Stabilitas sistem keuangan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Stabilitas sistem keuangan merupakan keadaan di mana sistem keuangan nasional berjalan secara efektif dan efisien dan mampu bertahan dalam keadaan rentan baik secara internal maupun eksternal. Hal ini berdampak terhadap alokasi sumber pendanaan yang mampu berkontribusi penuh kepada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. Selain mampu mengalokasikan sebagai sumber pendanaan, kondisi stabilitas juga mampu menjaga dan mencegah gangguan dari kegiatan sektor riil dan sistem keuangan yang berdampak menyebabkan kejutan terhadap sistem keuangan apabila tidak stabil. Stabilitas sistem keuangan mampu bertahan terhadap gangguan ekonomi, mampu melaksanakan fungsi internasional, sanggu melakukan pembayaran, dan penyebaran risiko secara baik. Mekanisme dalam menetapkan harga, mengelola risiko, dan alokasi dana berjalan secara baik dan turut serta mendukung dalam pertumbuhan ekonomi.[1] Stabilitas keuangan mampu menunjukkan keadaan ketiadaan instabilitas. Instabilitas merupakan keadaan pasar yang menyebabkan keadaan ekonomi terancam sehingga menyebabkan kondisi ekonomi lumpuh. Hal ini juga mengakibatkan gangguan operasional lembaga keuangan. Stabilitas sistem keuangan mampu memberikan fasilitas berjalanannya sumber daya ekonomi secara keseluruhan dari waktu ke waktu. Keadaan ekonomi yang stabil mampu menilai dan mengidentifikasi pengelolaan risiko keuangan.[2]

Permasalahan[sunting | sunting sumber]

Stabilitas sistem keuangan merupakan syarat pertama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan yang tinggi. Pelaku ekonomi bergantung pada kepastian stabilitas sistem keuangan. Tidak stabilnya sistem perekonomian mengakibatkan biaya yang tinggi. Selain itu, menyulitkan masyarakat.[3]

Keadaan Gejolak Mengakibatkan Stabilitas Ekonomi Rentan[sunting | sunting sumber]

Di sisi keuangan negara, kesinambungan fiskal tetap dipertaruhkan. Rasio utang publik terhadap PDB tetap relatif tinggi, diperkirakan sekitar 53,9 % dari PDB pada akhir tahun 2004. Jumlah obligasi pemerintah yang jatuh tempo akan mencapai puncaknya dalam beberapa tahun ke depan. Di sisi lain, pendapatan, terutama tingkat pajak, masih jauh dari optimal jika dibandingkan dengan pendapatan yang tersedia. Dari sisi belanja, efektivitas dan efisiensi belanja belum optimal. Oleh karena itu, tantangan untuk lima tahun ke depan adalah menerapkan kontrol yang lebih baik terhadap kredit luar negeri dan dalam negeri, meningkatkan penerimaan pemerintah, dan memperketat belanja pemerintah untuk menjaga ketahanan fiskal.[4]

Laju Inflasi Meningkat[sunting | sunting sumber]

Perkembangan ekonomi hingga tahun 2004 ditandai dengan nilai tukar Rs 8.928 / dolar AS (rata-rata harian) dan tingkat inflasi 6,4%. Di sisi lain, suku bunga SBI tiga bulan pada akhir tahun 2004 meningkat dari 8,3% pada tahun sebelumnya menjadi 7,3%. Karena suku bunga yang lebih rendah, suku bunga pinjaman investasi turun dari 15,7% pada akhir tahun 2003 menjadi 14,2% pada bulan November 2004. Namun, dibandingkan dengan negara-negara tetangga (2003-2004), inflasi dan suku bunga masing-masing 0,5 hingga 1,8% dan 1,0 hingga 2,8%, membuat persyaratan ini semakin tidak kompetitif. Oleh karena itu, untuk menekan inflasi dan menjaga kestabilan nilai rupiah.[5]

Lembaga Keuangan yang Belum Siap[sunting | sunting sumber]

Dengan melemahnya regulasi dan pengawasan bank dan produk keuangan yang semakin beragam dan kompleks, arus transaksi keuangan dengan Indonesia semakin meningkat untuk mengantisipasi globalisasi perdagangan jasa dan inovasi teknologi informasi. Selain itu, aset lembaga jasa keuangan cenderung terkonsentrasi di sektor perbankan (lebih dari 80% pada tahun 2003). Artinya, ada risiko tinggi krisis lembaga keuangan, khususnya krisis perbankan, di masa depan.[6]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Age (2021-09-24). "Governance dan Stabilitas Sistem Keuangan". Indonesia Banking School. Diakses tanggal 2021-11-30. 
  2. ^ Suhartono, Suhartono (2009). "PERAN BANK SENTRAL DALAM STABILITAS SISTEM KEUANGAN (SSK) DAN IMPLEMENTASI JARING PENGAMAN SEKTOR KEUANGAN (JPSK)". Jurnal Keuangan dan Perbankan (dalam bahasa Inggris). 13 (3): 522. doi:10.26905/jkdp.v13i3.1098. ISSN 2443-2687. 
  3. ^ BeritaSatu.com (2020-05-09). "Ancaman Stabilitas Sistem Keuangan". beritasatu.com. Diakses tanggal 2021-11-30. 
  4. ^ Hariyanto, Eri (2021-01-01). "Mewaspadai Kerentanan Perekonomian Indonesia Terhadap Krisis Ekonomi" (PDF). Kemenkeu. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-11-30. Diakses tanggal 2021-11-30. 
  5. ^ Bank Indonesia (2021-01-01). "Inflasi". www.bi.go.id. Diakses tanggal 2021-11-30. 
  6. ^ IMF (2018-05-28). "LAPORAN STABILITAS KEUANGAN GLOBAL". IMF. Diakses tanggal 2021-11-30.