Seni Bunga Tionghoa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Lukisan rangkaian bunga dalam keranjang, Dinasti Song Selatan.

Seni Bunga Tionghoa disebut juga dengan istilah cha-hua (插花) atau hua-dao (花道) adalah sebuah kesenian menyusun bunga-bunga dalam budaya Tionghoa.[1]

Dalam budaya Tionghoa, beragam jenis tanaman dijadikan perlambang sifat-sifat manusia.[2] Menikmati keindahan bunga dan menyusunnya merupakan kegiatan mengasyikkan bagi kaum literati di zaman kuno.[3] Menurut pandangan Konfusianisme, bahkan bunga memiliki kelas dan tidak semuanya cocok untuk dirangkai. Contohnya lotus dianggap sebagai simbol kebajikan dan kemuliaan, bambu sebagai simbol kejujuran, krisan simbol keteguhan hati (mengingat ia tumbuh mekar di tengah cuaca beku) atau bunga prem sebagai simbol keberanian.[2] Botan kuning dianggap sebagai raja dari segala bunga, sementara botan merah muda adalah ratu, keduanya melambangkan kekayaan sekaligus ketenaran.[3]

Sejarah seni bunga[sunting | sunting sumber]

Sejarah pemanfaatan bunga di Tiongkok telah dimulai sejak zaman kuno, kemungkinan semenjak berkembangnya kehidupan bercocok tanam dan munculnya upacara-upacara yang bersifat religius.[1] Berbagai perlengkapan untuk budidaya bunga telah ditemukan sejak lama antara lain keranjang bunga serta jambangan dari tanah liat. Orang Tionghoa pada masa itu menemukan cara memotong bunga dan menaruhnya di dalam jambangan yang berisi dengan air.

Dari sejak awal, telah dapat dikaitkan antara flora dengan sejarah bangsa Tionghoa. Dinasti pertama Tiongkok memiliki nama lain yakni Hua Hsia. Hua bermakna "berkembang" sementara Hsia bermakna "musim bunga". Bangsa Hua Hsia menamakan diri Chung Hua atau bangsa berkembang yang berada di tengah-tengah (bangsa lain).

Zaman Dinasti Han telah mengenal cara menanam bunga di dalam pot. Selain itu pada masa ini ditemukan metode “rumah hangat” yakni cara mempertahankan tanaman bunga di dalam ruangan yang dihangatkan pada musim dingin.

Periode Dinasti Sui tercatat bahwa Kaisar Yang menikmati rangkaian bunga kertas dan sutera di istananya pada saat musim dingin.

Walau sejarah memanfaatkan tanaman dan bunga telah lama berkembang, seni menyusun bunga diperkirakan lahir pada zaman Dinasti Tang.[4]

Taman adalah sumber inspirasi membuat rangkaian bunga.[4] Tidak semua orang mampu membuat taman pribadi di rumah masing-masing sehingga muncul keinginan membuat taman versi kecil, kemudian taman kecil ini diubah lagi menjadi taman dalam ruangan yakni taman versi miniatur yang dikenal dengan nama penjing atau pentsai.[4] Penjing merupakan seni tanaman di atas meja yang lahir pada zaman Tang abad ke-7.[4] Tidak hanya di dalam rumah, kesenian menyusun bunga berkembang di lingkungan biarawan Buddhis. Kesenian ini lalu diperkenalkan ke Korea dan Jepang oleh paderi-paderi Buddhis dari Tang.

Pada abad ke-10 zaman Sung, seni merangkai bunga mencapai masa keemasan dan penyempurnaan. Sifat rangkaian bunga Sung lebih ke romantisme alam dan impresionis.[4]

Sejak zaman Ming, seni bunga telah menjadi populer tidak hanya di kalangan biarawan namun juga dilakukan oleh kaum bangsawan dan sastrawan. Kaum bangsawan telah mengubah bentuk seni bunga dari kesenian Buddhis menjadi kesenian rakyat, terutama keluarga-keluarga besar. Sastrawan Ming memadukan seni ini dengan dasar-dasar Buddhisme, Taoisme dan Konfusianisme. Pada zaman Ming dan berlanjut ke Qing, elemen-elemen sebagai dekorasi lebih banyak ditambahkan.

Sumber-sumber[sunting | sunting sumber]

Sumber-sumber utama seni merangkai bunga Tionghoa adalah buku-buku lukisan Tionghoa yang berisi lukisan-lukisan rangkaian bunga beserta penjelasannya. Kota yang terkenal sejak lama sebagai pengembang seni bunga adalah Suzhou. Kota ini menghasilkan banyak penulis-penulis buku seni bunga dan taman Tionghoa.

Tujuan[sunting | sunting sumber]

Selain sebagai bagian dari ritual agama, merangkai bunga juga merupakan bentuk seni yang murni untuk dekorasi bagian dalam rumah, kesenangan, dan keindahan.[1]

Merangkai bunga dimaksudkan oleh para pencinta keindahan alam untuk menggantikan alam yang dipindahkan ke dalam rumah. Rangkaian bunga dipakai mewakili bentuk-bentuk alam. Selain itu, menurut kepercayaan Tionghoa, jambangan merupakan lambang perdamaian, sehingga merangkai bunga di dalam jambangan dinamakan juga dengan merangkai perdamaian atau mengundang kedamaian.[1]

Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]

Simbolisme merupakan hal terpenting dalam seni bunga Tionghoa. Simbolisme ini bermakna pemilihan dan apresiasi terhadap nilai-nilai atau kualitas karakter bunga. Bunga diberi peringkat. Bunga juga dibedakan sesuai wadah, aksesori dan dekorasinya.

Seni Bunga Tionghoa yang mengimitasi bentuk alam tidak memiliki gaya dan bentuk tertentu, dikarenakan bentuk alam itu tak memiliki bentuk tetap, selain juga setiap orang memiliki pandangan yang bebas terhadap keindahan alam.[1]

Seni Bunga Tionghoa juga mementingkan keseimbangan, yaitu mencari jalan tengah antara unsur-unsur positif dan negatif. Keseimbangan ini bersifat asimetris.

Pada umumnya rangkaian bunga Tionghoa hanya menggunakan satu macam warna. Rangkaian bunga yang tidak bagus antara lain yakni bunga dengan bermacam warna dan terlalu mewah. Semakin banyak bunga yang dirangkai semakin tertutup keindahannya, semakin sedikit bunga yang dirangkai semakin dapat terlihat keindahannya.

Kategori[sunting | sunting sumber]

Aliran religius[sunting | sunting sumber]

Seni bunga aliran religius menganggap bunga dan dedaunan mempunyai kekuatan magis. Beberapa jenis tanaman yang masuk kategori ini antara lain yang liu (dedalu), bunga persik, bunga teratai, bambu, bunga delima dan sebagainya. Tujuan utama aliran religius adalah mempersembahkan rangkaian bunga kepada Buddha atau dewa-dewi. Rangkaian ini dinamakan juga rangkaian biarawan.

Aliran seni[sunting | sunting sumber]

Aliran seni dapat dibagi menjadi Aliran Thang Hua, Wen Ren Hua dan Yuan.[1]

Thang Hua[sunting | sunting sumber]

Aliran Thang Hua mempergunakan bahan-bahan yang melambangkan cita-cita kehidupan keluarga besar dan berasal dari lingkungan keluarga bangsawan. Thang Hua bermakna bunga dalam ruangan.[1]

Rangkaian Thang Hua banyak dipakai untuk hari-hari penting dan simbolis antara lain upacara dan pesta pernikahan, upacara kenaikan pangkat, upacara kelahiran anak, tahun baru, dan sebagainya. Susunan Thang Hua tidak mempunyai bentuk tetap, bebas serta mempergunakan bunga-bunga yang bermakna khusus.

Wen Ren Hua[sunting | sunting sumber]

Aliran Wen Ren Hua atau aliran sastrawan populer pada zaman Ming. Aliran ini mempergunakan bahan-bahan yang tidak mengandung arti simbolis. Rangkaian sastrawan dipakai pada hari-hari biasa dan tidak lagi bernapaskan religius. Aliran ini memakai bahan-bahan secara bebas dan kemudian mengkaitkannya dengan sajak-sajak, seni lukis sebagai pegangan untuk menemukan bentuk rangkaian yang bersifat alami dan puitis. Sebuah sajak sederhana di atas lukisan digantung di depan rangkaian bunga atau tanaman. Kombinasi ini diciptakan dengan mencari persamaan antara objek tanaman dengan lukisan.

Yuan[sunting | sunting sumber]

Aliran Yuan diciptakan oleh Yuang Hung-tao, dikenal juga dengan nama Yuan Chung-lang (1568-1610) dari Dinasti Ming. Aliran ini diperkenalkan ke Jepang oleh Chen Yuan-pin (1587-1671) bersama dengan penulisan sajak dan keramik Ming. Di Jepang, Yuan-pin dikenal dengan nama Genpin.

Aliran Yuan dikenal dengan rangkaian bunga-bunga besar. Ia mementingkan kealamian dan ketidakteraturan. Rangkaian bunga paling banyak dua jenis yang dibuat seakan-akan tumbuh dari satu tangkai.

Aliran-aliran lain[sunting | sunting sumber]

  • Shen Fu
  • Kung An
  • Shen Hua

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g Huang, Lin (1960). Seni Bunga Tionghoa. Jakarta: Keng Po. 
  2. ^ a b The Art of Traditional Chinese Flower Arranging, China Today. Akses: 25-01-2022.
  3. ^ a b The Art of Flowers, The World of Chinese. Akses: 25-01-2022.
  4. ^ a b c d e Li, H.L (1956). Chinese Flower Arrangement. Princeton, New Jersey: Van Nostrand Company, Inc.