Koalisi Seni

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Diskusi penghapusan halaman Koalisi Seni sedang berlangsung diWikipedia:Usulan penghapusan/Koalisi Seni
Koalisi Seni
Tanggal pendirianJanuari 2013; 11 tahun lalu (2013-01)
Pendiri
Tipe
Kantor pusatJakarta
Lokasi
  • Indonesia
BidangAdvokasi kebijakan seni
Jumlah anggota
350 anggota perseorangan dan lembaga dari 24 provinsi di Indonesia
Kusen Alipah Hadi
Situs webkoalisiseni.or.id

pemajuankebudayaan.id

kebebasanberkesenian.id

Koalisi Seni adalah lembaga nirlaba berfokus membangun ekosistem seni lebih baik di Indonesia lewat advokasi dan penelitian kesenian.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Koalisi Seni lahir dari inisiatif Yayasan Kelola dengan dukungan Hivos menggagas dan menyelenggarakan pertemuan perdana di Bogor, Jawa Barat,5-6 April 2010. Dalam pertemuan tersebut, 21 individu dan kelompok sepakat meneruskan upaya membentuk lembaga ini, dalam pertemuan berikutnya di Yogyakarta, 4-5 Mei 2010.

Dalam pertemuan berikutnya di Bandung, Jawa Barat, 21-22 Juni 2010, nama Koalisi Seni Indonesia lahir.[1][butuh sumber nonprimer] Saat itu, terpilih pula lima orang anggota Komite Pengarah (Steering Committee) yang bertugas hingga badan hukum organisasi ini diresmikan. Rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang telah disiapkan oleh Komite Pengarah dibahas pada pertemuan berikutnya di Jakarta, 19 Maret 2011. Pertemuan itu menyepakati Koalisi Seni harus diperkenalkan kepada sebanyak mungkin orang yang bekerja di dunia kesenian dan mengajak lebih banyak lagi calon anggota.

Undang-undang Pemajuan Kebudayaan (2013–2017)[sunting | sunting sumber]

Wacana Rancangan Undang-undang (RUU) Kebudayaan pertama kali muncul tercatat pada 1982,[2] kemudian kembali dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada kisaran 2014.[3] Saat itu, RUU dirancang dengan paradigma pelestarian budaya yang cenderung takut pada budaya asing dan berisi banyak larangan bagi warga negara. Salah satu drafnya bahkan diselipi kepentingan industri, yakni mencantumkan kretek sebagai warisan kebudayaan yang harus dilindungi .[4]

Bersama pemangku kepentingan lain, Koalisi Seni aktif mengadvokasi RUU tersebut sejak 2014.[5] agar bergeser ke paradigma pemajuan budaya dan menempatkan pemerintah sebagai fasilitator alih-alih tukang larang. Advokasi tersebut berhasil, dan UU Pemajuan Kebudayaan disahkan pada 2017.[6]

UU Pemajuan Kebudayaan menekankan pada pelindungan, pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatan budaya, serta bersifat bottom up. Pada 2019, Koalisi Seni meluncurkan hasil pemantauan dan evaluasi 2 tahun UU Pemajuan Kebudayaan.[7] Koalisi Seni juga meluncurkan laman pemajuankebudayaan.id.[butuh rujukan]

Pada 2021, Koalisi Seni mengadakan webinar tentang 4 tahun pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan.[8] Kemudian pada 2022, Koalisi Seni mengadakan webinar 5 tahun implementasi UU Pemajuan Kebudayaan.[9]

RUU Permusikan (2018–2019)[sunting | sunting sumber]

Dalam upaya untuk memperbaiki ekosistem kesenian di Indonesia, Koalisi Seni telah berperan aktif dalam gerakan untuk meningkatkan kualitas tata kelola industri musik. Proses ini dimulai dengan memfasilitasi sesi Bincang Musik dalam Konferensi Musik Indonesia pada tahun 2018, yang menjadi forum diskusi mengenai kondisi dan aspirasi dalam ekosistem musik.[butuh rujukan]

Pada awal tahun 2019, Koalisi Seni turut serta dalam advokasi menolak Draf RUU Permusikan yang disusun oleh DPR. Alasannya, draf tersebut dianggap represif karena mengandung pasal karet, mewajibkan standarisasi bagi musisi, dan tumpang tindih dengan berbagai aturan perundang-undangan lainnya.[10] Dalam kolaborasi dengan gerakan lain seperti Kami Musik Indonesia (KAMI) dan Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, advokasi ini membuahkan hasil dengan ditariknya Draf RUU tersebut dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tanggal 17 Juni 2019.[butuh rujukan]

Koalisi Seni dan KAMI juga bekerja sama dalam persiapan Konferensi Musik Indonesia 2019 yang berlangsung pada November 2019.[11] Upaya bersama ini mencerminkan komitmen Koalisi Seni dalam memajukan sektor musik Indonesia melalui partisipasi aktif dalam advokasi dan kolaborasi industri.

Pada 2023, dengan dukungan dari UNESCO dan KFIT, Koalisi Seni melakukan riset mengenai situasi hak cipta musik digital di Indonesia.[12] Hasil riset tersebut dituangkan dalam buku Diam-Diam Merugikan: Situasi Hak Cipta Musik Digital Di Indonesia dan modul Semua yang Musisi Perlu Tahu Tentang Hak Cipta Digital.[butuh rujukan]

Kebebasan Berkesenian (2019–sekarang)[sunting | sunting sumber]

Lebih dari dua dekade setelah runtuhnya rezim Orde Baru, kebebasan berkesenian masih menjadi isu kompleks di Indonesia. Hal ini terkait erat dengan tantangan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), yang dalam banyak kasus masih mengalami hambatan bahkan mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir.[butuh rujukan]

Di tengah ketidakpastian pemenuhan HAM di negara yang masih berjuang dengan isu tersebut, kebebasan berkesenian seringkali terabaikan. Meskipun pelanggaran terhadap kebebasan berkesenian di Indonesia cukup banyak, studi mendalam mengenai topik ini masih terbatas, dan kasus-kasus pelanggaran tidak selalu mendapat perhatian yang memadai.[butuh rujukan]

Pada tahun 2020, Koalisi Seni, dengan dukungan dari UNESCO melalui skema Funds-In-Trust Korea, melakukan studi pustaka untuk mengkaji kasus-kasus pelanggaran kebebasan berkesenian dari tahun 2010 hingga 2020.[13] Hasil kajian menyoroti bahwa semangat reformasi di Indonesia justru memunculkan dinamika politik identitas, yang seringkali dimanfaatkan sebagai alat negara untuk mengendalikan warganya.[butuh rujukan]

Riset ini diumumkan melalui webinar yang bertajuk “Rupa Kebebasan Berkesenian di Indonesia” pada 10 November 2020. Studi pustaka dan presentasi webinar tersebut dapat diakses melalui tautan yang tersedia. Dalam webinar tersebut, Koalisi Seni mengungkap bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah mengembangkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi.[butuh rujukan] Koalisi Seni juga aktif memberikan masukan terkait kebebasan berkesenian dalam penyusunan SNP tersebut pada 23 November 2020.[butuh rujukan]

Pada 2023, Koalisi Seni didukung oleh UNESCO meluncurkan Sistem Pemantauan Kebebasan Berkesenian di kebebasanberkesenian.id. Pada laman tersebut, melalui Layanan Aduan Kebebasan Berkesenian, pencatatan kasus pelanggaran kebebasan berkesenian dilakukan untuk memperkuat upaya advokasi Koalisi Seni dalam mengadvokasi kebijakan yang pro kebebasan berkesenian.[butuh rujukan]

Kelas AKSI[sunting | sunting sumber]

Kelas AKSI (Advokasi Kebijakan Seni Indonesia) adalah program Koalisi Seni yang diadakan untuk meningkatkan kapasitas pelaku seni dalam advokasi kebijakan seni. Pada awalnya, program ini merupakan hasil kerjasama antara Koalisi Seni dan tenaga didik ahli dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera. Kelas AKSI bertujuan memberi pemahaman tentang pentingnya mendorong kebijakan seni yang berpihak pada pelaku seni. Lewat, Kelas AKSI, peserta mempelajari kenyataan kondisi kesenian di Indonesia serta mampu menghubungkannya dengan kondisi kesenian di daerah masing-masing. Pada 2022, Kelas AKSI melakukan kerjasama dengan jejaring seperti ICAD, Cholil Mahmud, dan Endah Widiastuti untuk memperluas program advokasi dalam meningkatkan kapasitas pelaku seni dalam ranah kebebasan berkesenian dan royalti musik. Hingga saat ini Kelas AKSI telah diselenggarakan sebanyak 5 kali.

  • 2019 Kelas AKSI
  • 2021 Kelas AKSI
  • 2022 Kelas AKSI
  • 2023 Kelas AKSI x ICAD (Indonesian Contemporary Art & Design): Siasat Satset Seni Saat Serangan Datang
  • 2023 Kelas AKSI Keliling: Diam-Diam Merugikan Bongkar Bareng Seluk-Beluk Royalti Supaya Kamu Gak Terus Rugi

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Tentang Kami". Koalisi Seni. Diakses tanggal 2024-01-04. 
  2. ^ Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (2017). "NASKAH AKADEMIK RUU tentang Kebudayaan" (PDF). Diakses tanggal 4 Januari 2024. 
  3. ^ Mar. "Masih Banyak Perdebatan, Pembahasan RUU Kebudayaan Akan Ditunda". hukumonline.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2024-01-04. 
  4. ^ antaranews.com (2015-09-30). "Taufiq Ismail: kretek bukan warisan budaya". Antara News. Diakses tanggal 2024-01-04. 
  5. ^ "Pemajuan Kebudayaan". Koalisi Seni. Diakses tanggal 2024-01-04. 
  6. ^ "UU No. 5 Tahun 2017". Database Peraturan | JDIH BPK. Diakses tanggal 2024-01-04. 
  7. ^ Indonesia, Koalisi Seni (2019-07-03). "Ringkasan Eksekutif: Pemantauan dan Evaluasi Dua Tahun Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan". Koalisi Seni. Diakses tanggal 2024-01-04. 
  8. ^ "Pegiat Seni Budaya Bersuara Lantang Tagih Janji Presiden Joko Widodo Majukan Kebudayaan Indonesia". Wartakotalive.com. Diakses tanggal 2024-01-04. 
  9. ^ DA, Ady Thea. "Koalisi Ingatkan Pentingnya Strategi Pemajuan Kebudayaan". hukumonline.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2024-01-04. 
  10. ^ Media, Kompas Cyber (2019-02-05). "4 Alasan Ratusan Musisi Tolak Pengesahan RUU Permusikan Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2024-01-04. 
  11. ^ Sarana, PT Balarusa Mitra (2019-11-21). "Konferensi Musik Indonesia (KAMI) 2019 Digelar Di Bandung". POP HARI INI (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-01-04. 
  12. ^ Prabowo, Haris. "Riset Koalisi Seni: UU Hak Cipta Rugikan Musisi di Era Digital". tirto.id. Diakses tanggal 2024-01-04. 
  13. ^ Gumay, Hafez; Ninditya, Ratri; Seni, Koalisi. "Studi Pustaka Kebebasan Berkesenian di Indonesia 2010-2020".