Mimba

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mimba
Daun dan bunga mimba, difoto di Hyderabad
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Divisi:
Subdivisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
indica
Nama binomial
Azadirachta indica A. Juss.
(Blume) Miq.
Azadirachta indica

Mimba atau Daun Mimba atau Azadirachta indica A. Juss. adalah daun-daun yang tergolong dalam tanaman perdu/terna yang pertama kali ditemukan didaerah Hindustani, di Madhya Pradesh, India. Mimba datang atau tersebar ke Indonesia diperkirakan sejak tahun 1.500 dengan daerah penanaman utama adalah di Pulau Jawa.

Tumbuh di daerah tropis, pada dataran rendah. Tanaman ini tumbuh di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Madura pada ketinggian sampai dengan 300 mdpl, tumbuh di tempat kering berkala, sering ditemukan di tepi jalan atau di hutan terang.

Morfologi[sunting | sunting sumber]

Merupakan pohon yang tingi batangnya dapat mencapai 20 m. Kulit tebal, batang agak kasar, daun menyirip genap, dan berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan runcing, sedangkan buahnya merupakan buah batu dengan panjang 1 cm. Buah mimba dihasilkan dalam satu sampai dua kali setahun, berbentuk oval, bila masak daging buahnya berwarna kuning, biji ditutupi kulit keras berwarna coklat dan di dalamnya melekat kulit buah berwarna putih. Batangnya agak bengkok dan pendek, oleh karena itu kayunya tidak terdapat dalam ukuran besar.[1]

Daun mimba tersusun spiralis, mengumpul di ujung rantai, merupakan daun majemuk menyirip genap. Anak daun berjumlah genap diujung tangkai, dengan jumlah helaian 8-16. tepi daun bergerigi, bergigi, beringgit, helaian daun tipis seperti kulit dan mudah laya. Bangun anak daun memanjang sampai setengah lancet, pangkal anak daun runcing, ujung anak daun runcing dan setengah meruncing, gandul atau sedikit berambut. Panjang anak daun 3-10,5 cm .[2]

Helaian anak daun berwarna coklat kehijauan, bentuk bundar telur memanjang tidak setangkup sampai serupa bentuk bulan sabit agak melengkung, panjang helaian daun 5 cm, lebar 3 cm sampai 4 cm. Ujung daun meruncing, pangkal daun miring, tepi daun bergerigi kasar. Tulang daun menyirip, tulang cabang utama umumnya hampir sejajar satu dengan lainnya.

Habitat[sunting | sunting sumber]

Tumbuhan liar di hutan dan di tempat lain yang tanahnya agak tandus, ada juga yang ditanam orang ditepi-tepi jalan sebagai pohon perindang.[3] Banyak terdapat di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Madura dengan ketinggian 1-300 mdpl. Umumnya di tempat yang sangat kering, di pinggir jalan, pada hutan yang terbuka.[2]

Beragam Nama[sunting | sunting sumber]

  • Nama daerah: Imba, Mimba (Jawa); Membha, Mempheuh (Madura); Intaran, Mimba (Bali); Beum (Aceh)
  • Nama asing: Margosier, Margosatree, Neem tree (Inggris/Belanda) [1]
  • Nama ilmiah: Azadirachta indica.

Klasifikasi[sunting | sunting sumber]

  • Divisi: Spermatophyta
  • Subdivisi: Angiospermae
  • Kelas: Dicotyledonae
  • Subkelas: Dialypetaleae
  • Bangsa: Rutales
  • Suku: Meliaceae
  • Marga: Azadirachta
  • Jenis: Azadirachta indica A. Juss.[4]

Manfaat[sunting | sunting sumber]

Daun mimba mengandung senyawa-senyawa di antaranya adalah β-sitosterol, hyperoside, nimbolide, quercetin, quercitrin, rutin, azadirachtin, dan nimbine. Beberapa diantaranya diungkapkan memiliki aktivitas antikanker.[5] Daun mimba mengandung nimbin, nimbine, 6-desacetylbimbine, nimbolide dan quercetin [6]

Tanaman mimba mempunyai beberapa kegunaan. Di India,tanaman ini disebut “the village pharmacy”, di mana mimba digunakan untuk penyembuhan penyakit kulit, antiinflamasi, demam, antibakteri, antidiabetes, penyakit kardiovaskular, dan insektisida (McCaleb, 1986). Daun mimba juga di gunakan sebagai repelan, obat penyakit kulit, hipertensi, diabetes, anthelmintika, ulkus peptik, dan antifungsi. Selain itu bersifat antibakteri dan antiviral, sebagai anti viral tumbuhan ini diharapkan bisa menjadi Obat herbal membantu penyembuhan penyakit Covid-19. Kapsul Mimba sudah banyak di jual hanya dalam iklannya lebih menonjolkan untuk penyakit lain, belum di coba untuk obat Anti Covid-19 [7]

Seduhan kulit batangnya digunakan sebagai obat malaria dan penggunaan kulit batangnya yang pahit dianjurkan sebagai tonikum. Kulit batang yang ditoreh pada waktu tertentu setiap tahun menghasilkan cairan dalam jumlah besar. Cairan ini diminum sebagai obat penyakit lambung di India. Daunnya yang sangat pahit, di Madura digunakan sebagai makanan ternak. Rebusannya di minum sebagai obat pembangkit selera dan obat malaria.[1]

Tanaman mimba dapat dipergunakan sebagai insektisida nabati dengan menggunakan campuran bahan lain seperti: serai wangi, lengkuas, gadung, sabun dan alkohol. Bagian tanaman yang digunakan adalah biji dan daun.

Daun mimba digunakan untuk penambah nafsu makan, menanggulangi disentri, borok, malaria, dan anti bakteri. Minyak untuk mengatasi eksem, kepala yang kotor, kudis, cacing, menghambat perkembangan dan pertumbuhan kuman. Kulit batang digunakan untuk mengatasi nyeri lambung, penguat, penurun demam. Buah dan getah digunakan sebagai penguat.[8]

Untuk mengatasi disentri gunakan sepertiga genggam daun mimba, 2 jari batang mimba dicuci dan dipotong-potong seperlunya, kemudian direbus dengan 3 gelas air bersih sampai air tinggal 3/4 nya; setelah dingin, disaring dan diminum dengan gula seperlunya (2 kali sehari 3/4gelas). Untuk mengatasi eksem 20 lembar daun mimba dicuci dan digiling halus, diremas dengan air kapur sirih seperlunya, kemudian ditempelkan pada kulit yang terkena eksem dan dibalut (2 kali sehari sebanyak yang diperlukan).[8]

Efek biologis[sunting | sunting sumber]

Mimba memiliki efek antiserangga dengan azadirachtin sebagai komponen yang paling poten. Ekstrak daun dapat berefek sebagai fungisida alami pada pengendalian penyakit antraknosa pada apel pascapanen, berefek insektisida terhadap larva Aedes aegypti. Ekstrak biji berpengaruh sublethal terhadap struktur mikroanatomi ventrikulus dan pengham batan pertumbuhan Plasmodium berghei pada mencit. Toksisitas Dapat menyebabkan iritasi mata dan jaringan lunak, serta kemungkinan sebagai penyebab konjugtivitas dan inflamasi.

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Sumber: Heyne, 1987<
  2. ^ a b Sumber: Backer dan Van der Brink, 1965<
  3. ^ Sumber: Mardisiswodjo, 1985<
  4. ^ Sumber: Tjitrosoepomo, 1996<
  5. ^ Sumber: Duke, 1992<
  6. ^ Sumber: Neem Foundation, 1997<
  7. ^ Sumber: Narula, 1997
  8. ^ a b Sumber: [1] Diarsipkan 2013-01-04 di Wayback Machine.<

Pranala luar[sunting | sunting sumber]