Seks anal dalam Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Seks anal dalam Islam mengacu pada pandangan Islam mengenai seks anal yang dilakukan oleh orang-orang dengan jenis kelamin yang sama atau berlawanan.

Teks[sunting | sunting sumber]

Al-Qur'an[sunting | sunting sumber]

Di sejumlah ayat di Qur'an, hubungan anal disebut liwat yang berarti "dosa kaum Lut".[1] Lut diutus sebagai nabi ke kota Sodom dan Gomora.[2] Riwayat hidupnya digunakan untuk menggambarkan bahwa Islam melarang pemerkosaan dan homoseksualitas.[3] Ia diperintahkan Allah untuk mengumandangkan tauhid dan mengajak mereka agar menghentikan tindakan-tindakan yang penuh nafsu dan kejam.[2]

Dan (ingatlah) ketika Lut berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu”. Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. Lut berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu”. Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini, sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang lalim”.

— Quran, Surah 29 (Al-Ankabut), 28-31

Al-Qur'an jelas-jelas mengharamkan luti (dijelaskan sebagai homoseks pria alih-alih pelaku sodomi). Dalam Al-Qur'an, Lut berkata kepada kaumnya:

Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”. Mereka menjawab: “Hai Lut, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir”. Lut berkata: “Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatanmu”.

— Quran, Surah 26 (Asy-Syu'ara), 165-168

Dan (ingatlah kisah) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu melihat (nya)?” Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)”.

— Quran, Surah 27 (An-Naml), 54-55

Allah langsung berfirman tentang kaum Lut dan sifat perbuatan dosa mereka:

(Allah berfirman): “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)”. Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.

— Quran, Surah 15 (Al-Hijr), 72-75

Meski Al-Qur'an tidak mencantumkan secara terperinci hukuman untuk luti, konteksnya jelas-jelas menganggap homoseksualitas sebagai korupsi moral dan menjelaskan hukuman yang ditimpakan untuk kaum Lut atas tindakan semacam itu setelah berkembang luas dan diterima oleh masyarakat.

Dan (Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: Usirlah mereka (Lut dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri.” Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.

— Quran, Surah 7 (Al-A'raf), 80-84

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Kebiasan seks anal ditemukan di antara beberapa suku Arab di masa jahiliah. Dikisahkan, pada suatu hari nabi Muhammad mendengar kabar pasangan pengantin baru yang memiliki masalah keintiman. Mereka berasal dari dua suku yang berbeda kebiasaan seksnya. Sang istri menolak disetubuhi lewat anus dan mengancam menjauhi suami jika dia memaksa. Setelahnya, Allah menurunkan ayat melalui perantaraan Muhammad mengenai hal tersebut.[4]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ A Concise Encyclopedia of Islam - Page 132, Gordon Newby - 2004
  2. ^ a b Hasan, Masudul. History of Islam.
  3. ^ Islam and Homosexuality - Page 206, Samar Habib - 2009
  4. ^ Ali (2019), hlm. 94.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]