 spesies mamalia.[11] Celurut Timor (Crocidura tenuis) dan Tikus Timor (Rattus timorensis) merupakan hewan endemik Pulau Timor. Dua spesies mamalia lainnya diyakini telah dibawa ke kepulauan ini pada zaman dahulu oleh manusia, yaitu Kuskus coklat (Phalanger orientalis), sejenis hewan marsupial yang aslinya berasal dari Pulau Papua, dan Rusa timor (Rusa timorensis) yang memiliki nenek moyang yang berasal dari Jawa dan Bali.[12]

Kawasan ekologi ini pun merupakan rumah bagi 229 spesies burung.[13] Di antara 229 spesies burung tersebut, 23 di antaranya merupakan spesies burung endemik kawasan ekologi Pulau Timor dan Wetar.[14]

Fauna telah punah[sunting | sunting sumber]

Tikus besar dari genus Coryphomys diyakini telah punah sejak 1000–2000 tahun yang lalu. Fosil dari spesies Stegodon yang merupakan kerabat gajah telah ditemukan di Pulau Timor, dengan penemuan terkininya yang telah berumur 130.000 tahun.[15] Fosil kadal raksasa dari zaman Pleistosen Tengah yang berukuran sama dengan Komodo yang saat ini dijumpai di Flores dan kepulauan di sekitarnya juga ditemukan di Pulau Timor.

Kawasan dilindungi[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan penilaian yang dilakukan pada tahun 2017, ditemukan bahwa 7% dari kawasan ekologi ini merupakan bagian dari kawasan yang dilindungi. Luas dari 75 tersebut adalah 2.245 km².[16] Kawasan dilindungi tersebut meliputi Cagar Alam Gunung Mutis di Indonesia, Taman Nasional Nino Konis Santana dan Taman Nasional Kay Rala Xanana Gusmao di Timor Leste

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Eric Dinerstein, David Olson, et al. (2017). An Ecoregion-Based Approach to Protecting Half the Terrestrial Realm, BioScience, Volume 67, Issue 6, June 2017, Pages 534–545; Supplemental material 2 table S1b. [1]
  2. ^ "Map of Ecoregions 2017" (dalam bahasa Inggris). Resolve. Diakses tanggal 20 Agustus 2021. 
  3. ^ "Timor and Wetar deciduous forests" (dalam bahasa Inggris). Digital Observatory for Protected Areas. Diakses tanggal 20 Agustus 2021. 
  4. ^ "Timor and Wetar deciduous forests" (dalam bahasa Inggris). The Encyclopedia of Earth. Diakses tanggal 20 Agustus 2021. 
  5. ^ Wikramanayake, Eric; Eric Dinerstein; Colby J. Loucks; et al. (2002). Terrestrial Ecoregions of the Indo-Pacific: a Conservation Assessment. Washington, DC: Island Press.
  6. ^ BirdLife International (2020) Endemic Bird Areas factsheet: Timor and Wetar. Downloaded from http://www.birdlife.org on 24/05/2020.
  7. ^ Cowie, Ian (2006). "A Survey of Flora and Vegetation of the Proposed Jaco– Tutuala–Lore National Park, Timor-Leste (East Timor)". Birdlife International, Mei 2006.
  8. ^ Cowie, Ian (2006). "A Survey of Flora and Vegetation of the Proposed Jaco– Tutuala–Lore National Park, Timor-Leste (East Timor)". Birdlife International, Mei 2006.
  9. ^ Timor-Leste’s Fourth National Report to the UN Convention on Biological Diversity. National Biodiversity Working Group, Ministry of Economy and Development, Democratic Republic of Timor-Leste. Oktober 2011.
  10. ^ Wikramanayake, Eric; Eric Dinerstein; Colby J. Loucks; et al. (2002). Terrestrial Ecoregions of the Indo-Pacific: a Conservation Assessment. Washington, DC: Island Press.
  11. ^ Wikramanayake, Eric; Eric Dinerstein; Colby J. Loucks; et al. (2002). Terrestrial Ecoregions of the Indo-Pacific: a Conservation Assessment. Washington, DC: Island Press.
  12. ^ Leary, T., Singadan, R., Menzies, J., Helgen, K., Wright, D., Allison, A., Hamilton, S., Salas, L. & Dickman, C. 2016. Phalanger orientalis. The IUCN Red List of Threatened Species 2016: e.T16847A21951519. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2016-2.RLTS.T16847A21951519.en. Diunduh pada 21 Mei 2020.
  13. ^ Wikramanayake, Eric; Eric Dinerstein; Colby J. Loucks; et al. (2002). Terrestrial Ecoregions of the Indo-Pacific: a Conservation Assessment. Washington, DC: Island Press.
  14. ^ BirdLife International (2020) Endemic Bird Areas factsheet: Timor and Wetar. Diunduh dari http://www.birdlife.org pada 21/05/2020.
  15. ^ Louys J, Price GJ, O’Connor S. 2016. Direct dating of Pleistocene stegodon from Timor Island, East Nusa Tenggara. PeerJ 4:e1788 https://doi.org/10.7717/peerj.1788
  16. ^ Eric Dinerstein, David Olson, et al. (2017). An Ecoregion-Based Approach to Protecting Half the Terrestrial Realm, BioScience, Volume 67, Issue 6, June 2017, Pages 534–545; Supplemental material 2 table S1b. [2]