Sosiologi psikoanalisis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Sosiologi psikoanalisis adalah bidang penelitian yang menganalisis masyarakat menggunakan metode yang diterapkan psikoanalisis dalam menganalisis suatu individu.[1]

Sosiologi psikoanalisis memanfaatkan hasil karya dari berbagai tradisi sosiologis dan sudut pandang politik. Penekanannya yang umum terhadap proses dan perilaku jiwa tak sadar menjadikan sosiologi psikoanalisis sebuah subbidang yang kontroversial dalam disiplin sosiologi yang luas'[2] (sebagaimana psikoanalisis dalam psikologi akademik); dan sejumlah[siapa?] sosiolog menganggap bidang ini tidak cukup empiris dan sangat bersifat pseudoilmiah.[butuh rujukan]

Sosiatri juga menerapkan psikiatri ke masyarakat itu sendiri.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Freud (1907-1939)[sunting | sunting sumber]

Keinginan untuk membangun hubungan antara psikoanalisis dan sosiologi muncul sangat awal dalam karya Sigmund Freud. Artikel-artikelnya yaitu "Obsessive Actions and Religious Practices" (1907b dan "Civilized Sexual Morality and Modern Nervous Illness" (1908d) adalah bukti dari pernyataan ini'.[3] Meskipun artikel yang kedua adalah pembahasan panjang Freud yang paling awal mengenai pertentangan antara peradaban dan kehidupan naluriah, keyakinannya pada subjek tersebut telah tergali lebih dalam. Namun aspek sosiologis dari antagonism tersebut membentuk subjek utamanya[4] pada tahun 1908.

Model pendekatan yang sama juga digunakan oleh Freud dalam bukunya, Group Psychology and the Analysis of the Ego (1921), di mana ia berpendapat bahwa “psikologi kerumunan, dan oleh karena itu psikologi sosial, adalah parasit bagi psikologi individu.[5] Namun bukunya yang berjudul Civilization and Its Discontents pada tahun 1930 menjadi studi sosiologisnya yang paling penuh, di mana dia menganalisis tentang kehidupan sosial dan politik dalam teori sifat manusia menurut dia sendiri.[6]

Memang, dalam karya-karyanya yang bermula dari Totem and Taboo (1912 -1913a) hingga Moses and Monotheism (1939a), Freud menganalisis peristiwa yang mengawali landasan dan modifikasi hubungan sosial, munculnya peradaban, dan munculnya ketidakpuasan yang terjadi saat in.[7] Sementara itu, James Strachey menggambarkan bukunya yang berjudul The Future of an Illusion (1927) sebagai “yang pertama dari sejumlah karya sosiologis yang mana Freud mengabdikan sebagian besar sisa hidupnya”.[8]

Freudian[sunting | sunting sumber]

Kebanyakan para analis awal adalah penganut Marxisme. Reich, Paul Federn dan Otto Fenichel adalah yang paling terkenal di antara mereka, dan sangat siap, kata Erich Fromm, untuk setidaknya “mencoba untuk menjelaskan struktur psikis sebagaimana ditentukan oleh struktur sosial”.[9] Esai-esai Theodor Adorno dalam bidang psikoanalisis, menyusun ulang karya Freud dan menerapkannya pada fenomena-fenomena sosial,[10] dan khususnya dalam bukunya Freudian Theory and the Pattern of Fascist Propaganda (1951), ia menguraikan teori psikologi sosial.[11]

Pada tahun 1946, Fenichel beranggapan bahwa “sosiologi pendidikan komparatif” adalah bidang ilmiah baru tentang kepentingan praktis terbesar, serta menyimpulkan secara umum bahwa pengalaman yang merupakan kondisi budaya, adalah yang mengubah potensi menjadi kenyataan, yang membentuk struktur mental manusia yang nyata dengan memaksa tuntutan instingnya ke arah tertentu.[12]

Dari sudut yang berbeda, Jacques Lacan yang mula-mula berpendapat bahwa setiap "psikologi konkrit" harus ditambah dengan referensi ke etnologi, sejarah dan hukum, kemudian mengambil referensi melalui antropologi struktural Lévi–Strauss untuk apa yang akan disebut dengan “symbolic”.[13] Penganut Post-Lacanians akan terus mengeksplorasi bidang-bidang sosiologis seperti itu sebagai superego sebagai momen pengikat budaya umum atau, cara ikatan sosial bekerja, aturan yang mengikat kita, adalah sebuah ikatan ketidakmungkinan dari ketaatan atau ketidaktaatan.[14]

1960an dan sayap kiri[sunting | sunting sumber]

Tahun 1960-an terlihat bahwa sosiopsikoanalisis radikal memberikan pengaruh populer yang luas di bawah bimbingan sejumlah pemikir yang berbeda. David Cooper berusaha untuk mengeksplorasi penemuan Freud, fungsi sosial keluarga sebagai alat pemeliharaan yang ideologis.[15] R.D. Laing telah mengadaptasi psikoanalisis eksistensial Sartre saat dia menganalisis konsep pengasingan.[16] Dengan melihat analisis tentang pengasingan dalam pengertian sosiologis dan klinis, Laing menyimpulkan dengan kuat bahwa pengasingan sebagai takdir kita sekarang ini hanya akan terjadi karena kekerasan keterlaluan yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia.[17]

Norman O. Brown bahkan memeriksa “politik yang berasal dari kenakalan sebagai kejahatan, begitu juga hati nurani adalah bersifat kolektif”.[18] Herbert Marcuse mengeksplorasi bagaimana desublimation represif pada akhir modernitas memang bekerja pada abidang seksual sebagai produk sampingan dari kontrol sosial pada realitas teknologi, yang memperpanjang kebebasan, saat secara bersamaan mengintensifkan dominasi.[19]

Kontribusi kaum feminis[sunting | sunting sumber]

Karya Nancy Chodorow sangat penting artinya dalam pemahaman feminis, khususnya buku The Reproduction of Mothering and the Power of Feelings. Meskipun Chodorow menggunakan pendekatan psikoanalisis, ia tidak sependapat dengan determinisme insting pada karya-karya Freudian klasik dalam mendukung pendekatan psikologis sosial yang lebih bernuansa, yang menggabungkan perkembangan terbaru dalam teori hubungan objek-objek.[20]

Jessica Benjamin juga telah berpengaruh dalam menghubungkan teori sosial dengan psikoanalisis, seperti dalam buku The Shadow of the Other. Namun, Juliet Mitchell mengkritisi cara “perintah Benjamin dibuat dalam sebuah kerangka psikososial, bukan psikoanalisis”.[21]

Kritik[sunting | sunting sumber]

Freud sejak awal telah memperingatkan setiap orang yang melakukan usaha untuk membawa psikoanalisis ke komunitas budaya semacam ini. Adalah berbahaya, tidak hanya bagi manusia tetapi juga bagi konsep, untuk menarik paksa mereka dari lingkungan di mana mereka berasal dan berevolusi.[22]

Orang lain telah sejak mengamati bahwa upaya untuk menghubungkan sosiologi dan psikoanalisis telah menghasilkan hasil yang beragam; beberapa yang dimabukkan oleh keberhasilan analisis, telah tanpa pandang bulu menerapkan konsep psikoanalisis pada realitas sosial dan hanya mampu mengubah psikoanalisis menjadi tidak bernilai (membuatnya menjadi alat manajemen) dan menodai proses-proses sosial.[3]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Wilhelm Reich (1933) The Mass Psychology of Fascism [1]
  2. ^ K. V. Hansen/A. I. Garey, Families in the U. S. (1998) p. 297
  3. ^ a b Eugène Enriquez. "Sociology and Psychoanalyisis/Sociopsychoanalysis"
  4. ^ Angela Richards, "Editor's Note", Sigmund Freud, Civilization, Society and Religion (PFL 12) hal. 30
  5. ^ Peter Gay, Freud: A Life for Our Time (London 1989) hal. 405
  6. ^ ibid. hal. 547
  7. ^ Enriquez. Sociology, psychoanalysis/sociopsychoanalysis.
  8. ^ "Chronological Table", Freud, Civilization hal. 26
  9. ^ Adam Phillips, On Flirtation (London 1994) p. 134 and hal. 132
  10. ^ Hammer, Espen (2006) Adorno and the political, hal.60
  11. ^ ibid. hal. 82
  12. ^ Otto Fenichel, The Psychoanalytic Theory of Neurosis (London 1946) hal. 586-8
  13. ^ David Macey, "Introduction", Jacques Lacan, The Four Fundamental Concepts of Pscho-Analysis (London 1994) hal. xx, xxiv
  14. ^ Tony Thwaites, Reading Freud: Psychoanalysis as Cultural Theory (London 2007) hal. 108, 125
  15. ^ David Cooper, The Death of the Family (Penguin 1974) halaman 5-6
  16. ^ Maurice Cranston, "Neocommunism and the Students' Revolts", dalam Studies in Comparative Communism Vol I (1968) halaman 49
  17. ^ R. D. Laing, The Politics of Experience (Penguin 1984) halaman 12
  18. ^ Dikutip dalam John O'Neill, Sociology as a Skin Trade (London 1972) halaman 47
  19. ^ Dikutip dalam O'Neill, halaman 51
  20. ^ K. V. Hansen/A. I. Garey, Families in the U. S. (1998). halaman 297
  21. ^ Dikutip dalam Stephen Froth, For and Against Psychoanalysis (East Sussex, 2006) halaman 215
  22. ^ Freud, Sigmund. Civilization halaman. 338

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

  • Anthony Elliott, Contemporary Social Theory (2009)
  • Talcott Parsons, "The Superego and the Theory of Social Systems", in Social Structure and Personality (1964)