Boukefala dan Nikaia
Kemungkinan lokasi Boukefala dan Nikaia di Pakistan modern. | |
Sejarah | |
---|---|
Pendiri | Krateros, atas perintah Aleksander Agung |
Didirikan | 326 SM |
Periode | Hellenistik, Maurya |
Boukefala dan Nikaia adalah dua kota yang didirikan oleh Aleksander Agung pada setiap sisi Hydaspes (kini Sungai Jhelum, Pakistan) pada invasi ke anak benua India. Kota-kota tersebut, yang merupakan dua dari banyak kota yang didirikan oleh Aleksander, dibangun secara singkat usai kemenangannya atas raja India Porus dalam Pertempuran Hydaspes pada awal 326 SM.
Tak jelas pemukiman mana yang dinamai demikian. Dibangun di tempat medan tempur, kota di tepi timur nampaknya disebut Nikaia (dari nike, terj. har. "kemenangan"), sementara di tepi baratnya diyakini diambil dari nama kuda Aleksander Bukefalus, yang mati saat atau setelah pertempuran. Pembangunannya dinaungi oleh Krateros, salah satu jenderal utama Aleksander. Kedua kota tersebut awalnya rusak akibat hujan muson Asia Selatan. Boukefala nampaknya memiliki peninggalan paling menonjol ketimbang Nikaia. Menurut Plinius Tua dan Ptolemi, kota tersebut muncul dalam manuskrip abad ke-1 M Periplus Maris Erythraei dan kemudian peta Tabula Peutingeriana. Letak pasti kota-kota tersebut tidak diketahui, namun nampaknya Boukefala berada di sekitaran Jalalpur modern dan Nikaia berada di tepi sungai dekat Mong saat ini.
Catatan sejarah[sunting | sunting sumber]

Pendirian[sunting | sunting sumber]
Aleksander Agung, raja Makedonia (m. 336–323 SM), menginvasi Kekaisaran Akhemeniyah Persia pada 334 SM. Ia mengalahkan raja Persia Darius III (m. ca. 380 – 330 SM) dalam pertempuran-pertempuran Issus (333 SM) dan Gaugamela (331 SM), merebut kekuasaan atas sebagian besar Asia Barat. Aleksander kemudian berhasil berkampanye melawan Bessus, satrap Baktria, yang telah membunuh Darius dan mengangkat dirinya sendiri menjadi Artakserkses V dari Persia. Usai penangkapan dan eksekusi Bessus, raja Makedonia tersebut bergerak ke arah selatan menuju sungai Indus untuk menghadapi penguasa-penguasa lokal. Merebut benteng Aornos, yang kini berada di Pakistan utara, pada April 326 SM, Aleksander melintasi Indus untuk memulai kampanye di India utara, mengerahkan serangkaian manuver untuk melintasi sungai Hydaspes (kini Jhelum) dan mengalahkan raja India Porus dalam Pertempuran Hydaspes.[1]
Catatan pendirian dua kota usai pertempuran tersebut muncul dalam catatan seluruh lima catatan besar yang masih ada—Arrian, Plutark, Diodorus, Kurtius Rufus, dan Yustinus. Seluruh lima catatan tersebut sama-sama menyatakan bahwa Aleksander mendirikan dua kota, yang satu sama lain berada di setiap tepi Indus, yang satu dinamai Nikaia dan lainnya dinamai Boukefala.[2] Krateros, salah satu jenderal utama Aleksander, dipilih untuk membangun dan membentengi kota-kota baru tersebut, sebuah tugas yang ia lakukan beberapa bulan sebelumnya di Arigaion (sebuah kota kuno yang mungkin terletak di wilayah modern Nawagai). Diodorus menambahkan catatan bahwa pemukiman tersebut dengan cepat dibangun karena banyak tenaga kerja yang tersedia.[3] Setelah bergerak untuk meneruskan kampanye India, Aleksander merayakan kemenangan dan pembangunannya dengan apa yang Arrian sebut "kontes kuda dan senam" di dekat kota barat.[4] Ia kembali ke kota-kota tersebut pada beberapa bulan kemudian setelah tentara Makedonia melakukan dahagi di Hyphasis (kini Sungai Beas) dan memaksanya untuk berbalik. Pasukan tersebut diperintahkan untuk membantu memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh muson, sebuah fenomena yang sebelumnya tak diketahui pihak Makedonia, karena bangunan-bangunan tak dirancang untuk bertahan saat hujan deras.[5]
Terdapat beberapa sengketa soal apakah Alexander berniat mendirikannya untuk dijadikan kota yang berkembang cepat atau garisun militer yang akan mengendalikan wilayah kekuasaan. Sejarawan N. G. L. Hammond berteori bahwa Boukefala dan Nikaia, didirikan di tepi sungai besar, yang harus didirikan dengan pemikiran rute perdagangan.[6] Menurut Arrian, Aleksander mendirikan galangan kapal di Boukefala, sementara Kurtius Rufus menyatakan bahwa kota-kota tersebut berada di Acesines (kini Sungai Chenab).[7] Boukefala dan Nikaia juga memiliki keunikan di antara sejumlah kota yang didirikan oleh Aleksander dalam hal tidak atau berada di dekat benteng yang ada atau ibukota sementara.[8]
Namun, sumber-sumber tak menjelaskan penjelasan fondasi dan penamaan kota tersebut. Arrian memisahkan klausa-klausa yang menjelaskan letak dan penamaan kota, sehingga meskipun pembaca mengetahui bahwa salah satu dari dua kota tersebut dinamai Nikaia dan yang satunya lagi dinamai Boukefala, tak jelas kota mana yang disematkan dengan nama tersebut. Meskipun opini kritis dinyatakan bahwa Nikaia adalah kota timur, sejarawan A. B. Bosworth menyatakan bahwa penyampaian ini bersifat tentatif karena ketidakjelasan tata bahasa.[9] Tak ada sumber lain yang memberikan kejelasan lebih soal keadaan tersebut, dan kemungkinan Arrian sendiri tidak mengetahui kota mana yang diberi nama tersebut.[2]
Terdapat juga pengaitan dengan waktu kematian Bukefalus, kuda Aleksander, yang menjadi cikal bakal dari nama Boukefala. Yustinus menulis bahwa ia rubuh pada permulaan pertempuran di Hydapses.[10] Namun, Plutarkh menyatakan bahwa Bukefalus mati entah akibat luka atau usia tua, "bukan saat itu, namun beberapa waktu setelahnya".[11] Arrian juga menyatakan bahwa Bukefalus, yang berusia sekitar tiga puluh tahun, mati tanpa luka akibat usia tua.[12] Baik Diodorus dan Kurtius Rufus memisahkan pendirian kota tersebut dari penamaan mereka, mungkin karena kuda tersebut baru mati setelah keberangkatan Aleksander ke arah timur, dan bahwa pemukiman tersebut dinamai usai Aleksander kembali ke wilayah tersebut.[2]
Sejarah selanjutnya[sunting | sunting sumber]
Boukefala nampaknya bertahan selama beberapa abad. Kota tersebut diyakini berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Maurya (berdiri ca. 320–185 SM), kemudian kerajaan India-Yunani (berdiri ca. 170 SM–10 M) di wilayah yang nampaknya membantunya untuk bertahan.[13] Pada abad kedua puluh, klasikis Inggris William Woodthorpe Tarn mengklaim bahwa pemukiman tersebut menjadi ibukota raja India-Yunani abad ke-1 SM Hippostratus, karena keberadaan simbol koinnya yang ia klaim hanya dapat dicetak di sebuah kota Yunani. Teori tersebut dianggap rancu karena tak ada koin semacam itu yang ditemukan di dekat Hydaspes.[14] Sementara itu, sejarawan India A. K. Narain mempertanyakan apakah Boukephala masih ada pada zaman Menander I (ca.150 SM), namun ketidakpastian ini dipatahkan oleh keberadaan kota tersebut dalam karya abad ke-1 M Perjalanan Laut Eritrea, sebuah catatan panduan untuk para pelaut niaga Romawi.[15]
Boukefala muncul dalam banyak catatan Yunani-Romawi lain, termasuki berbagai catatan Romansa Aleksander dan tulisan-tulisan Ptolemi, dan Plinius Tua, yang menyebut kota tersebut sebagai kota utama dari tiga kota yang dikuasai oleh suku Asini. Kota tersebut juga muncul pada Tabula Peutingeriana dan tulisan-tulisan Yaqut al-Hamawi, seorang cendekiawan Islam abad ke-13 M.[16] Nikaia nampaknya lebih jarang disebutkan dalam sumber-sumber kuno: diyakini bahwa nama Aleksandria untuk Porus, yang sering disebutkan, pada kenyataannya merujuk kepada Nikaia.[17]
Sumber-sumber kuno umumnya sama-sama menyebut kota-kota tersebut. Boukefala terkadang disebut "Boukefalia", atau "Alexandria Boukephalos" pada zaman Bizantium.[2] Aleksander, yang sering mendirikan kota usai meraih kemenangan militer, sebelumnya sempat mendirikan pemukiman lain bernama "Nikaia" di timur Paropamisadae. Tarn berpendapat bahwa seluruh kota yang didirikan oleh Aleksander dinamai "Aleksandria" dan nama lainnya sebetulnya adalah julukan.[18] Kesimpulan tersebut umum dianggap tak berdasar.[19]
Letak[sunting | sunting sumber]

Menurut sejarawan Getzel Cohen, letak Boukefala dan Nikaia menjadi bahan sengketa pada zaman kuno.[20] Karena tata letak Jhelum sering berubah sejak zaman kuno, menciptakan tanah rawa di sisi timur, dan muson India merusak kota-kota tersebut pada zaman Aleksander, tak mungkin sebagian besar kota tersebut tersisa pada saat itu, bahkan di kedalaman besar. Meskipun beberapa sejarawan menganggap Boukefala berada di kota Jhelum atau tel dekat Dilawar, suatu pandangan yang menonjol, seperti yang dicetuskan oleh arkeolog Aurel Stein pada1932, bahwa kota tersebut berada di kota modern Jalalpur Sharif.[21] Sehingga, sebuah monumen untuk kehidupan Aleksander dibangun antara 1998 dan 2011 di dekat kota tersebut, didanai oleh Pemerintahan Pakistan, kedubes Yunani di Islamabad, dan dana pribadi. Monumen tersebut telah menjadi terbengkalai pada 2023.[22]
Karena Boukefala berada di seberang sungai dari Nikaia,[23] jika Boukefala berada di Jalalpur, Nikaia banyak diyakini berada di kota Mong, yang berjarak 10 kilometer (6,2 mi) dari timur di sepanjang sungai tersebut.[24] Hipotesis tersebut dicetuskan oleh Alexander Cunningham pada Survei Arkeologi India pertama.[25] Pihak lain menyatakan bahwa pemukiman tersebut berada di dekat desa modern Sukchainpur. Di sisi lain, Stein "menyatakan bahwa mustahil untuk memastikan letak Nikaia".[24]
Rujukan kepada dua kota tersebut muncul dalam Mulasarvastivada Vinaya, sebuah catatan tripitaka dari aliran Buddha awal yang nampaknya berasal dari zaman kaisar Kushan Kanishka (m. ca. 127 – 150 M).[26] Catatan tersebut, yang menjelaskan salah satu perjalanan Buddha, menyebut dua kota bernama Ādirājya ("Tempat Kekerabatan Raja Pertama") dan Bhadrāśva ("Tempat kuda yang Baik") berada di Sungai Vitastā (diyakini Hydaspes) di sepanjang jalan dari Gandhara sampai Mathura. Meskipun Buddha menghubungkan kota-kota tersebut dengan raja mitos Mahāsammata, kota-kota tersebut mungkin pada kenyataannya merupakan kota-kota Boukephala dan Nikaia.[7] Selain itu, tradisi Hindu lama di sebuah kuil di Mangla Devi di situs Garjak di atas Jalalpur mencantumkan kisah kematian kuda ajaib.[27]
Referensi[sunting | sunting sumber]
- ^ Bosworth 2014; Lane Fox 1986, hlm. 355–361.
- ^ a b c d Cohen 2013, hlm. 309.
- ^ Cohen 2013, hlm. 271–272, 309–310.
- ^ Fraser 1996, hlm. 70; Arrian, 5.10.1.
- ^ Fraser 1996, hlm. 70, 161.
- ^ Hammond 1998, hlm. 265.
- ^ a b Eggermont 1993, hlm. 12.
- ^ Fraser 1996, hlm. 172–173.
- ^ Bosworth 1980, hlm. 311–312; Arrian, 5.19.4.
- ^ Justin, 11.12.8.
- ^ Cohen 2013, hlm. 309; Plutarch, 61.1.
- ^ Cohen 2013, hlm. 309; Arrian, 5.19.5.
- ^ Fraser 1996, hlm. 161–162.
- ^ Fraser 1996, p. 162, n. 111; Cohen 2013, hlm. 312.
- ^ Fraser 1996, p. 162, n. 111; Cohen 2013, hlm. 310.
- ^ Cohen 2013, hlm. 310–311.
- ^ Tarn 1948, hlm. 243; Cohen 2013, hlm. 318.
- ^ Tarn 1948, hlm. 233.
- ^ Hammond 1998, hlm. 261, 263.
- ^ Cohen 2013, hlm. 310.
- ^ Fraser 1996, hlm. 161.
- ^ Lane Fox, Robin (24 March 2023). "On the trail of Alexander the Great". Financial Times. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2 April 2023. Diakses tanggal 27 April 2023.
- ^ Cohen 2013, hlm. 311–312.
- ^ a b Cohen 2013, hlm. 318.
- ^ Cunningham 2023, hlm. 36.
- ^ Eggermont 1993, hlm. 12; Sasson 2012, hlm. 46.
- ^ Wood 1997, hlm. 190.
Sumber[sunting | sunting sumber]
Kuno[sunting | sunting sumber]
- Arrian. The Anabasis of Alexander. Diterjemahkan oleh Chinnock, Edward James – via gutenberg.org. Translation
- Justin. Epitome of Pompeius Trogus. Diterjemahkan oleh Watson, John Selby – via attalus.org. Translation
- Plutarch. Parallel Lives. Diterjemahkan oleh Perrin, Bernadotte – via penelope.uchicago.edu. Translation
Modern[sunting | sunting sumber]
- Bosworth, Albert Brian (1980). A Historical Commentary on Arrian's History of Alexander. Oxford: Clarendon Press. ISBN 9780198148289.
- Bosworth, Albert Brian (2014). "Alexander the Great"
. The Oxford Companion to Classical Civilization. Oxford: Oxford University Press. ISBN 9780198706779.
- Cohen, Getzel (2013). The Hellenistic Settlements in the East from Armenia and Mesopotamia to Bactria and India. Berkeley: University of California Press. ISBN 9780520953567. JSTOR 10.1525/j.ctt2tt96k.
- Cunningham, Alexander (2023). Archaeological Survey of India. 2. Frankfurt: Anatiposi Verlag. ISBN 9783382116613.
- Eggermont, P. H. L. (1993). Alexander's campaign in Southern Punjab. Leuven: Peeters Publishers. ISBN 9068314998.
- Hammond, N. G. L. (1998). "Alexander's Newly-founded Cities". Greek, Roman, and Byzantine Studies. Duke University Press. 39: 243–269. Diakses tanggal 1 January 2023.
- Fraser, Peter M. (1996). Cities of Alexander the Great. Oxford: Clarendon Press. ISBN 6610763887.
- Lane Fox, Robin (1986). Alexander the Great
. London: Penguin. ISBN 9780141020761.
- Sasson, Vanessa (2012). Little Buddhas: Children and Childhoods in Buddhist Texts and Traditions. Oxford: Oxford University Press. ISBN 9780199979929.
- Tarn, William Woodthorpe (1948). Alexander The Great
. II: Sources and Studies. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 9780521225847.
- Wood, Michael (1997). In the Footsteps of Alexander the Great: A Journey from Greece to Asia (dalam bahasa Inggris). Berkeley: University of California Press. ISBN 9780520231924.