Lompat ke isi

Pertanian dalam mitologi Tionghoa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Shennong mencangkul lahan, lukisan dinding dari Dinasti Han.

Pertanian merupakan suatu tema besar dalam mitologi Tiongkok. Terdapat banyak legenda Tiongkok yang menceritakan mengenai penemuan-penemuan pertanian yang disampaikan secara turun-menurun atau secara tertulis.[1] Mitologi Tiongkok merujuk pada legenda-legenda yang ditemukan pada wilayah sejarah geografis Tiongkok.[note 1] Banyak di antara legenda-legenda tersebut yang menghubungkan pertanian dengan makluk-makluk suci atau pahlawan-pahlawan tertentu, seperti Shennong, Houji, Hou Tu, dan Shujun: dari antara semuanya, Shennong merupakan karakter yang paling terkenal.[1]

Pahlawan kebudayaan

[sunting | sunting sumber]

Tiga Maharaja dan Lima Kaisar

[sunting | sunting sumber]

Tiga Maharaja dan Lima Kaisar merupakan para pemimpin awal umat manusia sekaligus pahlawan kebudayaan menurut kepercayaan Tiongkok Utara.[2] Daftar nama ketiga maharaja dan kelima kaisar berbeda-beda tergantung sumber yang digunakan, setidaknya terdapat enam hingga tujuh variasi.[3]

Tiga Maharaja

[sunting | sunting sumber]
Tiga
Maharaja
Hanzi Kaitan dengan pertanian
Fuxi 伏羲 Salah satu versi menyebutkan dirinya sebagai putra Hua Xu dan Lei Gong. Pada masa ia hidup, manusia belum mengenal cara memasak maupun bertani. Menurut versi berbeda, manusia sudah mengenal pertanian pada masa kehidupan mereka tetapi banjir besar menyapu seluruh umat manusia dan hanya menyisakan Fuxi dengan saudarinya, Nüwa. Keduanya selamat karena berada di dalam labu ajaib yang tumbuh dari gigi Lei Gong yang ditanam.[4]
Shennong 神農 Shennong adalah Maharaja kedua setelah Fuxi dan dianggap memiliki peranan penting dalam pertanian Tiongkok dan dipuja sebagai dewa pertanian, pengobatan, kesehatan, dan kehutanan; istrinya dipuja sebagai dewi pohon murbei. Ia menemukan cangkul, bertani di ladang dan mengajarkan pertanian kepada yang lain, bereksperimen dengan berbagai tanaman di alam, dan menjalani kehidupan yang sangat sederhana. Shennong terkadang digambarkan mengenakan dedaunan untuk menutupi tubuhnya karena pada masa kehidupannya, manusia masih belum menemukan baju. Ia juga disebut Dewa Angin Panas; mungkin awalnya ia dipuja sebagai dewa angin pembakaran yang berkaitan dengan praktik "membabat dan membakar" lahan untuk dijadikan ladang.[5][6] Konon, dirinyalah yang menemukan Wugu atau Lima sereal, yaitu lima jenis serealia yang menjadi makanan pokok masyarakat Tiongkok.[7]
Kaisar Kuning 黄帝 Maharaja ketiga setelah Shennong, ia memerintahkan Yinglong yang dapat menghisap air dan putrinya Nuba (dewi kekeringan) melawan Chiyou yang menggunakan elemen hujan dan angin untuk menyerangnya. Setelah pertempuran berakhir, Ying Long terluka parah dan tidak dapat kembali ke surga sehingga untuk selanjutnya bumi sesekali mengalami kekeringan.[8] Beberapa versi menyebutkan Kaisar Kuning sebagai penemu kelima serealia dan mengajari masyarakat yang saat itu hidup berpindah-pindah untuk membangun rumah.[9]
Gong Gong 共工 Gong Gong sering kali disalahkan sebagai penyebab banjir besar Tiongkok dan berbagai cuaca buruk dan bencana lainnya. Namun, satu versi menyebut dirinya sebagai seorang raja yang ingin membendung air, tetapi para dewa menentangnya dan masyarakat menganggap keinginannya mustahil untuk dilakukan sehingga akhirnya ia diturunkan dari tahta.[10]
Di Huang 地皇 Maharaja kedua setelah era Pangu. Ia mengatur matahari dan bulan untuk bergerak dengan stabil dalam satu hari, menetapkan jumlah hari dalam sebulan dan jumlah bulan dalam setahun.

Lima Kaisar

[sunting | sunting sumber]
Lima
Kaisar
Hanzi Kaitan dengan pertanian
Kaisar Kuning 黃帝 lihat bagian Tiga Maharaja
Kaisar Yao Legenda Sepuluh Matahari dan Banjir besar Tiongkok terjadi pada masa pemerintahannya.
Kaisar Shun Berperan penting dalam mitologi banjir besar.
Taihao 太昊 Salah satu dari lima dewa mata angin, Taihao merupakan dewa Timur dan musim semi. Pada masa Dinasti Han, ia diidentifikasikan dengan Fuxi.[11]
Kaisar Yan 炎帝 Yan memiliki arti "api" sehingga sejarawan K. C. Wu berspekulasi bahwa namanya memiliki hubungan dengan praktik "membabat dan membakar" lahan untuk dijadikan ladang.[12] Selain sebagai saudara Huangdi yang berhasil mengalahkannya, ia sering kali juga diidentifikasikan dengan Shennong. Konferensi akademik di Tiongkok tahun 2004 akhirnya memperoleh kesepakatan umum bahwa Yan dan Shennong adalah tokoh yang sama.[13]

Houji (后稷) memiliki makna "Pangeran/ dewa pertanian".[12] Ia merupakan pahlawan kebudayaan Tiongkok yang dianggap sebagai orang yang memperkenalkan milet pada masa Dinasti Xia, yang merupakan makanan pokok masyarakat Tiongkok Utara sebelum gandum dikenal.[14]

Dewa Pertanian dan pahlawan kebudayaan yang menemukan teknik membajak lahan dengan bantuan sapi. Sebagai salah seorqang menteri Kaisar Kuning, ia menasihati sang kaisar untuk memindahkan Ba, dewa kekeringan, ke sisi utara Sungai Merah sehingga wilayah Tiongkok Tengah tidak sering mengalami kekeringan.[15]

Anjing memperoleh benih

[sunting | sunting sumber]

Berbagai legenda di Tiongkok mengisahkan bahwa anjing berjasa besar bagi umat manusia untuk memperoleh benih pangan. Masyarakat Tibet di Sichuan mengisahkan bahwa dahulu tanaman biji-bijian sangat banyak dan lebat, tetapi masyarakat tidak berterima kasih dan malah menggunakannya untuk membuang kotoran. Dewa Langit yang marah bermaksud mengambil semua tanaman pangan tersebut, tetapi seekor anjing menangis sehingga membuat sang dewa merasa kasihan dan meninggalkan beberapa benih tanaman kepadanya yang akhirnya menjadi sumber tanaman pangan hingga sekarang. Itulah sebabnya manusia membagi sebagian persediaan biji-bijiannya dengan anjing. Suku Miao mempunyai cerita rakyat bahwa dulu anjing memiliki sembilan ekor, tetapi ia mencuri benih biji-bijian dari surga yang mengakibatkan ia kehilangan delapan ekornya saat melarikan diri. Oleh sebab itu, saat masyarakat Miao merayakan panen, mereka pertama kali memberi makan anjing.[16]

Banjir besar Gun-Yu

[sunting | sunting sumber]

Legenda air bah Gun-Yu berkaitan erat dengan pertanian; melalui usaha-usaha Gun yang membuat berbagai tanggul untuk menahan air bah, Shun yang membagi wilayah menjadi sembilan provinsi, hingga Yu yang membuat kanal untuk menghubungkan sungai dengan laut sehingga tanah yang kering dapat dikultivasi. Dalam hal ini, peran He Bo atau Hou Tu yang memberikan peta Sungai Kuning kepada Yu tidak dapat dipandang remeh. David Hawkes berpendapat bahwa mitologi ini merupakan suatu simbolisme perubahan sosial masyarakat yang lebih tua (diwakili Gun yang membangun tanggul dan gagal mengendalikan banjir) menuju masyarakat yang lebih menguasai teknologi pertanian (diwakili Yu yang menggali kanal dan berhasil mengendalikan banjir). Banjir yang dimaksud adalah penggenangan lahan pertanian (dulunya berupa rawa sebelum digali kanal) oleh air Sungai Kuning secara periodik.[17]

Sepuluh matahari

[sunting | sunting sumber]

Sepuluh Matahari merupakan putra-putra Di Jun: mereka biasanya muncul bergantian di langit, tetapi suatu ketika mereka mulai muncul bersama-sama sehingga membuat tanaman dan rerumputan terbakar serta semua tanaman pangan mati, akibatnya manusia menderita akibat panas dan kekeringan. Peristiwa ini muncul pada masa pemerintahan Kaisar Yao. Berbagai versi menyebutkan bahwa sembilan dari sepuluh matahari akhirnya dipanah oleh Houyi, Shun, atau Yao. Terdapat pula variasi kisah bahwa selain kesepuluh matahari muncul bersama saat siang, dua belas bulan juga muncul bersama saat malam sehingga bumi menjadi luar biasa panasnya.[8][18]

  1. ^ Wilayah geografis Tiongkok mengalami perubahan sepanjang perjalanan sejarah.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Yang, Lihui, dkk. (2005). Handbook of Chinese Mythology. New York: Oxford University Press. hlm. 70. ISBN 978-0-19-533263-6. 
  2. ^ Hucker, Charles (1995). China's Imperial Past: An Introduction to Chinese History and Culture. Stanford University Press. hlm. 22. ISBN 9780804723534. 
  3. ^ 劉煒/著. (2002) Chinese civilization in a new light. Commercial press publishing. ISBN 962-07-5314-3, p. 142.
  4. ^ Jeremy Roberts (2010). Chinese Mythology A to Z, Edisi kedua. New York: Chelsea House Publishers. hlm. 47-48. ISBN 978-1-4381-2799-6. 
  5. ^ Jeremy Roberts (2010). Chinese Mythology A to Z, Edisi kedua. New York: Chelsea House Publishers. hlm. 112-113. ISBN 978-1-4381-2799-6. 
  6. ^ Christie, Anthony (1968). Chinese Mythology. Feltham: Hamlyn Publishing. hlm. 90. ISBN 0600006379. 
  7. ^ Yang Lihui & al. Handbook of Chinese Mythology, p. 197. Oxford University Press, 2008. Accessed 11 Aug 2013.
  8. ^ a b Jeremy Roberts (2010). Chinese Mythology A to Z, Edisi kedua. New York: Chelsea House Publishers. hlm. 141-143, 145. ISBN 978-1-4381-2799-6. 
  9. ^ Dai, Yi 戴逸; Gong, Shuduo 龔書鐸, ed. (2003), Zhongguo tongshi: xuesheng caitu ban 中國通史––學生彩圖版 (dalam bahasa Tionghoa), 1. Shiqian, Xia, Shang, Xizhou 史前 夏 商 西周 [Prehistory, Xia, Shang, and Western Zhou] (edisi ke-illustrated for students), Hong Kong: Zhineng jiaoyu chubanshe 智能敎育出版社 [Intelligence Press] 
  10. ^ Jeremy Roberts (2010). Chinese Mythology A to Z, Edisi kedua. New York: Chelsea House Publishers. hlm. 50-51. ISBN 978-1-4381-2799-6. 
  11. ^ Yang, Lihui, dkk. (2005). Handbook of Chinese Mythology. New York: Oxford University Press. hlm. 211. ISBN 978-0-19-533263-6. 
  12. ^ a b Wu, K. C. (1982). The Chinese Heritage. New York: Crown Publishers. ISBN 0-517-54475-X.
  13. ^ Yang Dongchen 杨东晨, dalam Yan Di Wen Hua 炎帝文化, 15.
  14. ^ "Hou Ji", China culture, 2008-02-01, diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-27, diakses tanggal 2015-11-09 .
  15. ^ Yang, Lihui, dkk. (2005). Handbook of Chinese Mythology. New York: Oxford University Press. hlm. 201-202. ISBN 978-0-19-533263-6. 
  16. ^ Yang, Lihui, dkk. (2005). Handbook of Chinese Mythology. New York: Oxford University Press. hlm. 53-54. ISBN 978-0-19-533263-6. 
  17. ^ Hawkes, David (2011 [1985]). The Songs of the South: An Ancient Chinese Anthology of Poems by Qu Yuan and Other Poets. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-044375-2. 
  18. ^ Yang, Lihui, dkk. (2005). Handbook of Chinese Mythology. New York: Oxford University Press. hlm. 202-205, 213-214. ISBN 978-0-19-533263-6.