Bahasa Sunda Serang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bahasa Sunda Serang
Basa Sunda Sérang
ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮞᮦᮛᮀ
Sampul buku Geografi Dialek Sunda di Kabupaten Serang, terbitan 1981.
Pengucapanbasa sʊnda sɛraŋ
Dituturkan diIndonesia
WilayahSerang Raya
Penutur
656.424 jiwa (1981):[1]
B1: 406.434 jiwa
B2: 249.990 jiwa
Bentuk awal
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologsera1273
QIDQ120750927
Lokasi penuturan
Penutur bahasa Sunda Serang mendominasi area bergaris horizontal, sedangkan pada area bergaris horizontal-vertikal jumlah penuturnya lebih sedikit.
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B • PW
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Bahasa Sunda Serang adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang dituturkan oleh sebagian masyarakat di wilayah Kabupaten Serang, Banten dan sekitarnya.[2] Sebagai sebuah variasi regional bahasa Sunda yang termasuk ke dalam ragam bahasa Sunda Banten,[3] bahasa Sunda Serang memiliki beberapa perbedaan linguistik yang cukup mencolok apabila dibandingkan dengan bahasa Sunda yang dituturkan di daerah Parahyangan, di antaranya berupa perbedaan kosakata dan proses morfologis.[4] Sementara itu, dari segi sintaksis, morfemis, dan fonetis tidak terdapat perbedaan yang cukup besar dengan bahasa Sunda baku.[5]

Jumlah penutur jati bahasa Sunda Serang diperkirakan sekitar 40% dari jumlah penduduk yang menempati wilayah Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota Cilegon. Walaupun demikian, jumlah penutur secara keseluruhan jika digabungkan dengan penduduk yang bukan berbahasa ibu bahasa Sunda tetapi turut mempergunakan bahasa Sunda sebagai bahasa kedua mencapai 60% dari jumlah penduduk Kawasan Metropolitan Serang.[1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Sejak dahulu hingga sekarang, daerah yang sekarang dikenal sebagai Provinsi Banten mencakup berbagai wilayah, seperti Lebak, Pandeglang, dan Serang. Banten di masa lalu merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda (yang juga dikenal sebagai Kerajaan Pajajaran), kerajaan ini juga meliputi berbagai wilayah di pantai utara dan mempunyai beberapa kota pelabuhan, di antaranya yaitu Banten, Cikande, Cimanuk, Cirebon, Karawang, Pontang, dan Sunda Kalapa.[6]

Kota-kota pelabuhan yang disebutkan di atas, beberapa di antaranya sekarang merupakan bagian dari Serang Raya, yaitu Banten, Pontang, dan Cikande. Hal ini menunjukkan, wilayah Serang Raya pada zaman dahulu merupakan bagian dari teritorial Kerajaan Sunda, sehingga dalam hal pola kehidupan dan kebudayaan, juga pemerintahan ada di bawah pengaruh Kerajaan Sunda.[6]

Suatu bahasa biasanya terkait erat dengan sebuah kebudayaan. Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang berbudaya Sunda. Dengan demikian, Kerajaan Sunda memakai bahasa Sunda. Oleh karena itu, wilayah Serang Raya yang sedari dulu merupakan bagian dari daerah Banten, dan Banten merupakan salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda, maka diduga kuat wilayah Serang Raya pada waktu itu menggunakan bahasa Sunda.[6]

Keadaan bahasa[sunting | sunting sumber]

Distribusi geografis[sunting | sunting sumber]

Daerah pemakaian bahasa Sunda Serang umumnya berada di wilayah Kabupaten Serang bagian selatan,[7] kecamatan-kecamatan yang menuturkan bahasa Sunda tersebut di antaranya ialah Anyar (sebagian), Baros, Cikande, Cikeusal, Cinangka, Ciomas, Jawilan, Kopo, Pabuaran, Padarincang, Pamarayan, dan Petir.[8] Para penutur bahasa Sunda Serang juga mampu berkomunikasi menggunakan bahasa daerah setempat lainnya dan juga bahasa Indonesia.[9]

Penggunaan[sunting | sunting sumber]

Sebagai alat komunikasi, bahasa Sunda Serang dipakai dalam berbagai hal, di antaranya digunakan di rumah dan di tempat-tempat publik lainnya, seperti di madrasah, masjid, pesantren, surau, tempat bekerja dan tempat hiburan. Bahasa Sunda Serang juga dipakai sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah dan bahasa pergaulan murid dengan murid, murid dengan guru, guru dengan guru, dan guru dengan orang tua murid. Di luar itu, bahasa Sunda Serang juga dipakai sebagai bahasa ketika berpidato dan berkirim surat pribadi.[1]

Kekhususan[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan hasil beberapa pengamatan dan penelitian, bahasa Sunda Serang menunjukkan adanya kekhasan yang merupakan ciri-ciri khusus dalam berbagai bidang. Awalnya bahasa Sunda Serang diduga memiliki beberapa ciri khas dalam hal kosakata (leksikal), sintaksis, morfologi, dan fonologi. Di samping itu, ada juga dalam prosodi, misalnya dinamik, intonasi, jeda, kontur, nada, tekanan, dan tempo yang secara menyeluruh dipakai dalam penggunaan ragam cakap bahasa Sunda. Penelitian selanjutnya yang memfokuskan dalam bidang kosakata, dapat diamati bahwa bahasa Sunda Serang tidak begitu memperlihatkan adanya perbedaan yang terlalu mencolok bila dibandingkan dengan bahasa Sunda baku dalam bidang sintaksis dan fonologi. Namun, dalam bidang kosakata dan morfologi, dijumpai beberapa perbedaan dengan bahasa Sunda baku. Bahasa Sunda Serang memiliki beberapa bentukan yang melewati proses morfologi yang melibatkan reduplikasi dan afiksasi (pengimbuhan). Reduplikasi yang dijumpai dalam bahasa Sunda Serang seringkali menunjukkan adanya reduplikasi penuh, seperti pada contoh di bawah ini.[4]

Bahasa Sunda baku Bahasa Sunda Serang Glosa
dibabawa dibawa-bawa dibawa-bawa
dipapangku dipangku-pangku dipangku-pangku

Untuk urusan sisipan, bahasa Sunda Serang berdasarkan pengamatan tidak menunjukkan adanya sisipan -in- yang lazimnya cukup produktif dalam bahasa Sunda baku. Sementara itu, ditemukan afiks-afiks yang bentuknya berbeda. Prefiks (awalan) pi- menjadi si- dan ti- menjadi ka-. Sufiks (akhiran) -keun menjadi -an. Sisipan -ar- yang menjadi penanda bentuk jamak dalam beberapa kasus terdapat perbedaan, seperti pada kata tareuaya yang dalam bahasa Sunda baku seharusnya teu araya. Dalam bidang leksikal atau kosakata, terdapat cukup banyak kosakata yang khas dipakai dalam bahasa Sunda Serang dan tidak digunakan dalam bahasa Sunda baku, di antaranya adalah dia 'Anda', garaha 'gerhana', mokla 'darah', sorobaha 'serabi', dan taram 'mulai'. Kosakata tersebut bila dalam bahasa Sunda baku sepadan dengan sia, samagaha, getih, surabi, dan mimiti.[4]

Status[sunting | sunting sumber]

Bahasa Sunda Serang bagi penuturnya adalah sebuah bahasa yang baku karena dianggap mempunyai empat hal yang menjadi faktor, yaitu kesejarahan, otonomi, pembakuan, dan vitalitas.[4] Bahasa Sunda Serang juga tidak dipandang sebagai bahasa dengan status yang rendah.[10] Hal ini dibuktikan seperti yang telah dibahas pada bagian #Kedudukan.[11]

Kedudukan[sunting | sunting sumber]

Sebagai bahasa pergaulan, bahasa Sunda Serang dipergunakan sebagai alat perhubungan masyarakat yang terus hidup dan dipertahankan oleh masyarakat. Bahasa ini masih diperhitungkan dan dilindungi oleh penuturnya karena dianggap sebagai bagian dari kebudayaan. Bahasa ini juga diperlakukan sebagai lambang nilai sosial budaya yang merepresentasikan kalangan masyarakat tersebut. Bahasa Sunda Serang dapat dimanfaatkan sebagai kekayaan budaya untuk terus mengembangkan dan melestarikan kebudayaan nasional. Bahasa ini berfungsi untuk menyatakan pikiran, keinginan, dan perasaan, baik tulisan maupun lisan yang ekspresif oleh masyarakat setempat. Bahasa ini sebagai salah satu bahasa daerah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XV Pasal 36. Dengan demikian, fungsi Bahasa Sunda Serang sebagai bahasa pergaulan dan kebudayaan telah terlaksana dengan baik.[12]

Sikap kebahasaan[sunting | sunting sumber]

Sikap kebahasaan yang ditunjukkan oleh para penutur bahasa Sunda Serang menampakkan sikap yang cukup positif, terutama dalam hal penjagaan dan pelestarian. Hal ini berdasarkan keadaan bahwa di daerah penutur tersebut, bahasa ini dipergunakan sebagaimana mestinya.[13]

Hubungan dengan bahasa lain[sunting | sunting sumber]

Masyarakat di Kabupaten Serang rata-rata merupakan dwibahasawan, itu artinya mereka mampu berbicara dalam dua bahasa atau lebih, dalam hal ini bahasa Sunda Serang dan bahasa Indonesia. Bahasa-bahasa tersebut dipakai sesuai dengan situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Hal ini memunculkan adanya diglosia, yaitu penggunaan bahasa menurut fungsinya dalam masyarakat. Hubungan antara bahasa Sunda Serang dengan bahasa Indonesia tidak membuat adanya sebutan bahasa yang prestisenya lebih tinggi bagi bahasa Indonesia, dan bahasa Sunda Serang sebagai bahasa yang rendah. Hubungan yang sesungguhnya ditunjukkan oleh bahasa Sunda Serang dan bahasa Indonesia ialah hubungan fungsional penggunaan kedua bahasa tersebut dalam masyarakat. Sebagai contoh, bila ada sebuah imbauan dari pemerintah kepada masyarakat, maka bahasa yang digunakan dalam imbauan tersebut adalah bahasa Indonesia. Selanjutnya, fakta di lapangan menujukkan bahwa bahasa Sunda Serang juga digunakan agar imbauan tersebut bisa menjangkau masyarakat lebih luas lagi sehingga bisa ditangkap oleh masyarakat secara efektif.[11]

Tradisi sastra[sunting | sunting sumber]

Beberapa karya sastra ditulis dalam bahasa Sunda Serang. Di antaranya adalah karya sastra berupa cerita rakyat yang ditulis oleh M.A. Salmun, seorang sastrawan Sunda yang berasal dari Rangkasbitung.[14]

Fonologi[sunting | sunting sumber]

Fonologi bahasa Sunda Serang tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan fonologi bahasa Sunda baku.

Konsonan[sunting | sunting sumber]

Bahasa Sunda serang mempunyai 18 fonem konsonan, seperti yang dijabarkan pada tabel di bawah ini.

Konsonan[15]
Cara Ucapan Dasar Ucapan
Bibir Ujung Lidah Daun Lidah Punggung Lidah Anak Tekak
Letus Tak bersuara p t c k
Bersuara b d j ɡ
Geser Tak bersuara s h
Bersuara
Nasal m n ɳ ŋ
Sampingan l
Getar r
Luncuran w y

Vokal[sunting | sunting sumber]

Bahasa Sunda serang mempunyai 7 fonem vokal, seperti yang dijabarkan pada tabel di bawah ini.

Vokal[15]
Depan Tengah Belakang
Tinggi i u
ɤ
Sedang ə
Agak Rendah ɛ ɔ
Rendah a

Macam dan distribusi fonem[sunting | sunting sumber]

Bagan di bawah ini menunjukkan macam fonem bahasa Sunda Serang[16][17]

Distribusi adalah sebagai berikut:
/p/: Konsonan tak bersuara, bibir, letus[18]
Misalnya:
pɛdɛt : 'ketilang'
rampadan : 'baki'
tulup : 'sumpit'
/b/: Konsonan bersuara, bibir, letus[18]
Misalnya:
buriʔ : 'belakang'
bɔbɔdɔr : 'pelawak'
sasab : 'tersesat'
/m/: Konsonan bibir, sengau[18]
Misalnya:
mɔkla : 'darah'
tumbuŋ : 'kemaluan wanita'
gəgəm : 'jepit dinding bambu'
/w/: Konsonan bibir, luncuran[18]
Misalnya:
wiyak : 'anak angsa'
palawariʔ : 'pelayan dalam pesta'
tuwɤw : 'nama burung'
/t/: Konsonan tak bersuara, ujung lidah, letus[18]
Misalnya:
taram : 'mulai'
batəl : 'botol'
siput : 'Luffa acutangula'
/d/: Konsonan bersuara, ujung lidah, letus[18]
Misalnya:
dara : 'merpati'
daŋdɤr : 'ketela pohon'
bɔdɔdɔd : '(sejenis alat penangkap ikan)'
/s/: Konsonan tak bersuara, ujung lidah, geseran[18]
Misalnya:
sarɔbaha : 'serabi'
gasrɔk : 'alat penyiang padi'
bagus : 'bagus'
/l/: Konsonan ujung lidah, sampingan[18]
Misalnya:
lajuʔ : 'terus'
gəmblɔŋ : 'uli'
guguwəl : 'muntu'
/r/: Konsonan ujung lidah, getar[18]
Misalnya:
rawayan : '(sebutan untuk orang Badui)'
karatag : 'jembatan bambu'
hulanjar : 'janda tanpa anak'
/c/: Konsonan tak bersuara, daun lidah, letus[19]
Misalnya:
cɔkrɔm : 'terung'
ciŋcaɔh : 'cincau'
/j/: Konsonan bersuara, daun lidah, letus[19]
Misalnya:
jarɔ : 'kepala desa'
jɔjɔŋ : '1. tidak peduli, 2. masing-masing'
/ɳ/: Konsonan daun lidah, sengau[19]
Misalnya:
ɳaiʔ : '(sebutan untuk perempuan tua)'
mariɳuʔ : 'pesuruh desa'
/y/: Konsonan daun lidah, luncuran[19]
Misalnya:
yɛn : 'bahwa'
cayut : 'keranjang daun kelapa'
nambay : '(memanggil binatang)'
/k/: Konsonan tak bersuara, punggung lidah, letus[19]
Misalnya:
kanas : 'nanas'
bikaŋ : 'istri'
caluk : 'arit kecil'
/g/: Konsonan bersuara, punggung lidah, letus[19]
Misalnya:
giraŋ : 'barat'
gɔgɔdɔh : 'pisang goreng'
ʔirig : 'ayakan besar'
/n/: konsonan punggung lidah, sengau[19]
Misalnya:
ŋədul : 'malas'
jɔlɔŋan : 'halaman'
muriaŋ : 'sakit'
/h/: konsonan tak bersuara, anak tekak, geseran[19]
Misalnya:
hɛwaʔ : 'benci'
garahaʔ : 'gerhana'
cuih : '(nama panggilan sayang)'
/q/: konsonan letus, tak bersuara, anak tekak; bukan

fonem yang membedakan arti dalam bahasa Sunda, tetapi otomatis ada pada awal kata yang mulai dengan vokal, pada akhir kata yang terbuka (ditutup dengan vokal), dan pada antara dua vokal yang sejenis.[19]

Misalnya:
ʔuaʔ : '(sebutan kepada laki-laki tua)'
dɛʔɛŋ : 'dengdeng'
ʔawɛʔ : 'istri'
/i/: vokal depan, agak tinggi, tak bundar[20]
Misalnya:
ʔimbil : 'anak kuda'
diaʔ : 'kamu'
buriʔ : 'belakang'
/ɛ/: vokal depan, agak rendah, tak bundar[20]
Misalnya:
ʔɛnɛʔ : '(sebutan bagi anak perempuan kecil)'
cawɛnɛʔ : 'perawat'
cɔlɛʔ : 'kopok'
/a/: vokal tengah, rendah, tak bundar[20]
Misalnya:
ʔacɛŋ : '(sebutan untuk anak laki-laki kecil)'
sanaɔn : 'rombongan penabuh gamelan'
kakaʔ : 'kakak'
/ə/: vokal tengah, sedang, tak bundar[20]
Misalnya:
ʔəlor : 'utara'
paləŋ : 'pusing'
/ɤ/: vokal belakang, tinggi, bundar[20]
Misalnya:
ʔɤrihɤrihɤn : 'tersedu-sedu'
lɤkɤr : 'tempat dandang'
sɤnɤ : 'api'
/ɔ/: vokal belakang, agak rendah, bundar[20]
Misalnya:
ʔɔgɔanʔ : 'manja'
bɔbɔdɔr : 'pelawak'
kəbɔʔ : 'kerbau'
/u/: vokal belakang, tinggi, bundar[20]
Misalnya:
ʔupas : 'pesuruh desa'
curiliŋ : 'giat, cekatan'
lajuʔ : 'terus'

Catatan[sunting | sunting sumber]

  • Bunyi-bunyi letus pada posisi akhir tidak dilepas. Bunyi ini tidak fonemis, mungkin hanya alofon saja dari bunyi itu.[20]
  • Bunyi-bunyi letus c, j, dan n, serta vokal ə tidak terdapat pada posisi akhir.[20]
  • Bunyi letus tak bersuara k pada posisi akhir diucapkan jelas, tidak dilepas dan tidak berupa glotal.[20]

Gugus konsonan[sunting | sunting sumber]

Gugus konsonan yang terdapat pada bahasa Sunda Serang adalah konsonan letus yang diikuti oleh r, l, atau y, dan konsonan s yang diikuti r atau l. Di bawah ini dijabarkan beberapa contohnya.[21]

pr : ʔamprok : 'berjumpa'
pl : jəmpliŋ : 'cabai rawit'
py : ŋumpyaŋ : 'tergenang'
br : nabrag : 'pergi tanpa tujuan'
bl : cɔblɛk : 'cowet'
by : ʔubyag : 'keplok'
tr : gatrik : '(sejenis permainan anak-anak)'
dr : bɛndrɔŋ : '(sejenis tabuhan)'
kr : cɔkrɛk : 'tekokak'
kl : jɔŋklaŋ : '(sejenis usungan pembawa makanan)'
gr : ʔagrɔŋ : 'megah'
gl : ʔuglək : 'goyah'
cr : mɛncrɛt : 'pipih'
cl : kɔclak : 'kurang isi'
jr : anjrut : 'meloncat'
jl : ʔujlag : 'goyang'
sr : ɳusruk : 'tersungkur'

Kontras konsonan dan vokal[sunting | sunting sumber]

Terdapat kecurigaan mengenai adanya kontras vokal dan konsonan yang ditemui dalam wilayah ucapan seperti yang diuraikan di bawah ini.[22]

p — t palaŋ — talaŋ = 'palang' — 'talang'
c — k kacaʔ — kakaʔ = 'kaca' — 'kakak'
b — d balaŋ — dalaŋ = 'lempar' — 'dalang'
j — g jaroʔ — gəroʔ = 'kepala desa ' — 'garuk'
s — h sɛwa — hɛwa = 'sewa' — 'benci'
m — n muhun — nuhun = 'iya' — 'terima kasih'
ɳ — ŋ ɳanduŋ — ŋanduŋ = 'beristri lebih dari satu' — 'hamil'
l — r ladaʔ — radaʔ = 'pedas' — 'agak'
w — y ʔawak — ʔayak = 'badan' — 'saring'
i — u diaʔ — duaʔ = 'kamu' — 'dua'
ɤ — u pɤpɤs — pupus = 'pecah' — 'hapus'
ɛ — ə jɛjɛr — jəjər = 'baris' — 'pokok'
a — ɔ randaʔ — rɔndaʔ = 'janda beranak' — 'ronda'

Unsur leksikal[sunting | sunting sumber]

Di bawah ini adalah senarai beberapa leksikon yang khas digunakan dalam bahasa Sunda Serang.[23]

Leksikon Ejaan bahasa Sunda Glosa Ref.
[ʔacɛŋ] acéng '(sebutan untuk anak laki-laki kecil)' [24]
[ʔadəm] adem 'tenang'
[amat] amat 'sekali'
[babadak lawaŋ] babadak lawang 'kayu bagian pintu yang terlangkahi' [25]
[badar] badar 'ikan kecil-kecil'
[buri] buri 'belakang'
[camirit] camirit 'anak anjing' [26]
[cawɛnɛʔ] cawéné 'perawan'
[cayut] cayut 'keranjang pelepah kelapa'
[daŋdɤr] dangdeur 'ketela pohon'
[danɔʔ] dano 'danau'
[daraʔ] dara 'merpati
[ʔəlɔr] elor 'utara' [27]
[ʔəlɔs] elos 'silakan'
[ʔəndɤk] endeuk 'akan'
[ʔɛwɛʔ] éwé 'istri [28]
[gandul] gandul 'pepaya'
[gapuraʔ] gapura '(kayu bagian pintu yang terlangkahi)'
[garahaʔ] garaha 'gerhana'
[hasɤm] haseum 'asam'
[hayuʔsih] hayu sih 'silakan, mari'
[hɔyaʔ] hoya 'tandan'
[ʔibuʔkɔlɔt] ibu kolot 'nenek'
[ʔimbil] imbil 'anak kuda'
[ʔisɔk] isok 'suka'
[jaro] jaro 'kepala desa' [29]
[jasa] jasa 'amat, sekali'
[jɔjɔŋ] jojong 'khusus, masing-masing'
[kabuat] kabuat 'termuat' [30]
[kacaŋ suwuk] kacang suwuk 'kacang tanah'
[kastɛlaʔ] kastéla 'pepaya'
[lasuŋ] lasung 'lesung' [31]
[lɛmpɛr] lémpér 'kejang'
[ləŋkɔŋ] lengkong 'intonasi'
[mantaŋ] mantang 'ubi jalar' [32]
[mantul] mantul 'tumpul'
[marah] marah 'marah
[ŋabɤlah] ngabeulah 'membelah (kayu)' [32]
[ŋahɤak] ngaheuak 'lahap'
[ŋajaran] ngajaran 'mengajar'
[ɳaiʔ] nyai '(panggilan kepada perempuan tua)'
[ɳəluk] nyeluk 'menyebut'
[nɔʔɔŋ] noong 'menjenguk
[ʔɔcɛk] océk 'kopok' [33]
[paciriŋan] paciringan 'cucuran atap
[panus] panus 'cepat tersinggung' [34]
[rampadan] rampadan 'baki'
[səbul] sebul 'malas'
[sunduk baluŋ] sunduk balung 'jepit dinding besar' [35]
[surubahaʔ] surubaha 'serabi'
[tapai] tapai 'tapai' [36]
[taram] taram 'mulai'
[ʔundəm] undem 'takaran beras'
[wiyak] wiyak 'anak angsa'

Unsur morfologis[sunting | sunting sumber]

Terdapat beberapa perbedaan unsur morfologi (pembentukan kata) di dalam bahasa Sunda Serang dengan bahasa Sunda baku di antaranya, yaitu:[36]

Morfem Bahasa Sunda Serang Bahasa Sunda baku Glosa
sa- [saduana] [duananaʔ] 'kedua-duanya'
(kata dasar)2na [duaduana] [duanana] 'kedua-duanya'
-an [ŋajaran] [ŋajar] 'mengajar'
-an [dilɤʔɤʔtan] [dilɤʔɤʔt] 'diminum'
-ar- [tarɤʔaya] [teuʔaraya] 'tidak ada semua'
-keun- [dikɛjɔkɤn] [dipaŋɛjɔkɤn] 'ditanakkan nasi'
na- [ŋajɤlɤ] [nɤlɤ] 'melihat'
di-(kata dasar)2 [dibawaʔbawaʔ] [dibabawaʔ] 'dibawa-bawa'

Fatis[sunting | sunting sumber]

Dalam bentuk lisannya, bahasa Sunda Serang yang digunakan sebagai alat komunikasi tidak terlepas dari penggunaan partikel fatis yang bentuk-bentuknya memiliki kekhasan tersendiri.[37] Beberapa di antaranya diuraikan pada bagian di bawah ini.[38]

Ba[sunting | sunting sumber]

Partikel ba lazimnya diposisikan pada awal, tengah, dan akhir kalimat. Partikel ini memiliki beberapa fungsi, di antaranya:[39]

  • Menggantikan tugas sih, contohnya:
(1) Jeung naon ba nurutan manéh, hébat meureun!
Untuk apa sih menirumu, memangnya hebat!
(2) Ulah di imah bé, jeung naon ba.
Jangan di rumah saja, untuk apa sih.
  • Menggantikan makna "memang" atau "keragu-raguan", contohnya:
(3) Ba édan si Amir!
Gila memang si Amir!
(4) Ba tilok mandi éta si Amir!
Tampaknya si Amir tak pernah mandi.

[sunting | sunting sumber]

Partikel umumnya diletakkan di tengah dan akhir kalimat. Partikel ini sepadan dengan saja atau pun dalam bahasa Indonesia. Contoh penggunaannya sebagai berikut.[40]

(5) Urang nu kasép teu laku!
Aku pun yang tampan tak laku!
(6) Ulah ka dinya, ka dieu .
Jangan ke sana, ke sini saja.

Dik[sunting | sunting sumber]

Partikel dik sepadan dengan partikel deng dalam tuturan nonformal bahasa Indonesia. Umumnya partikel ini ditempatkan di tengah dan akhir kalimat. Penggunaan partikel ini dicontohkan di bawah ini.[39]

(7) Aih henteu kitu dik!
Eh, tidak begitu deng!
(8) Heueuh dik, manéh mah pinter.
Iya deng, kamu pintar.

Géh[sunting | sunting sumber]

Partikel géh berasal dari pemendekan kata ogéh 'juga', partikel ini berfungsi untuk menggantikan -lah, juga, dan dong dalam bahasa Indonesia. Partikel ini bisa ditempatkan di tengah dan akhir kalimat.[40]

(9) Cék aing géh ulah dicokot!
Kataku juga jangan diambil!
(10) Manéh géh sok kitu ka aing!
Kau juga sering begitu padaku!

Partikel ini juga dapat berfungsi untuk memberi penekanan pada kalimat perintah.

(11) Dahar heula géh!
Makan dulu lah!
(12) Bagian géh kuéna.
Bagi dong kuenya.

Ja[sunting | sunting sumber]

Partikel ja dapat diletakkan di awal maupun akhir kalimat. Partikel ini berfungsi sebagai penjelas atas suatu penyangkalan, misalnya:[40]

(13) Urang mah teu ulin ka dinya ja.
Aku tak bermain ke sana kok.
(14) Ja aing mah teu nyokot baju manéh!
Sebab aku tak mengambil bajumu!
(15) Urang jeung manéhna mah lain babaturan ja.
Aku dan dia bukanlah teman.

Jasa[sunting | sunting sumber]

Partikel jasa umum diposisikan di akhir sebuah klausa atau kalimat utuh. Partikel ini memiliki fungsi sebagai penjelas jarak dan atau ukuran yang lebih. Partikel ini setara seperti sekali dalam bahasa Indonesia. Contoh-contoh penggunaannya ada pada bagian di bawah ini.[39]

(16) Manéh kebel jasa, urang geus nungguan ti tadi.
Kau lama sekali, aku sudah menunggumu dari tadi.
(17) Geus kebel teu neuleu si éta, aing mah kangen jasa.
Sudah lama aku tak melihatnya, aku rindu sekali.
(18) Imahna mah jauh jasa, mending ka imah urang baé.
Rumahnya jauh sekali, lebih baik ke rumahku saja.

Jing[sunting | sunting sumber]

Partikel jing berada di tengah dan akhir tuturan. Partikel ini sepadan dengan dong atau sih dalam bahasa Indonesia. Fungsi-fungsinya terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya yaitu:[40]

  • Penjelas suatu perintah
(19) Ulah gandéng jing.
Jangan berisik dong!
(20) Bagian jing perménna!
Bagi dong permennya!
(21) Géséran jing ah!
Geser dong ah!
  • Penekanan atas kesalahan lawan bicara
(22) Ulah kitu jing jadi jalema!
Jangan begitu dong jadi orang!
(23) Manéh jing kitu ka aing.
Kamu sih begitu padaku.
  • Penegas kalimat tanya
(24) Aya euweuh jing?
Ada atau tidak sih?
(25) Éh hooh jing salah!
Eh iya deng salah!

Lin[sunting | sunting sumber]

Partikel lah memiliki makna yang mirip dengan partikel kan dalam bahasa Indonesia. Biasanya digunakan di tengah dan akhir tuturan. Contoh penggunaannya seperti pada bagian di bawah ini.[39]

(26) Manéh nu nyokot, lin?
Kau yang mengambil, 'kan?
(27) Tah lin cék urang géh ulah kitu!
Tuh kan kataku pun jangan begitu!

Mah[sunting | sunting sumber]

Partikel mah dalam bahasa Sunda Serang fungsinya sama seperti yang digunakan dalam bahasa Sunda baku. Partikel ini ditempatkan di tengah dan akhir tuturan. Partikel ini merupakan penegas.[39]

(28) Urang mah budak bageur, béda jeung manéhna, bangor.
Aku (adalah) anak baik. berbeda dengannya, nakal.
(29) Urang mah tilok ulin ka imahna ja.
Aku (tuh) jarang bermain ke rumahnya kok.

Tah[sunting | sunting sumber]

Partikel tah bisa berada di awal, tengah, dan akhir kalimat. Partikel ini sepadan dengan nah dan tuh dalam bahasa Indonesia. Fungsi-fungsi partikel ini dapat dilihat di bawah.[40]

  • Penunjuk sebuah objek
(30) Tah budakna aya di dinya.
Tuh anaknya ada di situ.
(31) Si Amir mah sok kitu tah!
Si Amir suka seperti itu tuh!
(32) Lain kitu tah bararudak?
Bukannya begitu (tuh) anak-anak?
  • Penjelas akibat atau hasil sesuatu
(33) Tah ceuk aing géh naon, ulah lulumpatan baé.
Nah kataku juga apa, jangan berlari-larian terus.
  • Pengalih perhatian
(34) Tah, bawa duitna, terus meuli roti ka warung.
Nah, bawa duitnya, terus beli roti ke warung.

Wih[sunting | sunting sumber]

Partikel wih bisa digunakan di awal, tengah, dan akhir tuturan.[39]

  • Pengganti lah dalam bahasa Indonesia
(35) Ulah kitu wih, kitu-kitu géh babaturan urang!
Jangan begitu, lah, begitu-begitu juga teman kita!
(36) Geura ka dieu wih!
Cepat ke sini lah!
  • Pengganti kok dalam bahasa Indonesia
(37) Wih kitu amat si Amir ka manéh.
Kok begitu si Amir kepadamu.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Suriamiharja (1981), hlm. 17.
  2. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 7.
  3. ^ Hammarström, Forkel & Haspelmath (2023).
  4. ^ a b c d Suriamiharja (1981), hlm. 18.
  5. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 126.
  6. ^ a b c Suriamiharja (1981), hlm. 2.
  7. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 4-5.
  8. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 9.
  9. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 5.
  10. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 18-19.
  11. ^ a b Suriamiharja (1981), hlm. 19.
  12. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 20.
  13. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 21.
  14. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 22.
  15. ^ a b Suriamiharja (1981), hlm. 110.
  16. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 109.
  17. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 111-113.
  18. ^ a b c d e f g h i Suriamiharja (1981), hlm. 111.
  19. ^ a b c d e f g h i Suriamiharja (1981), hlm. 112.
  20. ^ a b c d e f g h i j Suriamiharja (1981), hlm. 113.
  21. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 113-114.
  22. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 114.
  23. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 115-121.
  24. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 115.
  25. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 115-116.
  26. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 116.
  27. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 116-117.
  28. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 117.
  29. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 117-118.
  30. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 118.
  31. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 118-119.
  32. ^ a b Suriamiharja (1981), hlm. 119.
  33. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 119-120.
  34. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 120.
  35. ^ Suriamiharja (1981), hlm. 120-121.
  36. ^ a b Suriamiharja (1981), hlm. 121.
  37. ^ Januarsyah & Handayani (2017), hlm. 1-2.
  38. ^ Januarsyah & Handayani (2017), hlm. 3-4.
  39. ^ a b c d e f Januarsyah & Handayani (2017), hlm. 4.
  40. ^ a b c d e Januarsyah & Handayani (2017), hlm. 3.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Bahasa Sunda Serang[sunting | sunting sumber]

Bahasa Sunda Umum[sunting | sunting sumber]