Gunung Manglayang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gunung Manglayang
Puncak Gunung Manglayang dari kejauhan
Titik tertinggi
Ketinggian1.818 m (5.965 kaki)
Koordinat6°52′32″S 107°44′37″E / 6.87556°S 107.74361°E / -6.87556; 107.74361
Geografi
Gunung Manglayang di Jawa
Gunung Manglayang
Gunung Manglayang
Geologi
Jenis gunungStratovolcano Non Aktif
Busur/sabuk vulkanikBusur Sunda / Sabuk alpida
Letusan terakhirtidak diketahui

Gunung Manglayang (Aksara Sunda Baku: ᮌᮥᮔᮥᮀ ᮙᮍᮣᮚᮀ) adalah sebuah gunung berapi kerucut non-aktif yang terletak di antara Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Indonesia dan memiliki ketinggian sekitar 1818 mdpl. Pemandangannya cukup indah, tetapi karena relatif tidak terlalu tinggi, sehingga kurang dikenal oleh pendaki-pendaki gunung pada umumnya.[1]

Dalam deretan gunung-gunung BurangrangTangkuban PerahuBukit Tunggul – Gunung Manglayang (Gunung Sunda Purba), Gunung Manglayang menjadi gunung yang terletak paling timur dari rangkaian keempat gunung tersebut. Mungkin itulah sebabnya di kalangan para penggiat alam bebas, gunung ini tidak terlalu menjadi perhatian, terkecuali untuk para penggiat alam bebas dari Bandung dan sekitarnya. Walaupun begitu, Gunung Manglayang tetap menawarkan pesona alamnya tersendiri.

Legenda[sunting | sunting sumber]

Dalam Bahasa Sunda, nama Manglayang diambil dari kata Layang yang berarti terbang. Nama ini berasal dari cerita rakyat setempat yaitu cerita kedatangan seekor kuda terbang yang bernama Semprani. Menurut cerita tersebut, kuda yang bernama Semprani ini mencoba terbang dari wilayah Cirebon ke wilayah Banten. Ketika terbang, kuda terbang ini tersungkur jatuh di permukaan dasar lereng gunung ini.

Terdapat suatu batu besar yang dinamakan Batu Kuda di gunung ini, yang dikisahkan oleh kisah kuda terbang Semprani yang tersungkur hingga terlilit dengan semak belukar di gunung ini. Sehingga kuda tersebut tidak bisa membebaskan diri selama-lamanya hingga akhirnya menjadi batu. Letak dari batu ini berada di jalur pendakian yang sekarang diberi nama Jalur Batu Kuda.

Pendakian[sunting | sunting sumber]

Gunung ini memiliki cukup banyak jalur pendakian, antara lain; melalui Bumi Perkemahan atau Wanawisata Situs Batu Kuda (Kabupaten Bandung), Palintang (Ujungberung, Kabupaten Bandung), dan Barubereum.

Jalur Barubereum[sunting | sunting sumber]

Jalur Barubereum dapat dicapai melalui daerah Jatinangor. Di sana pendaki dapat menuju ke arah Universitas Padjadjaran lalu mengambil arah ke Bumi Perkemahan Kiara Payung, tetapi terus lagi hingga sampai di desa Barubereum. Saat tiba di Kawasan Barubereum terdapat deretan warung makan dan untuk jalur pendakian sendiri mengikuti jalur berbatu ke arah kiri, sedangkan ke arah kanan yang melewati barisan warung adalah jalur menuju tempat perkemahan. Jalur ini diawali dengan melewati aliran sungai kecil, kemudian dilanjutkan dengan kebun jeruk nipis penduduk. Dari awal pendakian sampai puncak, jalur ini terbilang terjal dan jarang menemui jalan datar. Kondisi fisik jalur pendakian dimulai dengan tanjakan tanah liat diselingi tanjakan berbatu, keseluruhannya sangat licin dan merupakan jalur air, sehingga sangat tidak direkomendasikan melakukan pendakian pada musim hujan.

Jalur pendakian gunung ini tidak dilengkapi dengan pos/shelter karena jarak dan waktu tempuh yang cukup singkat, 2 jam jalan normal. Untuk lokasi membangun tenda hanya bisa dilakukan di Puncak Bayangan dan Puncak Manglayang. Jalur yang jelas ini akan berpisah di persimpangan, trek vertikal ke kiri adalah arah menuju Puncak Bayangan dan trek landai ke kanan adalah menuju Puncak Manglayang. Untuk membangun tenda sangat direkomendasikan di Puncak Bayangan, meskipun tempatnya tidak luas hanya berkapasitas 4-5 tenda, tetapi pemandangannya sangat terbuka, serupa seperti berada di Puncak Gunung Cikuray.[2]

Titik air gunung ini hanya ada di sungai kecil saat awal pendakian, selebihnya tidak ditemukan sumber air. Sepanjang jalur hutan tropis tidak begitu lebat menjadi santapan yang cukup melindungi pendaki dari panas matahari. Secara personal saya merekomendasikan pendakian pada malam hari, selain tidak panas kita juga dimudahkan dengan tidak melihat langsung terjalnya jalur pendakian.

Turun dari gunung ini juga tidak bisa dibilang mudah, jalur yang kecil dan licin sangat memperlambat mobilitas. Satu hal yang penting dari gunung ini adalah ketika malam hari yang cerah, karena tidak begitu tinggi lampu-lampu kota Bandung terlihat begitu jelas dari Puncak Bayangan. Sedangkan di Puncak Manglayang tidak dapat melihat apapun selain rimbunnya hutan dan 1 kuburan.

Sedangkan untuk jalur pendakian melalui Batu Kuda bisa ditempuh dalam jarak 1,5 jam. Pendakian dilakukan dengan jalan santai dan istirahat sejenak untuk "mengambil napas" dan minum beberapa teguk air.Jalur pendakian melalui Baru Kuda masih lebih bersahabat dibanding jalur pendakian melalui Barubeureum.

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ cahyanto, tri, dkk (2014). "analisis vegetasi pohon hutan alam gunung manglayang kabupaten bandung". Jurnal ISTEK. VIII (2): 145. doi:ISSN 1979-8911 Periksa nilai |doi= (bantuan). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-01. Diakses tanggal 2021-05-18. 
  2. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-06. Diakses tanggal 2016-10-20. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

1. 7 Potret Wisata Gunung Manglayang: Rute Menuju Lokasi & Tiket Masuk | Celotehanpedia.com Diarsipkan 2019-06-20 di Wayback Machine.