Keratuan Di Puncak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Keratuan di puncak

Jawi : كيراتوان دي بونشاك
1301–sekarang
Lokasi Keratuan di Puncak di Gunung Pesagi
Lokasi Keratuan di Puncak di Gunung Pesagi
Ibu kotaKotabumi
Bahasa yang umum digunakanAbung (resmi)
Agama
Islam
PemerintahanMonarki
Sultan 
• 1301
Empu Cangih
• 1991–sekarang
Akram Labib Muhammad Subing
Sejarah 
• Berkembangnya Islam
1301
• Lampung dijajah Belanda
1850
• Pembubaran Daerah Istimewa Sumatra Selatan
sekarang
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Keratuan di Puncak ialah salah satu kerajaan tertua di Lampung, kerajaan ini terletak di Kecamatan Kota Bumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, Indonesia.

Asal Mula[sunting | sunting sumber]

Keratuan Di Puncak diduga didirikan pada abad ke-14. Menurut cerita para sesepuh, masyarakat Lampung pertama kali menetap di daerah Sekhala Bekhak yang terletak di sekitar Gunung Pesagi hingga tepian Danau Ranau. Pada sekitar abad ke-14, terjadi migrasi besar-besaran dari Sekala Bekhak ke berbagai wilayah Lampung. Dikisahkan bahwa Empu Cangih adalah pemimpin Keratuan Di Puncak, yang wilayah kekuasaannya berada di Puncak Gunung Pesagi, melakukan perjalanan untuk mencari daerah baru guna mendirikan perkampungan. Perjalanan Empu Cangih, yang juga dikenal sebagai Datu Di Puncak dari Sekala Bekhak, singgah di sebuah daerah yang dinamakan Selabung, kemudian pindah lagi ke Canguk Gaccak.[1]

Tidak lama setelah rombongan Datu Di Puncak menetap, diketahui bahwa di sebelah hulu telah ada pemukiman Rio Kunang. Beliau adalah salah satu keturunan Datu Di Pemanggilan dari Puyang Semedekaw. Dalam rombongan Datu Di Puncak, juga ada Beliyuk yang merupakan keturunan Puyang Semedekaw. Kelompok ini kemudian bergabung untuk membangun sebuah perkampungan.[2]

Ketentraman, keamanan, dan kesejahteraan yang telah terbentuk terganggu oleh tindakan pengkhianatan Raja Di Lawuk dari Laut Lebu yang menyamar sebagai tamu Datu Di Puncak. Keluarga Datu Di Puncak, yang terdiri dari Nunyai, Unyi, Subing, Nuban, Bulan, Beliyuk, Kunang, Selagai, dan Anak Tuha, berkumpul untuk merencanakan strategi balas dendam terhadap Raja Di Lawuk. Diceritakan bahwa Subing akhirnya berhasil membalaskan dendam tersebut. Kemenangan ini kemudian dirayakan di daerah Gilas tepi Way Besay. Dari perayaan ini, masyarakat Abung Siwa Mega kemudian terbentuk. Saat ini, kepemimpinan Keratuan Di Puncak dipegang oleh Sultan Akram Labib Muhammad Subing.

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Sejarah Keratuan Di Puncak di pikiranlampung.com
  2. ^ Papan informasi di Museum Negeri Lampung