Pertempuran Kandela

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Pertempuran Kandela
Bagian dari Kampanye Hindia Belanda

Telegram yang disampaikan oleh Letnan H.J. Voskuil kepada Pemerintah Hindia Belanda di Bogor.
Tanggal16 Februari 1906 (1906-02-16)
LokasiKandela
Hasil Kemenangan Hindia Belanda
Pihak terlibat
Poso  Hindia Belanda
Tokoh dan pemimpin
Tampayau
Balongka
Tonggelo
Hindia Belanda Hissink
Hindia Belanda Mark Peters

Pertempuran Kandela adalah sebuah pertempuran dalam rangkaian kampanye Hindia Belanda di Poso, Sulawesi Tengah. Pada tanggal 16 Februari 1906, pasukan Hindia Belanda, yang dipimpin oleh Letnan Hissink, menyerbu Benteng Kandela di Kandela, sebelah tenggara Danau Poso.[1]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Tampayau, yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran sebelumnya, bertahan di sini. Balongka yang merupakan kakak kandung dari Tampayau, merupakan Kabose yang memimpin Benteng Kandela. Tonggelo (Kabose Buyumpondoli), ikut berpartisipasi dan membawa pasukannya menuju Kandela. Mereka bertiga bertahan sekaligus memimpin pasukan di Benteng Kandela. Pada tanggal 1 Februari 1906, Letnan Mark Peters meninggalkan Detasemen Kuku menuju Tandokayuku, beserta 78 orang pasukan bayonet. Di Tandokayuku, Letnan Mark Peters menemui para kabose yang telah dipanggilnya dari Bancea, Gontara, Korontombe dan Batu Sinampu, yang semuanya berasal dari sebelah timur dan selatan Danau Poso. Karadja Lamusa yang berdomisili di sebelah selatan danau juga dipanggil, namun panggilan tersebut diindahkan olehnya. Seminggu kemudian, pada tanggal 7 Februari 1906, rencana penyerangan Benteng Kandela dimatangkan oleh Jenderal Kooten di ibu kota Poso, dan telah disetujui bahwa Kandela akan diserang pada tanggal 16 Februari. Sehari sebelum penyerbuan, sebanyak 57 orang pasukan bayonet Letnan Mark Peters beranjak ke sisi selatan Danau Poso untuk menyerang Benteng Lamusa di Tando Ngkasa dan Pentilo.[1]

Pertempuran[sunting | sunting sumber]

Letnan Hissink mengawali pertempuran. Lima orang pasukan Pamona yang bertahan di Benteng Kandela tewas, sedangkan di pihak Hindia Belanda terdapat empat orang yang terluka. Dalam situasi ini, ketiga pemimpin pasukan kembali berhasil meloloskan diri. Tampayau dan Balongka menyembunyikan diri di sebuah gua di Palande. Dengan iming-iming perdamaian, Hindia Belanda menggunakan jasa Kabose lainnya untuk dapat menangkap mereka. Tampayau mau melakukan negosiasi karena dijanjikan oleh Hindia Belanda untuk diangkat menjadi Raja Poso. Negosiasi berhasil, dan mereka sepakat untuk bertemu di Landeandopo (dekat Korobono saat ini).

Pada hari perjanjian, Tampayau dan Balongka tiba dan menunggu perwakilan Hindia Belanda di Landeandopo. Dalam situasi tersebut, Tonggole tiba dan memberitahu bahwa pertemuan ini hanyalah jebakan. Informasi ini terlambat, karena pasukan Hindia Belanda telah mengepung posisi mereka. Balongka melakukan perlawanan dan gugur, sedangkan Tampayau ditawan dan dibawa ke Tandokayuku, tempat Letnan Mark Peters telah menunggu. Tampayau tidak pernah tiba di Tandokayuku, karena ketika pasukan yang membawanya memasuki Tando Bone, ia mengamuk dan membunuh beberapa pasukan Hindia Belanda yang mengawalnya, sebelum dapat dilumpuhkan oleh pasukan lainnya dan gugur di Tando Bone.[1]

Dampak[sunting | sunting sumber]

Penaklukan Benteng Kandela merupakan berita besar dan dimuat di berbagai media dan surat kabar Hindia Belanda saat itu. Jatuhnya Kandela merupakan titik balik bagi Hindia Belanda, meningkatkan moral mereka untuk mengakhiri perlawanan di seputaran Danau Poso.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d Pode, Pramaartha (3 Mei 2016). "Ekspedisi Militer Belanda di Poso: Kisah Penaklukan Tana Poso di awal Abad XX". Poso Mori. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-26. Diakses tanggal 26 Agustus 2017.