Pengembangan budaya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pengembangan budaya adalah suatu proses meningkatkan atau mempertahankan kebiasaan yang ada pada masyarakat dalam kajian pengembangan masyarakat yang menggambarkan bagaimana budaya dan masyarakat itu berubah dari waktu ke waktu yang banyak ditunjukkan sebagai pengaruh global.[1] Pengembangan budaya dikembangkan secara luas melalui kepentingan transnasional.[1] Segala bentuk kesenangan ikut terlibat dalam upaya pengembangan budaya ini.[1] untuk menghadapi globalisasi budaya, sangat sulit bagi masyarakat untuk melestarikan budaya lokal mereka sendiri yang menjadi keunikan wilayahnya, tetapi globalisasi budaya ini merupakan komponen penting dalam pengembangan masyarakat wilayahnya sendiri.[1] Dalam konteks Pengembangan masyarakat, pengembangan budaya memiliki empat komponen yaitu,.[1]

Komponen dalam Pengembangan Budaya[sunting | sunting sumber]

  1. Melestarikan dan menghargai budaya
    Tradisi budaya lokal merupakan bagian penting dalam menanamkan rasa bermasyarakat, dan membantu memberikan rasa identitas kepada mereka.[2] Oleh karenanya pengembangan masyarakat akan berupaya mengidentifikasi elemen-elemen penting dari budaya lokal dan melestarikannya.[2] Tradisi ini meliputi sejarah lokal dan peninggalan berharga, kerajinan yang berbasis lokal, makanan lokal atau hal lainnya.[2] pengaruh eksternal dapat memisahkan tradisi-tradisi budaya lokai ini, dan strategi masyarakat yang cermat diperlukang-orang pribumi terhadap lahan atau daerah dan terhadap struktur komunitas tradisional yang berkembang seleras dengan lahan atau daerah selama periode waktu jauh lebih lama daripada kolonisasi baru.[2] Komunitas merupakan hal penting bagi kelangsungan budaya dan kelangsungan spritual, dalam arti penting kelesetarian budaya tradisional merupakan kebutuhan yang lebih penting bagi orang-orang pribumi daripada orang lain kebanyakan.[2]
  2. Multikulturalisme
    Kata ini lazimnya menunjukkan pada kelompok etnis yang berbeda yang tinggal di satu masyarakat tetapi mempertahankan identitas budaya yang berbeda.[2] Oleh karena itu, fokus ini yaitu pada etnisitas dan fitur budaya dari kelompok-kelompok etnis yang berbeda.[2] Kebiasaan-kebiasaan dalam budaya yang relatif homogen tampak hilang, masyarakat harus sampai pada kehidupan bermasyarakat yang multikultural.[2] Bagi beberapa orang, hal ini terjadi karena ketakutan, ancaman, kerugian dan raisal serta ketegangan budaya dan pengucilan.[2] Keanekaragama latarbelakang budaya merupakan realitas bagi banyak masyarakat, dan oleh karena itu merupakan aspek yang penting dari pembangunan masyarakat.[2] Benturan nilai-nilai budaya dan problem-problem yang dialami oleh perseorangan dan keluarga memberikan suasana ketidakstabilan dan kecemasan selama mereka berusaha menemukan sebuah cara melalui konflik ini.[2] Strategi yang digunakan dalam keadaan multikulturalisme yaitu mencakup bekerja dengan pemuka-pemuka masyarakat, meningkatkan kesadaran penduduk, dan menghadapi rasisme.[2]
  3. Budaya partisipatori
    Aktivitas budaya merupakan fokus penting untuk identitas masyarakat, partisipasi, interaksi sosial dan pengembangan masyarakat.[2] Satu cara untuk mendorong masyarakat yang sehat yaitu dapat mendorong partisipasi yang luas dalam aktivitas budaya, sehingga seni, musik, teater, tarian dan olahraga menjadi sesuatu yang mereka lakukan, bukan yang mereka tonton.[2] Hal ini telah menjadi fokus dari banyak program pengembangan budaya masyrakat; partisipasi budaya dapat dilihat sebagai cara penting untuk membangun modal sosial, memperkuat masyarakat dan menegaskan identitas.[2] Aktivitas-aktivitas yang mungkin dilakukan akan berbeda-beda tergantung pada budaya lokal, budaya lokal dan faktor-faktor lain.[2] Budaya parsipatif juga memiliki potensi untuk mencapai lebih dari memperkuat modal sosial dan bangunan masyrakat.[2] Partisipasi dalam aktivitas budaya merupakan bagian penting untuk membantu orang-orang dari suatu masyarakat untuk memperoleh kembali budaya mereka sendiri dan menolak ikut campur dari pihak di luar mereka.[2]

Pengembangan Budaya dalam Penyesuaian Diri Manusia[sunting | sunting sumber]

  • Penyesuaian Biologis
Kondisi alam yang telah semakin berubah seiring dengan perusakan lingkungan sebagai akibat dari global ekonomi. Membuat manusia sulit untuk menyesuaikan dirinya secara biologis terhadap budaya yang berkembang seperti perkembangan budaya yang bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat sebelumnya.[3]
  • Penyesuaian Sosial
Pengembangan budaya yang bertele-tele dan terlalu di luar ambang batas norma dan nilai sosial yang ada sebelumnya, akan terasa sedikit sulit untuk disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakatnya.[3]

Proses[sunting | sunting sumber]

  1. Internalisasi
    Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung dalam gennya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan,hasrat, nafsu, dan emosi dalam upaya pengembangan budayanya.[4] Perasaan yang lahir dari manusia adalah manusia yang tidak pernah merasa puas, sehingga ia berupaya untuk selalu melakukan pengembangan-pengembangan dalam dirinya yang mempengaruhi perubahan pada budaya mereka sendiri.[4]
  2. Sosialisasi
    Berkaitan erat dengan kajian sistem sosial dalam masyarakat itu sendiri. Kita memahami buadaya dari proses sosialisasi turun-temurun, tetapi adakalanya, proses sosialisasi ini tidak sempurna dilakukan oleh generasi sebelumnya sehingga, membuat budaya yang lama terkadang diambil bagian yang sesuai dengan kondisi sekarang.[4] Sehingga budaya yang ada dulu belum tentu ada untuk saat ini, karena juga dipengerahui oleh global ekonomi yang sedang berlangsung dalam kalangan masyarakat.[4]
  3. Enkulturasi
    Hal ini tidak lepas dari pengaruh dari luar masyarakat penganut budaya asli, proses ini menjadi faktor pendorong utama dalam peningkatan atau penurunan nilai pada suatu budaya dalam masyarakat.[4] Dengan itu, aspek ini yang berada di luar masyarakat, menjadi indikator yang sangat penting dalam proses pengembangan budaya dewasa ini.[4]

Nilai[sunting | sunting sumber]

Semakin bernilai hasil dari upaya pengembangan budaya ini bagi masyarakat maka semakin besar harapan untuk meningkatkan budaya tersebut.[5] Jika penghargaan yang diberikan antar satu masyarakat ke masyarakat lainnya dianggap bernilai, maka orang-orang yang melakukan perilaku-perilaku yang sesuai dengan nilai budaya yang baru tersebut, mereka akan mendapat prestise dari masyarakat lainnya.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e . Jim Ife & Frank Tesoriero. 2006. Community Development. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal 447,448,449,
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Jim Ife. 2002. Community Development. Australian: Longman.ISBN 0-7339-9901-8. Hal 180,181,182,183,184,185,186,187,188
  3. ^ a b Paul B. Horton. 1987. "Sosiologi". Jakarta:Erlangga. Hal 83,84
  4. ^ a b c d e f Koentjaraninggrat. 2009. Ilmu Antropologi. Jakarta: Renaka Cipta. Hal 185,186,187,188,189
  5. ^ a b George Ritzer. 2012. Teori Sosiologi. Yogyakarta:Pustaka Belajar. Hal 720,721