Lompat ke isi

Bekerja seadanya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bekerja seadanya (bahasa Inggris: quiet quitting) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku karyawan yang bekerja seadanya sesuai dengan tanggung jawab posisi yang dimilikinya. Dalam konteks ini, karyawan menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka hanya sebatas apa yang diharapkan, tanpa melakukan usaha ekstra atau melebihi apa yang diperlukan. Fenomena ini dapat dilihat sebagai bentuk penolakan terhadap budaya kerja yang menuntut karyawan untuk selalu melakukan lebih dan terus-menerus berada dalam tekanan untuk produktif.[1]

Secara umum, bekerja seadanya berarti bekerja seperlunya saja dan tidak berlebihan. Karyawan yang mengadopsi bekerja seadanya tidak melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang harus diutamakan secara berlebihan sehingga memerlukan waktu tambahan untuk lembur atau membawa pekerjaan ke rumah. Mereka hanya akan mengerjakan pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggung jawab pekerjaan, gaji, dan jam kerja yang telah disepakati[2]. Mereka tetap menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka, tetapi tanpa mengorbankan waktu dan energi di luar jam kerja yang ditetapkan.

Bekerja seadanya banyak dikaitkan dengan generasi milenial dan generasi pekerja terkini, Gen Z. Para pekerja muda ini lebih peduli dengan gaya hidup seimbang dan termotivasi oleh keuangan[1]. Mereka menolak untuk terjebak dalam budaya kerja yang mengharuskan mereka untuk selalu berusaha lebih keras tanpa henti. Sebaliknya, mereka lebih fokus pada keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, serta memastikan bahwa pekerjaan tidak mengambil alih seluruh waktu dan energi mereka.

Tujuan utama dari bekerja seadanya adalah untuk menciptakan keseimbangan kehidupan kerja yang ideal, berarti mengenali batas antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, serta memastikan bahwa pekerjaan tidak mengganggu waktu untuk keluarga, hobi, dan kegiatan lain di luar pekerjaan. Dengan mengadopsi bekerja seadanya, karyawan dapat menjaga kesehatan mental dan fisik mereka, serta meningkatkan kepuasan hidup secara keseluruhan[3].

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Pengaruh sistem kerja jarak jauh dan hibrida[sunting | sunting sumber]

Kemunculan bekerja seadanya sangat dipengaruhi oleh perubahan pola pikir yang dialami oleh para pekerja muda selama masa pandemi Covid-19[1]. Pandemi telah membawa perubahan besar dalam cara manusia bekerja, termasuk penerapan sistem kerja jarak jauh dan hibrida, yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dari rumah atau secara bergantian antara rumah dan kantor. Meskipun sistem ini menawarkan fleksibilitas, bekerja dari rumah sering kali berarti batas antara kehidupan pribadi dan profesional menjadi kabur.

Minimnya apresiasi dan lingkungan kerja yang kurang bersahabat[sunting | sunting sumber]

Selama pandemi, semakin banyak pekerja muda yang merasa tidak mendapatkan pengakuan yang layak dari kantor mereka. Lingkungan kerja yang kurang bersahabat, di mana kontribusi karyawan tidak dihargai, dapat menimbulkan rasa frustrasi dan keputusasaan[1]. Karyawan yang merasa tidak dihargai cenderung mengurangi usaha mereka dan hanya bekerja sesuai dengan yang diharapkan tanpa berusaha lebih.

Kondisi ekonomi[sunting | sunting sumber]

Bekerja seadanya juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang menantang selama pandemi. Peningkatan inflasi, biaya hidup yang tinggi, dan pendapatan yang tidak ideal menjadi faktor-faktor yang menambah beban psikologis karyawan. Rasa putus asa yang muncul akibat kondisi ekonomi yang sulit membuat karyawan merasa bahwa usaha ekstra mereka tidak sebanding dengan kompensasi yang diterima[1]. Sebagai hasilnya, mereka memilih untuk bekerja seadanya, hanya melakukan pekerjaan yang benar-benar diperlukan dan tidak menghabiskan waktu atau tenaga lebih dari yang diperlukan.

Perubahan budaya kerja[sunting | sunting sumber]

Perubahan budaya kerja selama pandemi juga berperan dalam munculnya bekerja seadanya. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang mengadopsi sistem kerja jarak jauh, ada pergeseran dalam ekspektasi dan dinamika kerja. Karyawan menjadi lebih sadar akan pentingnya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan[1]. Mereka menyadari bahwa bekerja terus-menerus tanpa henti bukanlah jalan menuju kebahagiaan dan kepuasan hidup. Oleh karena itu, banyak karyawan yang memilih untuk menyeimbangkan hidup mereka dengan cara bekerja sesuai porsi dan tidak berlebihan.

Fenomena generasi milenial dan Gen Z[sunting | sunting sumber]

Generasi milenial dan Gen Z yang lebih peduli dengan gaya hidup seimbang dan termotivasi oleh kesehatan mental dan kesejahteraan pribadi, cenderung lebih mudah terpengaruh oleh fenomena bekerja seadanya. Generasi ini menolak untuk terjebak dalam budaya kerja yang menuntut mereka untuk selalu bekerja lebih keras dan mengorbankan waktu pribadi mereka. Sebaliknya, mereka lebih memilih untuk menjaga keseimbangan hidup dan memastikan bahwa pekerjaan tidak mengambil alih seluruh waktu dan energi mereka[1].

Dampak[sunting | sunting sumber]

Dampak bagi produktivitas[sunting | sunting sumber]

Menurut laporan dari Indian Express, bekerja seadanya dapat menyebabkan penurunan produktivitas yang signifikan di beberapa sektor pekerjaan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, tercatat bahwa produktivitas pekerja nonpertanian mengalami penurunan sebesar 2,5 persen pada kuartal kedua 2022 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini merupakan penurunan tahunan tertajam sejak tahun 1948 menurut data dari Biro Statistik Tenaga Kerja.

Penurunan produktivitas ini dapat disebabkan oleh kurangnya motivasi dan keterlibatan karyawan yang mengadopsi bekerja seadanya. Ketika karyawan hanya melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan tanpa memberikan usaha ekstra atau inisiatif, hal ini dapat memengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan. Kurangnya kolaborasi tim, inovasi, dan pemecahan masalah juga dapat menjadi dampak negatif dari bekerja seadanya terhadap produktivitas perusahaan secara keseluruhan[1].

Dampak terhadap budaya perusahaan[sunting | sunting sumber]

Bekerja seadanya juga dapat berdampak pada budaya perusahaan. Ketika karyawan merasa tidak dihargai atau tidak mendapatkan pengakuan yang layak atas usaha mereka, hal ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang kurang mendukung dan kurang bersahabat[4]. Minimnya apresiasi dari perusahaan dapat mengurangi motivasi karyawan untuk berkontribusi secara maksimal, serta mempengaruhi moral dan kepuasan kerja mereka.

Dampak terhadap keseimbangan kehidupan kerja[sunting | sunting sumber]

Di sisi lain, bekerja seadanya juga dapat memberikan dampak positif bagi karyawan dalam hal menciptakan keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Karyawan yang mengadopsi bekerja seadanya cenderung lebih mampu menjaga kesehatan mental dan fisik mereka dengan tidak terlalu terlibat dalam tekanan kerja yang berlebihan. Mereka dapat memiliki waktu dan energi yang cukup untuk keluarga, hobi, dan kegiatan lain di luar jam kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kebahagiaan dan kualitas hidup secara keseluruhan[3].

Kelebihan dan kekurangan[sunting | sunting sumber]

Kelebihan[sunting | sunting sumber]

Memiliki waktu untuk mencari pekerjaan sampingan[sunting | sunting sumber]

Karyawan yang mengadopsi bekerja seadanya memiliki keleluasaan waktu yang lebih besar untuk mencari atau menjalankan pekerjaan sampingan. Hal ini dapat membantu meningkatkan pendapatan mereka atau bahkan mengembangkan karir di bidang yang berbeda[1].

Memiliki waktu untuk eksplorasi diri dan mengasah kemampuan baru[sunting | sunting sumber]

Dengan fokus pada pekerjaan sesuai tanggung jawab utama, karyawan dapat menggunakan waktu sisa untuk mengasah kemampuan baru atau mengeksplorasi minat mereka yang belum terpenuhi. Ini bisa berupa mengikuti kursus, mengembangkan keahlian teknis, atau bahkan mengeksplorasi bakat kreatif[1].

Dapat menghabiskan waktu bersama teman atau keluarga[sunting | sunting sumber]

Pekerjaan yang hanya dilakukan sesuai dengan yang diharapkan memungkinkan karyawan untuk memiliki lebih banyak waktu berkualitas dengan teman atau keluarga. Ini mendukung keseimbangan kehidupan kerja-pribadi yang sehat dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan[1].

Memiliki waktu istirahat yang cukup[sunting | sunting sumber]

Karyawan yang tidak terlalu terlibat dalam pekerjaan ekstra cenderung memiliki waktu istirahat yang lebih memadai. Istirahat yang cukup penting untuk kesehatan fisik dan mental, sehingga dapat meningkatkan produktivitas saat bekerja[1].

Kekurangan[sunting | sunting sumber]

Sulit mencapai tujuan karir yang diinginkan[sunting | sunting sumber]

Dengan fokus hanya pada pekerjaan dasar, karyawan mungkin kesulitan untuk mencapai tujuan karir yang telah mereka tetapkan. Kurangnya inisiatif dan pengembangan diri dapat menghambat kemajuan mereka dalam hierarki perusahaan atau pencapaian tujuan karir pribadi[1].

Atasan tidak puas dengan hasil kerja karyawannya[sunting | sunting sumber]

Ketidakpuasan atasan terhadap hasil kerja karyawan yang hanya melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan dapat berdampak pada hubungan kerja yang kurang harmonis. Hal ini juga dapat menghambat kemungkinan mendapatkan pengakuan atau promosi di masa depan[1].

Tidak merasa puas dengan apa yang dikerjakan[sunting | sunting sumber]

Karyawan yang menerapkan bekerja seadanya mungkin merasa tidak puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan karena kurangnya rasa pencapaian atau prestasi. Ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan tingkat kebahagiaan mereka di tempat kerja[1].

Bekerja seadanya memiliki kelebihan seperti fleksibilitas waktu untuk eksplorasi dan waktu berkualitas dengan keluarga, namun juga memiliki kekurangan yang signifikan seperti menurunnya semangat kerja dan sulit mencapai tujuan karir. Penting bagi karyawan dan perusahaan untuk memahami dampak dari fenomena ini dan mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampak negatifnya serta memanfaatkan potensi positifnya dengan bijak.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Hardiantoro, dkk. (31 Agustus 2022). "Mengenal Fenomena Quiet Quitting yang Sedang Tren di Dunia Kerja". Kompas. Diakses tanggal 7 Juli 2024. 
  2. ^ "Fenomena Quiet Quitting: Bekerja Sesuai Porsi, Bukan Mengejar Ambisi". Narasi Tv. Diakses tanggal 2024-07-09. 
  3. ^ a b Novitasari, Lutfia (22 Desember 2023). "Fenomena Quiet-Quitting, Apa Sih Itu?". Website Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Diakses tanggal 7 Juli 2024. 
  4. ^ "Fenomena Quiet Quitting: Bekerja Sesuai Porsi, Bukan Mengejar Ambisi". Narasi Tv. Diakses tanggal 2024-07-09.