Perubahan standar keselamatan setelah tenggelamnya Titanic

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ilustrasi Titanic

Tenggelamnya RMS Titanic merupakan bencana maritim internasional besar yang berdampak besar terhadap dunia maritim. Investigasi dari tenggelamnya Titanic kemudian menghasilkan perubahan dalam kebijakan maritim. Adapun perubahan signifikan setelah tenggelamnya kapal RMS Titanic diantaranya sebagai berikut:

Sekoci[sunting | sunting sumber]

Sekoci Titanic yang sudah ditemukan

Alexander Carlisle, manajer utama Harland & Wolff dan ketua direktur pelaksana, menyarankan Titanic untuk menggunakan dewi-dewi jenis baru yang lebih besar sehingga dapat memungkinkan Titanic mengangkut 48 Sekoci; Sekoci tersebut dapat menyediakan kursi yang cukup untuk semua awak dan penumpang. Namun, White Star Line memutuskan bahwa hanya 20 sekoci yang akan diangkut, yang hanya mengakomodir sekitar 38% awak dan penumpang kapal yang penuh.[butuh rujukan] Pada saat itu, peraturan Dewan Perdagangan Inggris menyatakan bahwa kapal Inggris dengan berat lebih dari 10,000 ton (Titanic memiliki berat melebihi 46,000 ton) harus membawa 16 sekoci dengan kapasitas 5.500 kaki kubik (160 m3), serta rakit dan pelampung untuk 75% (atau 50% jika kapal mempunyai sekat kedap air) dari sekoci-sekoci tersebut. Oleh karena itu, White Star Line sebenarnya telah menyediakan lebih banyak akomodasi sekoci daripada yang diwajibkan.[1] Peraturan tersebut tidak memberikan ketentuan tambahan untuk kapal yang lebih besar karena aturan tersebut tidak diubah sejak tahun 1894, ketika kapal penumpang terbesar yang dipertimbangkan hanya berbobot 13.000 ton, dan dikarenakan perkiraan kesulitan untuk menyelamatkan lebih dari 16 sekoci dalam keadaan darurat.[2]

Pada malam tenggelamnya Titanic, pelengkap sekoci Titanic terdiri dari tiga jenis perahu. Yang paling banyak adalah 14 sekoci kayu standar, masing-masing sepanjang 30 ft (9,1 m) dan memiliki lebar 9 ft 1 in (2,77 m), dengan masing-masing berkapasitas 65 orang. Di depan sekoci kayu, satu di setiap sisi kapal, terdapat dua sekoci darurat yang lebih kecil sepanjang 25 ft (7,6 m) berkapasitas masing-masing 40 orang. Empat sekoci Engelhardt lipat sepanjang 27 ft 5 in (8,36 m) dengan lebar 8 ft (2,4 m) memiliki kapasitas masing-masing 47 orang; sekoci tersebut memiliki sisi kanvas, dan dapat disimpan hampir rata, sehingga hanya memakan sedikit ruang dek. Dua disimpan di kiri dan kanan di atap markas perwira, di kaki corong pertama, sedangkan dua lainnya disimpan di kiri dan kanan disamping sekoci darurat cutter.[3]

Setelah bencana Titanic, berbagai rekomendasi dibuat oleh Dewan Penyelidikan Inggris dan Amerika yang menyatakan, sebagian, bahwa kapal harus membawa sekoci yang cukup untuk penumpangnya, latihan sekoci wajib dilaksanakan, serta melakukan inspeksi sekoci, dll. Banyak dari rekomendasi tersebut dicantumkan dalam Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut yang disahkan di tahun 1914.

Pengawasan radio 24 jam dan roket darurat[sunting | sunting sumber]

Setelah penyelidikan tersebut, pemerintah Amerika Serikat mengesahkan Radio Act of 1912 (Indonesia: Undang-Undang Radio tahun 1912). Undang-undang tersebut, bersama dengan Konvensi Internasional untuk Keselamatan Kehidupan di Laut, menyatakan bahwa komunikasi radio di kapal penumpang akan dioperasikan selama 24 jam penuh menggunakan pasokan listrik sekunder sehingga tidak ada panggilan darurat yang terlewat. Selain itu, Undang-Undang Radio tahun 1912 mewajibkan kapal untuk tetap menjaga kontak dengan kapal di sekitarnya serta stasiun radio di pesisir pantai.[4]

In addition, it was agreed in the International Convention for the Safety of Life at Sea that the firing of red rockets from a ship must be interpreted as a sign of the need for help. This decision was based on the fact that the rockets launched from the Titanic prior to sinking were interpreted with ambiguity by the freighter SS Californian. Officers on the deck of the Californian had seen rockets fired from an unknown liner yet surmised that they could possibly be "company" or identification signals, used to signal to other ships. At the time of the sinking, aside from distress situations, it was commonplace for ships without wireless radio to use a combination of rockets and Roman candles to identify themselves to other liners. Once the Radio Act of 1912 was passed it was agreed that rockets at sea would be interpreted as distress signals only, thus removing any possible misinterpretation from other ships.[4]

Patroli Es Internasional[sunting | sunting sumber]

Setelah bencana Titanic, Angkatan Laut AS menugaskan kapal penjelajah patroli Chester dan USS Birmingham (CL-2) untuk melakukan patroli di wilayah Tepian besar Newfoundland selama sisa tahun 1912. Di tahun 1913, Angkatan Laut AS tidak dapat menyisihkan kapal untuk tujuan tersebut sehingga Dinas Bea Cutter (cikal bakal dari United States Coast Guard) memikul tanggung jawab tersebut, dengan menugaskan kapal cutter Seneca dan Miami untuk berpatroli di wilayah tersebut.

Bencana Titanic menyebabkan diadakannya Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS) pertama di London pada 12 November 1913. Pada 30 Januari 1914, sebuah perjanjian ditandatangani oleh konferensi yang menghasilkan pembentukan dan pendanaan internasional dari Patroli Es Internasional, sebuah badan United States Coast Guard yang hingga saat ini memantau dan melaporkan lokasi gunung es di Samudra Atlantik Utara yang dapat menimbulkan ancaman untuk lalu lintas laut transatlantik.

Pada pertengahan abad ke-20, pesawat patroli es menjadi metode pengintaian es utama dan patroli permukaan menggunakan kapal dihentikan secara bertahap kecuali pada tahun-tahun di mana terdapat gunung es yang sangat lebat atau periode berkurangnya jarak pandang dalam jangka waktu lama. Penggunaan kapal oseanografi berlanjut hingga tahun 1982, ketika satu-satunya kapal oseanografi Penjaga Pantai yang tersisa, USCGC Evergreen, diubah menjadi kapal pemotong dengan ketahanan sedang. Pesawat terbang memiliki keunggulan tersendiri dalam pengintaian es, karena memberikan jangkauan yang jauh lebih luas dalam jangka waktu yang lebih singkat.

Perubahan rancangan kapal[sunting | sunting sumber]

Setelah bencana Titanic, kapal-kapal diperbaiki untuk meningkatkan keselamatan. Misal, double bottom pada banyak kapal yang ada, termasuk RMS Olympic,[5] diperpanjang ke sisi lambung kapal, saluran air mereka, untuk memberi kapal lambung ganda. Perbaikan lain yang dilakukan oleh banyak kapal adalah perubahan ketinggian sekat. Titanic memiliki sekat setinggi 10 kaki (3,0 m) dari Lambung timbul. Setelah Titanic tenggelam, sekat pada kapal lain ditinggikan untuk membuat kompartemen sepenuhnya kedap air.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Butler, p. 38
  2. ^ "Board of Trade's Administration". British Wreck Commissioner's Inquiry. 30 July 1912. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 December 2008. Diakses tanggal 9 November 2008. 
  3. ^ "Lifeboat Specifications". Encyclopedia Titanica (with references). 28 August 2003. Diakses tanggal 20 November 2008. 
  4. ^ a b Minichiello,P.E., Ray. "TITANIC Tragedy Spawns Wireless Advancements". The Guglielmo Marconi Foundation, U.S.A., Inc. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 December 1998. Diakses tanggal 8 November 2008. 
  5. ^ Lynch, Don; Ken Marschall (1997). Titanic – An Illustrated History (edisi ke-2nd). London: Hodder & Stoughton. hlm. 218. ISBN 0-340-56271-4. Following the Titanic disaster, the Olympic spent six months at Harland and Wolff undergoing an extensive refit that extended the double bottom up the sides of the vessel to give her a "double skin"....