Seismotektonik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Seismotektonik adalah cabang ilmu geofisika yang berdasarkan seismologi dan mempelajari tentang gempa bumi dan tektonika lempeng beserta keberadaan sesar pada suatu daerah. Dengan ini, dapat diketahui patahan atau sesar yang mempengaruhi aktivitas seismik pada suatu daerah dengan menganalisis tektonik regional dan rekaman data seismik. Informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui pola tektonik masa sekarang, sehingga dapat merekonstruksi kejadian tektonik masa lampau sehingga bisa menjelaskan fitur-fitur masa kini. Aktivitas seismik sendiri baru tercatat dengan baik mulai sekitar tahun 1960-an dan mulai digunakan para geosaintis untuk mengidentifikasi pergerakan lempeng.

Kajian[sunting | sunting sumber]

Seismogenetik[sunting | sunting sumber]

Seismogenetik merupakan kajian seismotektonik yang didasarkan kepada asal-usul kejadian gempa bumi. Dalam sesimotektonik, seismogenetik merupakan kajian mendasar. Seismogenetik dilakukan dalam rangka mewaspadai bencana gempa bumi di suatu kawasan.[1]

Sistem[sunting | sunting sumber]

Seismotektonik patahan aktif[sunting | sunting sumber]

Ciri khusus dari sistem seismotektonik patahan aktif adalah adanya morfostruktur berupa lembah-lembah terbanan dengan ellipsoidal sempit maupun lebar. Pada lembah terbanan dengan ellipsoidal yang sempit, bentuk lembah memanjang. Bentuk ini merupakan hasil dari adanya percabangan sistem patahan linier. Sedangkan pada lembah terbanan dengan ellipsoidal yang lebar, terdapat pembatas pada kedua sisi blok patahan. Pembatas ini berbentuk lajur patahan.[2]

Metodologi[sunting | sunting sumber]

Gempa bumi adalah suatu kejadian pelepasan energi dalam bumi yang terjadi seketika, yang disebabkan oleh aktivitas pergerakan lempeng tektonik. Data kegempaan dapat menjelaskan fitur geologi dari suatu wilayah. Dalam membentuk peta seismisitas, dilakukan pemilahan terhadap data gempa, dan data gempa susulan dan vulkanik dihilangkan. Gempa yang diambil atau digunakan adalah main shock (gempa yang terjadi karena subduksinya) sehingga dilakukan declustering untuk memisahkan foreshock dan aftershock dari main shock, karena yang terekam pada stasiun pencatat gempa tidak hanya main shock-nya saja. Adapun parameter dari data gempa bumi meliputi magnitudo gempa, hiposenter, episenter dan waktu asli.[butuh rujukan]

Relokasi hiposenter[sunting | sunting sumber]

Dalam memahami seismotektonik di suatu wilayah, lokasi gempa bumi menjadi suatu hal yang penting untuk ditentukan. Proses penentuannya dilakukan dengan menetapkan relokasi hiposenter gempa bumi. Tujuan relokasi ini untuk memberikan lokasi hiposenter gempa bumi yang lebih akurat. Relokasi hiposenter gempa bumi juga bermanfaat dalam mengenali tatanan seismotektonik dengan menjadikan distribusi gempa bumi sebagai tolok ukur.[3] Upaya mitigasi bencana merupakan keperluan yang harus dilakukan pada wilayah yang kondisi seismotektonik dengan tingkat risiko gempa bumi yang cukup tinggi.[4]

Tektonika Lempeng[sunting | sunting sumber]

Tektonika lempeng merupakan sebuah teori yang menjelaskan tentang lempeng (litosfer) yang bergerak diatas lempeng yang relatif lebih cair (astenosfer).[butuh rujukan]

Analisis[sunting | sunting sumber]

Analisis seismotektonik dilakukan untuk melakukan rekonstruksi dan memahami tipologi dari deformasi tektonik terbaru. Lokasi analisis dilakukan pada wilayah yang memiliki suatu medan tegangan. Analisis seismotektonik juga digunakan untuk eksplorasi mekanisme dari deformasi struktur dangkal dan sutruktur dalam. Tujuan akhir dari analisis seismotektonik adalah memisahkan dan membatasi unit seismotektonik yang berbeda-beda menjadi unit tunggal. Satuan-satuan data yang dianalisis meliputi data struktural, neotektonik dan seismologi. Tiap satuan data ini sesuai dengan struktur tektonik khususnya patahan. Satuan data ini juga sesuai dengan badan geologi dan struktural dari jenis gempaan yang seragam. Analisis seismoteknik dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara seismisitas dan mekanisme deformasi kontemporer dan pengaruhnya pada struktur tektonik tertentu.[5]

Pengetahuan pendukung[sunting | sunting sumber]

Lokasi peristiwa sejarah seismisitas[sunting | sunting sumber]

Lokasi peristiwa sejarah seismisitas ditetapkan berdasarkan kepada deskripsi dari dampak seismisitas. Tingkat keakuratannya sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas informasi yang tersedia. Keakuratan lokasi peristiwa sejarah selalu mengalami bias ini oleh tanah lokal. Bias juga disebabkan oleh adanya perubahan topografi dan kerentanan bangunan. Praktik penetapan lokasi peristiwa sejarah pada skala mikroseismik menggunakan barisenter dari area yang rusak. Kekakuratannya menjadi sangat diragukan untuk lokasi instrumental. Lokasi peristiwa sejarah seismisitas digunakan dalam konteks seismotektonik untuk memperkirakan potensi seismik suatu daerah. Potensi ini diukur dengan perolehan informasi mengenai catatan sejarah gempa bumi dengan kekuatan terbesar di daerah tersebut. Sementara informasi mengenai patahan tidak terlalu berguna. Alasaannya adalah ukuran dan perluasan struktur seismogenik memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi instrumental.[6]

Pemanfaatan keilmuan[sunting | sunting sumber]

Pembangunan bendungan[sunting | sunting sumber]

Seismotektonik merupakan tolok ukur dalam perancangan bendungan modern. Bendungan modern ini memiliki kekuatan sebagai bangunan tahan gempa. Lokasi bendungan ditetapkan sejauh 300 km dari lokasi sumber-sumber gempa. Pada saat gempa bumi terjadi, bendungan tetap menerima guncangan akibat gempa dan mengalami kerusakan yang dapat diperbaiki. Pada saat guncangan, bendungan hanya mengalami kerusakan tetapi tidak mengalami keruntuhan.[7]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Seohami, A. (2008). "Seismotektonik dan Potensi Kegempaan Wilayah Jawa" (PDF). Jurnal Geologi Indonesia. 3 (4): 227. 
  2. ^ Kusumah M, A. W., dkk. (2018). Andiani, dkk., ed. Di Balik Pesona Palu: Bencana Melanda Geologi Menata (PDF). Bandung: Badan Geologi. hlm. 29. ISBN 978-602-9105-76-6. 
  3. ^ Devalinto, K., dan Sunardi, B. (2015). "Relokasi Hiposenter Gempabumi dan Implikasi Terhadap Seismotektonik di Wilayah Nusa Tenggara Barat" (PDF). Seminar Nasional Jurusan FMIPA UNESA 2015. Jurusan Fisika FMIPA UNESA: 371–372. ISBN 978-979-028-785-3. 
  4. ^ Sehah, dkk. (2012). "Pemanfaatan Data Seismisitas untuk Memetakan Tingkat Risiko Bencana Gempabumi di Kawasan Eks-Karesidenan Banyumas Jawa Tengah" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Sumber Daya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan II: 8. ISBN 978-979-9204-79-0. 
  5. ^ Terrier, M., dkk. (2000). "Zonation of Metropolitan France for the Application of Earthquake-resistant Building Regulations to Critical Facilities Part 1: Seismotectonic Zonation" (PDF). Journal of Seismology. Kluwer Academic Publishers. 4: 216. 
  6. ^ Perrone, G., dkk. (2011). "Seismotectonics of a Low-deformation Area: The Central Western Alps (Italy)" (PDF). Bollettino di Geofisica Teorica ed Applicata. 52 (2): 11. doi:10.4430/bgta0004. 
  7. ^ Tim Pusat Studi Gempa Nasional (2018). Irsyam, M., dkk., ed. Kajian Rangkaian Gempa Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat (PDF). Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman. hlm. 137. ISBN 978-602-5489-13-6. 

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]