Lompat ke isi

Wikipedia:Artikel pilihan/Usulan/Banteng

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
CATATAN PENUTUP

Aku putuskan untuk meloloskan artikel ini menjadi artikel pilihan setelah mendapatkan komentar dari enam pengguna, dan semua saran juga sudah diselesaikan. --Glorious Engine (bicara) 16 Juni 2020 00.14 (UTC)

Diskusi di bawah adalah arsip dari pengusulan artikel pilihan. Terima kasih atas partisipasi Anda. Mohon untuk tidak menyunting lagi halaman ini. Komentar selanjutnya dapat diberikan di halaman pembicaraan artikel.

Artikel ini disetujui.


Pengusul: HaEr48 (b • k • l)
Status:    Selesai

Artikel mengenai hewan kerabat sapi yang ditemukan di Nusantara dan sampai-sampai dimasukkan ke lambang negara kita. Diterjemahkan dari en.wp yang sudah berstatus AB yang cukup baru, menurutku isinya tergolong lengkap dan memiliki referensi memadai, dan aku tambahkan sedikit agar semakin lengkap. Harap tinjauan dan saran-sarannya. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 05.14 (UTC)[balas]

Mungkin Bapak @Kembangraps atau @Wie146 bersedia untuk membantu berkomentar? Danu Widjajanto (bicara) 7 Juni 2020 17.19 (UTC)[balas]
Komentar dari S264
[sunting sumber]

Saya akan membantu sedikit untuk mengoreksi calon AP ini.

  • Pada bagian pengantar artikel, sebaiknya kalimat "...di berbagai bagian Asia Tenggara" diubah menjadi "...di berbagai wilayah Asia Tenggara."
    Sudah. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 14.40 (UTC)[balas]
  • Pada subjudul Taksonomi dan Asal-Usul, paragraf pertama, kata bahasa dalam kalimat "...berasal dari Bahasa Jawa" seharusnya tidak diawali huruf kapital.
    Sudah. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 14.40 (UTC)[balas]
  • Adapun paragraf kedua, ada sedikit saltik pada "mendeksripsikan" yang seharusnya ditulis "mendeskripsikan". Di bagian Subspesies, sebaiknya kalimat "yang umum diakui" diubah menjadi "yang diakui secara umum."
    Sudah. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 14.40 (UTC)[balas]
  • Pada subjudul Interaksi dengan manusia, kalimat "..dapat ditemukan hingga ribuan tahun yang lalu" sebaiknya ditulis menjadi "...telah ditemukan sejak ribuan tahun yang lalu."
    Sudah. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 14.40 (UTC)[balas]
  • Lalu pada bagian Domestikasi dan peternakan, kalimat "Banteng telah didomestikasi kemungkinan sejak 3500 SM.." sebaiknya diubah menjadi "Domestikasi Banteng diperkirakan telah berlangsung sejak 3500 SM..."
    Sudah. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 14.40 (UTC)[balas]

Mungkin akan saya tambahkan lagi jika ada waktu luang. — ꦝꦺꦤ꧀ꦠ (bicara) 2 Juni 2020 05.33 (UTC)[balas]

Terima kasih Symphonium264 saran-sarannya yang jeli dan bermanfaat. Ditunggu kalau ada lagi. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 14.40 (UTC)[balas]
Komentar dari RianHS
[sunting sumber]

Terima kasih banyak kepada Bung HaEr yang sudah menerjemahkan artikel tentang hewan, terutama hewan di Indonesia. Semoga bisa menambah AP terkait Indonesia. Saya sudah melakukan sedikit perubahan minor. Selain itu, ini beberapa pertanyaan kecil dari saya:

  • Sejauh mana nama lokasi geografis perlu dipranalakan tanpa melanggar prinsip Sea of blue? Soalnya sekilas saya melihat beberapa nama negara, seperti Kamboja dan Thailand, tidak dipranalakan.
    Aku sih biasanya coba lihat kasus per kasus. Kalau nama negara seperti Kamboja dan Thailand kan mestinya semua juga tahu makanya enggak aku pranalakan. Malah kalau di en.wp in general nama negara gak dipranalakan. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 15.09 (UTC)[balas]
  • "...selama hampir 285 hari (lebih dari 9 bulan), yaitu seminggu lebih lama dari sapi eropa." — Saya merasa tata kalimatnya seperti bahasa Inggris. Bagaimana kalau yaitu diganti menjadi atau?
    Sudah, dan aku masukkan tanda kurung juga. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 15.09 (UTC)[balas]
  • Penggunaan "di" hanya diikuti tempat sehingga
  • "Penelitian filogeni yang dilakukan pada 2015 menghasilkan genom mitokondria lengkap dari banteng Kalimantan." Kata menghasilkan mungkin bisa diganti jadi mendapatkan, memperoleh, atau mengurutkan karena urutan genom bukanlah sesuatu yang dihasilkan tapi dibaca.
    Sudah. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 15.09 (UTC)[balas]
  • "...reputasi ini berlebihan dan sering berjalan tanpa perlindungan di habitat banteng tanpa masalah berarti." Apa bisa diubah strukturnya supaya lebih mudah dipahami?
    Sudah. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 15.09 (UTC)[balas]
  • Semua kata tanaman sebaiknya diubah menjadi tumbuhan. Tumbuhan lebih luas (semua plantae), sedangkan tanaman adalah tumbuhan yang ditanam manusia.
    Sudah. HaEr48 (bicara) 2 Juni 2020 15.09 (UTC)[balas]
  • Di paragraf pertama subjudul "Ciri-ciri", tiga referensinya ditaruh di akhir paragraf. Apa bisa didistribusikan? Mengingat paragraf ini punya banyak angka yang masing-masing tentu punya referensinya sendiri.
    Sudah. 3 Juni 2020 02.50 (UTC)
  • Di subjudul "Reproduksi dan daur hidup" ditulis, "Anak banteng mengalami tingkat kematian tinggi pada enam bulan pertamanya, setelah itu tingkat kematian ini menurun drastis seiring tumbuhnya banteng". Apa ada penjelasannya? Kalau pada sapi, biasanya akibat diare (calf scours). Perkiraan saya, kemungkinan besar banteng juga seperti itu.
    Di sumber yang dikutip, maupun di 2 sumber lain yang aku temukan membicarakan mortalitas anak banteng, tidak aku temukan penjelasan. Jadi tidak aku tambahkan dulu. HaEr48 (bicara) 3 Juni 2020 02.40 (UTC)[balas]
    Saya juga akan cari referensinya, tapi sepertinya memang agak sulit. Kalau nggak dapat ya sudah. — RianHS (bicara) 3 Juni 2020 04.46 (UTC)[balas]
  • Saya menyunting subjudul "Penyakit dan parasit" di beberapa bagian. Kata menimpa tidak umum dipakai untuk penyakit, lebih umum menyerang/diserang dan menderita/diderita. Tolong dicek, apa berkenan? Pranala merahnya nanti saya bantu birukan.
    Terima kasih, sudah aku cek rasanya baik semua. HaEr48 (bicara) 3 Juni 2020 02.40 (UTC)[balas]
  • Di subjudul "Kemunculan di Australia" dijelaskan sedikit tentang bruselosis. Sebaiknya penyakit ini juga dicantumkan di subjudul "Penyakit dan parasit" karena lebih signifikan dibandingkan penyakit-penyakit lainnya.
    Sudah ditambahkan sedikit. Silakan dicek apakah sudah pas. HaEr48 (bicara) 3 Juni 2020 02.40 (UTC)[balas]

Ini dulu saja. — RianHS (bicara) 2 Juni 2020 09.52 (UTC)[balas]

@RianHS: terima kasih sudah membaca dan memberi saran. Silakan diperiksa, dan silakan kalau ada tambahan lagi. HaEr48 (bicara) 3 Juni 2020 02.51 (UTC)[balas]

Tambahan

  • Saya menyunting agak banyak di bagian "Penyakit dan parasit" serta "Ancaman dan pelestarian", tolong dicek.
    Sudah. Tidak ada keberatan, malah terima kasih sekali. 3 Juni 2020 13.52 (UTC)
  • "Kini banteng berstatus dilindungi di seluruh negara tempat tinggal alamiahnya..." — Untuk lebih memudahkan pembaca supaya nggak menggulir kembali ke atas (bagian distribusi banteng), apa bisa disebutkan negara apa saja? Indonesia, Malaysia, dan Thailand mungkin? Rujukan untuk Indonesia bisa dilihat di sini.
    Aku sebutkan beberapa negara yang disebut spesifik: Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, Kamboja. Selain itu ada beberapa negara yang "kemungkinan" memiliki banteng seperti Vietnam atau Laos, tetapi sumbernya tidak spesifik menyebutkan apakah mereka termasuk yang melindungi banteng, jadi aku skip saja. HaEr48 (bicara) 3 Juni 2020 13.52 (UTC)[balas]
  • "Di Bali, pemerintah melarang jenis sapi lain untuk mempertahankan kemurnian gen sapi bali." — Saya belum baca rujukannya karena tidak diberi pranala, yang melarang apakah pemdanya? Apa ada informasi lebih spesifik, larangan memelihara atau mendatangkan ras sapi lain?
    Ya, pemerintah provinsi. Pranala sumbernya aku temukan dan tambahkan, silakan dicek. Tidak disebutkan memelihara atau mendatangkan, tetapi cuma "banning other cattle types on the island in order to conserve the purity of the Bali Banteng". Selain itu, ketemu sumber lain yang menyebutkan pemerintah Bali juga melarang mengeluarkan bibit sapi bali dari provinsi. HaEr48 (bicara) 3 Juni 2020 13.52 (UTC)[balas]
  • Di versi sebelumnya kayaknya ada peta distribusi banteng, kok sekarang jadi hilang? RianHS (bicara) 3 Juni 2020 04.50 (UTC)[balas]
    Sudah diperbaiki, itu gara-gara tadinya templatnya parameter bahasa Katalan terus diubah jadi bahasa Inggris, jadinya penggunaan di halaman ini harus diubah juga. 3 Juni 2020 13.52 (UTC)
    Di penjelasan gambar di infoboxnya tertulis “Sebaran banteng (2010)” tapi begitu diklik referensinya tertulis tahun 2008. Pas diklik berkasnya (Bos javanicus.png), memang referensi asalnya tahun 2008 yang dicantumkan di IUCN versi 2011. Jadi, penulisan tahun 2010 sepertinya tidak ada dasarnya, atau mungkin saya yang luput? Hehe.
    Sepertinya ini dari data 2008, karena tidak ada publikasi dari IUCN pada 2010 atau 2011 (mungkin versinya itu maksudnya versi redaksi saja). Aku sudah sesuaikan. 9 Juni 2020 02.14 (UTC)
  • Di situs web IUCN disebutkan bahwa kisaran populasi banteng antara 4.000 hingga 8.000 dan sekitar 4.600 berkumpul di Kamboja. Ini data penting yang bisa dimasukkan. Barangkali ada beberapa info lain yang dianggap penting yang bisa diambil dari halaman ini. — RianHS (bicara) 3 Juni 2020 23.53 (UTC)[balas]
    Sudah. Sebenarnya sumber IUCN itu sudah digunakan di artikel ini, tetapi sebagian dari versi 2008 dan sebagian dari 2016. Sudah aku cek dan yang usang aku perbarui. HaEr48 (bicara)
    Komentar yang ini jangan lupa bung @HaEr48 Danu Widjajanto (bicara) 8 Juni 2020 16.00 (UTC)[balas]
    Maaf RianHS kemarin lupa jawab yang ini. HaEr48 (bicara) 9 Juni 2020 02.14 (UTC)[balas]

Secara esensial sudah oke, mungkin tinggal copyedit yang kecil-kecil saja. Setelah beberapa kali menerjemahkan artikel panjang, saya rasa bahasa Inggris terlalu banyak memakai tanda koma dibandingkan bahasa Indonesia. Contoh: sebelum kata karena tidak perlu diberi tanda koma. Nanti saya baca-baca lagi. — RianHS (bicara) 9 Juni 2020 13.01 (UTC)[balas]

Benar juga sih. Aku udah coba kurangi koma seperti itu. Silakan kalau ada saran lain. HaEr48 (bicara) 10 Juni 2020 00.50 (UTC)[balas]

Bung HaEr48, apa ada aturan untuk penulisan situs web di bagian Pranala Luar? Sekarang kan pakai cite web, saya lebih sering lihat pakai pranala luar biasa seperti

Kalau memang tidak ada ketentuannya sih, saya pribadi lebih suka lihat tulisan berformat cite web seperti sekarang. — RianHS (bicara) 13 Juni 2020 00.15 (UTC)[balas]

  • @RianHS: Tidak ada aturannya sih harus pakai skema yang mana, tapi yang penting konsisten dalam satu artikel (aku rasa yang diperlukan hanya konsisten dari yang terlihat dari pembaca, bahkan templat yang digunakan pun tidak harus sama), dan mengandung informasi-informasi yang dibutuhkan seperti penulis, penerbit (jika ada), tahun, judul, dsb. Kadang ada peninjau yang suka mensyarakatkan ini itu tetapi menurutku tidak perlu diketatkan, terutama hal-hal yang tidak terlihat oleh pembaca seperti templat yang digunakan. 13 Juni 2020 13.07 (UTC)[balas]

Setuju Setuju. Oke, sekian dari saya. Saya mendukung artikel ini sebagai AP. Terima kasih banyak atas kerja kerasnya dan ditunggu karya selanjutnya. RianHS (bicara) 13 Juni 2020 13.28 (UTC)[balas]

@RianHS: Terima kasih atas tinjauan dan saran-sarannya yang sangat membantu, dan dukungannya . Mengenai tulisan selanjutnya, aku baru ngerjain lintah, tapi masih belum dirapikan. Nanti kalau ada waktu akan aku rapikan dan mudah-mudahan bisa dicalonkan juga. HaEr48 (bicara) 13 Juni 2020 15.03 (UTC)[balas]

@HaEr48 ditunggu pengusulan artikel lintahnya. Danu Widjajanto (bicara) 13 Juni 2020 15.46 (UTC)[balas]

Komentar dari Danu Widjajanto
[sunting sumber]
Ikut nimbrung ya, ini menarik. Saya baru tahu kalau ada gagasan/pendekatan esensialisme untuk makhluk nonmanusia. Sepemahaman saya, hal ini sudah umum dipakai di dunia hewan, misalnya anjing trah yang dijaga “kemurniannya” sampai-sampai disertifikasi. Beberapa hewan ternak di Indonesia juga seperti itu, ada istilah penetapan rumpun atau galur yang diatur pakai peraturan perundang-undangan, termasuk untuk sapi bali. Saya sendiri netral untuk penggunaan istilah “kemurnian”, tidak mendukung atau menentangnya. — RianHS (bicara) 7 Juni 2020 22.47 (UTC)[balas]
@RianHS ini dari perspektif biologi evolusioner saja sih, dari sudut pandang keilmuwan tersebut tidak ada genetik yang "murni" karena genetik selalu berubah. Ini contoh artikel tulisan pakar biologi yang mengkritik esensialisme. Sebenarnya menurutku agak standar ganda juga kalau istilah "murni" dipakai untuk hewan tetapi tidak untuk manusia, karena Homo sapiens kan juga termasuk ke dalam kingdom Animalia . Secara sosial memang istilahnya tidak dipakai untuk manusia karena menyerempet dengan rasisme dan eugenika. Danu Widjajanto (bicara) 8 Juni 2020 07.08 (UTC)[balas]
Oke, poinnya kan di dua kalimat: "Kemungkinan ancaman lain terhadap ketulenan genetik banteng adalah introgresi atau masuknya gen dari spesies kerabat ..." dan "..melarang dikeluarkannya bibit sapi bali dari provinsi ini untuk mempertahankan ketulenan gen sapi bali." Kalau diubah jadi begini kira-kira sudah pas belum? Apa memengaruhi maknanya atau ada makna yang hilang? — RianHS (bicara) 8 Juni 2020 10.14 (UTC)[balas]
@RianHS sudah oke menurutku. Masih ada satu kalimat lagi tapi: "Hal ini mengindikasikan banteng kalimantan liar tidak pernah bersilangan dengan kedua jenis sapi tersebut dan bisa jadi merupakan keturunan tulen." "Keturunan tulen" enaknya diganti jadi apa ya? Danu Widjajanto (bicara) 8 Juni 2020 11.02 (UTC)[balas]
@Danu Widjajanto dan RianHS: Maaf aku kurang setuju kalau dihilangkan karena jadi menghilangkan maknanya. Misalnya, "Pemerintah Provinsi Bali melarang jenis sapi lain dan melarang dikeluarkannya bibit sapi bali betina dari provinsi ini untuk mempertahankan gen sapi bali": akan jadi aneh kalau tidak membicarakan ketulenan. Bukannya kalau bibit sapi bali disebarkan ke daerah lain justru akan menyebarkan (bukan mengancam) gen tersebut? Pencampuran gen merupakan konsep obyektif dan terukur dalam genetika, dan bukan berhubungan dengan esensialisme. Misalnya bisa diukur dari urutan genomnya (bahkan untuk manusia pun bisa diukur berapa banyak gen dari spesies lain masuk ke populasi manusia sekarang: en:Interbreeding_between_archaic_and_modern_humans#Proportion_of_admixture). Mutasi memang terjadi di spesies tetapi efeknya jauh lebih lambat (misal puluhan ribu tahun atau ratusan ribu tahun) dibandingkan introgresi yang bisa terjadi dalam beberapa generaso. Di pranala new scientist di atas tidak ada membicarakan istilah "ketulenan", kalau kita hubung-hubungkan malah jadi "riset asli". Kalau melihat paper yang lebih terkait, misal ini membicarakan "pure wolf", atau ini membicarakan "pure crop and the pure wild taxon", lalu ini [1] menggunakan istilah seperti "pure wildcat", "pure wolf", dan seterusnya. Sumber yang dikutip di paragraf artikel ini juga menyebut "purity" dan "kemurnian genetika". Kemungkinan lain: keaslian, keutuhan, tetapi kalau mau dihubung-hubungkan dengan konotasi esensialisme bakal sama juga. Bahkan membicarakan introgresi pun akan punya konotasi yang sama, masa satu paragraf itu mau dihilangkan semua karena punya konotasi esensialisme? HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 13.58 (UTC)[balas]
@HaEr48 dan RianHS: Mutasi tidak selalu menimbulkan efek, ada juga yang disebut mutasi netral. Pencampuran gen dan keanekaragaman genetika itu memang konsep yang objektif, yang aku permasalahkan hanya penggunaan istilah yang memberikan kesan seolah ada bentuk "sejati" dari suatu organisme. Mungkin memang ada dua kepentingan yang berseberangan juga di sini, karena di satu sisi biologi evolusioner melihat organisme selalu berubah sehingga tidak ada bentuk sejati, sementara di sisi lain ada biologi konservasi yang ingin mempertahankan konfigurasi gen tertentu dari suatu spesies supaya tidak mengalami introgresi dari konfigurasi gen yang lain. Menurutku sih sebagai jalan tengahnya "mempertahankan gen sapi bali" tetap menyampaikan maknanya, jadi konfigurasi gen yang dianggap membentuk karakteristik sapi bali, dan pemerintah berupaya melindungi konfigurasi ini dari masuknya konfigurasi gen sapi-sapi lain. Alternatif lain adalah dengan menggunakan kata ketulenan tetapi pakai tanda kutip seperti di artikel yang ini (contoh: "ketulenan" sapi bali). Bagaimana? Danu Widjajanto (bicara) 8 Juni 2020 14.14 (UTC)[balas]
Danu Widjajanto & HaEr48: Kalau ada kata yang mau dipakai, lebih baik bukan “ketulenan” karena berdasarkan penelusuran google, “ketulenan genetik” lebih banyak dipakai oleh situs web berbahasa Melayu (dot my). Saran saya lebih baik pakai “kemurnian” atau “keaslian” yang sudah umum dipakai.
Ternyata ada tiga kalimat yang menyinggung unsur ini, saya kira cuma dua.
  • Hal ini mengindikasikan banteng kalimantan liar tidak pernah bersilangan dengan kedua jenis sapi tersebut dan bisa jadi merupakan keturunan "tulen". → konteks ini bisa dijelaskan tanpa menulis kata murni/tulen/asli, misalnya: Hal ini mengindikasikan banteng kalimantan liar tidak pernah bersilangan dengan kedua jenis sapi tersebut sejak nenek moyang mereka mengalami divergensi genetik.
  • Kemungkinan ancaman lain terhadap "ketulenan" genetik banteng adalah introgesi ... → kalau yang ini oke, pakai “kemurnian” atau “keaslian” saja.
  • ... melarang dikeluarkannya bibit sapi bali betina dari provinsi ini untuk mempertahankan "ketulenan" gen sapi bali. → Sapi bali yang dilarang keluar hanya sapi bibit betina, yang jantan boleh keluar (sebagai donor semen di balai inseminasi buatan di provinsi lain), juga sapi betina yang tidak produktif (sebagai hewan potong). Bagaimana kalau ditambah sedikit: ... melarang dikeluarkannya bibit sapi bali betina dari provinsi ini untuk mempertahankan "keaslian” gen sapi bali yang dilahirkannya. — RianHS (bicara) 9 Juni 2020 02.14 (UTC)[balas]
  • Sudah diubah sesuai semua saran di atas. Btw, sumber untuk kalimat banteng kalimantan sebenarnya juga membicarakan kemurnian: "It is demonstrated that wild Bornean banteng from all sampling sites ... are still of a pure strain". HaEr48 (bicara) 9 Juni 2020 02.27 (UTC)[balas]
  • Kata "pantat" apa tidak terlalu vulgar? Saya usulkan untuk ganti jadi "bokong"
    Sudah. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.16 (UTC)[balas]
  • "Banteng feral"
    • Usul untuk diubah menjadi "banteng liar" atau "banteng meliar"
    • Istilah ini dipakai untuk banteng ternak yang meliar kan ya? Kalau begitu mungkin perlu ditulis "banteng ternak yang meliar" supaya bisa dibedakan dari banteng yang memang dari asalnya tidak didomestikasi
      Feral ada di KBBI, dan lebih persis artinya. "hewan ternak yang meliar" masih belum 100% cocok karena feral juga mencakup keturunannya yang secara genetis adalah hewan domestik/ternak tetapi hidup secara liar. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.16 (UTC)[balas]
  • "dalam bahasa-bahasa Barat" --> usul untuk diberikan contoh bahasanya (misalkan bahasa Inggris)
    Sudah. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.16 (UTC)[balas]
  • "Berbagai nama ilmiah digunakan untuk spesies banteng, termasuk Bos leucoprymnus, Bos banteng, Bos bantinger, dan Bos sondaicus, saat Dirk Albert Hooijer yang bekerja di museum tersebut menyebut bahwa nama yang digunakan d'Alton pada 1823-lah yang merupakan nama pertama yang sah." --> kalimatnya kepanjangan sehingga menjadi susah dimengerti, mungkin bisa dipecah
    Sudah. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.16 (UTC)[balas]
  • "Salah satu hewan pemangsa utamanya adalah ajak, kerabat anjing liar dari Asia" --> ada hewan pemangsa yang lain?
    Aku cari di referensi yang dikutip juga menyebutkan macan tutul jawa, ternyata sudah ditambahkan oleh Wie146. Terima kasih! HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.24 (UTC)[balas]
  • Hutan Deramakot mungkin perlu dipranalakan
    Sudah. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.23 (UTC)[balas]
  • "makanan utama banteng adalah rumput (...) Paspalum conjugatum (...) Sementara itu, penelitian di cagar alam Hutan Deramakot di Sabah, Malaysia menunjukkan adanya biji putri malu (Mimosa pudica) dan rumput kerbau (P. conjugatum)," --> gunakan rumput kerbau di kalimat sebelumnya.
    Sudah. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.23 (UTC)[balas]
  • "Banteng mengalami kehamilan sepanjang hingga 285 hari " --> "sepanjang hingga" terdengar ganjil, mungkin lebih pas "hingga 285 hari"?
    Diganti jadi "mengandung selama hingga 285 hari", bagaimana?. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.23 (UTC)[balas]
    YaY Danu Widjajanto (bicara) 8 Juni 2020 19.38 (UTC)[balas]
  • "Banteng menjadi inang beberapa endoparasit seperti cacing hati (yang menyebabkan fasiolosis), cacing usus (seperti Strongyloides papillosus), dan Paramphistomum (menyebabkan paramfistomiasis)" --> supaya konsisten setiap parasit yang disebutkan juga perlu menyebutkan nama penyakitnya.
    Sudah, HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.23 (UTC)[balas]
  • "banteng domestik" --> apa tidak diganti jadi "banteng ternak" saja?
    Sudah. Tadinya aku menyebut begitu tetapi aku ubah jadi "banteng domestik" setelah membaca RianHS menyebut begitu di halaman pembicaraan. Apakah keduanya sama-sama oke?
    Saya rasa sama saja, tapi mungkin “banteng ternak” lebih mudah dipahami pembaca dibandingkan “banteng domestik”. — RianHS (bicara) 9 Juni 2020 02.23 (UTC)[balas]
  • "Di antara ektoparasit yang tercatat pada banteng adalah caplak (sengkenit) Amblyomma testudinarium, Haemaphysalis cornigera, dan genus Rhipicephalus." --> usul untuk dituliskan caplak dari spesies xxx, dan dari genus xxx
    Sudah. HaEr48 (bicara) 9 Juni 2020 02.16 (UTC)[balas]
  • "Interaksi banteng dengan manusia telah ditemukan hingga ribuan tahun yang lalu" --> usul untuk ganti jadi "dapat ditilik kembali hingga ribuan tahun yang lalu"
    Sudah. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.26 (UTC)[balas]
  • "Di Indonesia, kepala banteng digunakan dalam lambang negara Indonesia, "Garuda Pancasila". Simbol ini tampil di bagian kanan atas garuda" --> ini maksudnya kanan atas dari perspektif garudanya ya?
    Sudah diganti. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.26 (UTC)[balas]
  • "Kepala banteng sempat diusulkan untuk menjadi bagian bendera Indonesia sebelum akhirnya Kongres Rakyat Indonesia pada 1939 memilih bendera dwiwarna merah-putih" dan "Banteng adalah spesies terancam kedua yang berhasil diklon" --> komentar ini tidak ada kaitannya dengan AP. Kedua fakta ini menarik, saya sarankan untuk ditambahkan di rubrik Tahukah Anda.
    Ide bagus, tentang kloning itu malah sempat tayang di Tahukah Anda en.wp dan dapat menarik 6.000 pembaca [2] HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.26 (UTC)[balas]
  • "Banteng ternak awalnya dibawa ke Australia pada 1849, ke sebuah permukiman dan posko militer Britania di Semenanjung Cobourg yang bernama Port Essington" --> ada keterangan tentang siapa yang membawanya?
    Kolonis Britania, sudah aku tambahkan. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.26 (UTC)[balas]

Secara keseluruhan artikelnya sudah diterjemahkan dengan sangat baik dan isinya juga sudah komprehensif dan menarik untuk dibaca. Danu Widjajanto (bicara) 7 Juni 2020 17.04 (UTC)[balas]

Tambahan

Komentar AMA

[sunting sumber]

Barangkali komentar saya tak panjang, —sebab kalau panjang, itu namanya kebetulan sekali bisa mendapat banyak waktu utk menulis. Namun, begini: saya mendapati ada berita (juga kajian) soal benteng di Kaltim yg memaparkan kondisi populasinya (walau agak minim). Boleh saya tambahkan?

  • Sebenarnya sudah ada sedikit tentang banteng di Kaltim di bagian #Habitat dan distribusi. Kalau ada yang masih bisa ditambahkan silakan. Tetapi kalau berita kadang agak berlebihan dan tidak sesuai porsinya, jadi hati-hati saja. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.30 (UTC)[balas]
  • Kemudian, istilah "vermin" sdh tepat dipadankan dgn kata nonasli? Bagaimana kalau "pendatang" saja?
    Aku pakai vermin, karena begitu rekomendasi pusat bahasa [4]. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.30 (UTC)[balas]
    Maaf mas, saya kira yang dimaksudkan disini kata nonasli yang diganti dengan kata pendatang. Bukan kata vermin. Oh iya, saya juga menambahkan beberapa kata penghubung serta menghapus spasi yang berlebihan. Maaf bila ada kelancangan. Agus Damanik (bicara) 9 Juni 2020 05.13 (UTC)[balas]
  • Ada lagi saya masih kurang paham "Banteng mengalami kehamilan sepanjang hingga 285 hari", baiknya dipilihlah: kata "sepanjang" atau "hingga" yg mau ditambahkan?
    Aku ubah jadi "mengandung selama 285 hari". Maksudnya 285 ini batas maksimum, bukan selalu mengandung selama itu. HaEr48 (bicara) 8 Juni 2020 14.30 (UTC)[balas]

Terima kasih. --AMA Ptk (bicara) 7 Juni 2020 23.10 (UTC)[balas]

Pertanyaan Agus Damanik

[sunting sumber]
  • Apakah jarak spasi antara kata naturalis dan seorang harus dua spasi?
    Maaf itu salah, sudah aku perbaiki. HaEr48 (bicara) 12 Juni 2020 14.34 (UTC)[balas]
  • Apakah tidak lebih baik menggunakan kata filogenetik yang ada di KBBI, karena filogenetis tidak ada
    Sudah. Terima kasih kejeliannya. 12 Juni 2020 14.34 (UTC)
  • Sesudah diakibatkan sebagai kata kerja, apakah tidak lebih baik menambahkan kata oleh karena Herpes virus sebagai pelaku?
    Sudah. HaEr48 (bicara) 12 Juni 2020 14.34 (UTC)[balas]
  • Pada kalimat ini "Saat musim kawin banteng banyak mengeluarkan suara seperti mengaum dan melenguh". Saya rasa terlalu panjang dan lebih baik ditambahkan koma sesudah kata kawin.
    Sudah. HaEr48 (bicara) 12 Juni 2020 14.34 (UTC)[balas]
  • Diatas kata naturalis ditambahkan seorang, apakah tidak boleh menambahkan seorang kembali pada kata naturalis dibawah?
    Aku rasa ini tidak apa-apa, karena tambahan "seorang" ini opsional di bahasa Indonesia dan tergantung yang mana yang lebih enak dibaca saja. HaEr48 (bicara) 12 Juni 2020 14.34 (UTC)[balas]

Terima kasih segitu saja pertanyaan saya. Agus Damanik (bicara) 9 Juni 2020 09.28 (UTC)[balas]

@HaEr48 yang ini belum nih. Danu Widjajanto (bicara) 12 Juni 2020 07.31 (UTC)[balas]
@Agus Damanik: Terima kasih tinjauannya. Bermanfaat sekali, dan sarannya sudah aku kerjakan. Silakan kalau ada tambahan lain. HaEr48 (bicara) 12 Juni 2020 14.34 (UTC)[balas]

Komentar Wie146

[sunting sumber]
  • @HaEr48 dan @Danu Widjajanto. Di bagian leads (pengantar) tertulis "Banteng feral ditemukan di Australia Utara ...dan di Kalimantan Timur". Dalam teks ada penjelasan mengenai feralnya banteng di Australia, tetapi saya tidak menemukan keterangan yang di Kalimantan Timur. Keterangan ini perlu, meskipun pendek dan hanya menunjuk tempat (di mana di Kaltimnya), karena disebutkan adanya beberapa populasi banteng di Kaltim: di TN Kayan Mentarang (dulu masuk Kaltim), dan di TN Kutai; (dan seingat saya dulu juga ada di sekitar Sangkulirang). Lebih jauh, keterangan ini menarik karena Kalimantan punya subspesies sendiri: B.j. lowi. Pertanyaannya kemudian, yang feral itu banteng yang mana? Banteng dari Jawa (javanicus) -yang sudah lama dijinakkan- yang diimpor dan lalu diternakkan di situ, atau banteng asli (yang berarti domestikasi banteng bukan hanya terjadi di Jawa)? Kalau banteng jawa, lalu terjadikah hibridisasi dengan banteng kalimantan?
Baiklah. Dua pertanyaan terakhir di atas bukan dimaksudkan untuk dijawab oleh (kelengkapan) artikel, meskipun jika ada infonya, tentu akan sangat membantu gambaran info yang sudah kita punya soal banteng. Titik fokus saya adalah yang sebelumnya, di manakah adanya banteng feral di Kaltim.
Untuk banteng sekitar Kayan Mentarang, ada tambahan pustaka yang bisa dibaca. Laporan Simon Hedges (WWF) dan Erik Meijaard (CIFOR) yang dimuat di ResearchGate, "Reconnaissance Survey for Banteng (Bos javanicus) and Banteng Survey Methods Training Project, Kayan-Mentarang National Park, East Kalimantan, Indonesia". Mungkin punya beberapa info yang bisa ditambahkan untuk melengkapi artikel. Terima kasih dan salam, Wie146 (bicara) 9 Juni 2020 10.08 (UTC)[balas]
@Wie146: Terima kasih atas pertanyaannya dan saran-sarannya yang menarik. Asal kalimat di lead itu ada dari bagian #Habitat dan distribusi. Aku baca-baca lagi (termasuk laporan Hedges & Meijaard) sepertinya ini juga masih dugaan (atau laporan yang lama sekali), aku ubah sedikit biar kalimatnya mencerminkan ketidakpastian ini. Sayangnya setelah baca-baca sumber yang ada (termasuk laporan IUCN, laporan Hedges & Meijaard, serta buku National Research Council), tidak ada yang menyebutkan persisnya dimana ataupun spesiesnya apa (aku asumsi sih banteng jawa, karena cuma itu yang dijadikan ternak), dan menyatakan belum ada penelitian untuk memastikan apakah terjadi percampuran. Aku tambahkan sedikit dengan informasi yang ada, tapi sayangnya cuma yang ini yang bisa. HaEr48 (bicara) 9 Juni 2020 14.49 (UTC)[balas]
Ok. Trims, bung @HaEr48. Bagi saya, itu info yang menarik dan juga cukup penting. Sekitar 2-3 tahun yl. kami pernah mendapatkan info keberadaan sekelompok banteng di sekitar suatu perkebunan sawit, tidak terlalu jauh dari Sangkulirang. Waktu itu belum terpikirkan adanya banteng feral itu, jadi kami buat usulan rencana konservasi (lokal) seperti yang biasa. Tentu akan lain ceritanya jika ada kecurigaan bahwa populasi itu adalah banteng (jawa) yang feral, yang seharusnya perlu [diusulkan tindakan konservasi agar] dicegah supaya tidak sampai mencemari populasi banteng (kalimantan) yang asli. Demikian. Sekali lagi terima kasih, dan penghargaan tinggi atas upaya Anda melengkapi artikel ini sehingga menjadi AP. Maju terus, Wikipedia Indonesia! Wie146 (bicara) 9 Juni 2020 22.52 (UTC)[balas]
@Wie146: Wah menarik sekali, terima kasih infonya dan sudah bersedia membaca dan memberi saran HaEr48 (bicara) 10 Juni 2020 12.17 (UTC)[balas]

Diskusi di atas adalah arsip. Terima kasih atas partisipasi Anda. Mohon untuk tidak menyunting lagi halaman ini. Komentar selanjutnya dapat diberikan di halaman pembicaraan artikel.