Insomnia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Insomnia (1993))
Insomnia
Gambar seseorang penderita insomnia dari abad ke-14
Informasi umum
Nama lainSulit tidur, gangguan tidur
Pelafalan
SpesialisasiPsikiatri, obat tidur
PenyebabTidak diketahui, stres psikologis, nyeri kronis, gagal jantung, hipertiroidisme, mulas, sindrom kaki gelisah, dll.[2]
Aspek klinis
Gejala dan tandaKesulitan tidur, kantuk di siang hari, energi rendah, mudah tersinggung, suasana hati tertekan[1]
KomplikasiTabrakan kendaraan bermotor[1]
DiagnosisBerdasarkan gejalanya, studi tidur[3]
Kondisi serupaGangguan fase tidur tertunda, sindrom kaki gelisah, apnea tidur, gangguan kejiwaan[4]
PerawatanKebersihan tidur, terapi perilaku kognitif, pil tidur[5][6][7]
Prevalensi~20%[8][9][10]
Potensi komplikasi pada Insomnia.[11]

Insomnia (dikenal juga sebagai sulit tidur) adalah gangguan tidur di mana orang sulit tidur.[1] Mereka mungkin mengalami kesulitan tidur, atau tetap tertidur selama yang diinginkan.[9][12] Insomnia biasanya diikuti oleh kantuk di siang hari, energi rendah, lekas marah, dan suasana hati yang depresi.[1] Ini dapat mengakibatkan peningkatan risiko tabrakan kendaraan bermotor, serta masalah fokus dalam belajar.[1] Insomnia bisa bersifat jangka pendek, berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu, atau jangka panjang, berlangsung lebih dari sebulan.[1] Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun.

Insomnia dapat terjadi tanpa ada keterlibatan dari masalah lain.[2] Keadaan yang dapat mengakibatkan insomnia termasuk stres psikologis, nyeri kronis, gagal jantung, hipertiroidisme, mulas, sindrom kaki gelisah, menopause, obat-obatan tertentu, dan obat-obatan seperti kafein, nikotin, dan alkohol.[2][8] Faktor risiko lain termasuk shift malam dan apnea tidur.[9] Diagnosis didasarkan pada kebiasaan tidur dan pemeriksaan untuk mencari penyebab yang mendasarinya.[3] Sebuah studi tidur dapat dilakukan untuk mencari gangguan tidur yang mendasarinya.[3] Diagnosis dapat dilakukan dengan dua pertanyaan: "apakah Anda mengalami kesulitan tidur?" dan "apakah Anda kesulitan tidur atau tetap tidur?"[9]

Kebersihan tidur dan perubahan gaya hidup biasanya merupakan pengobatan pertama untuk insomnia.[5][7] Kebersihan tidur termasuk waktu tidur yang konsisten, paparan sinar matahari, ruangan yang tenang dan gelap, dan olahraga teratur.[7] Terapi perilaku kognitif dapat ditambahkan untuk ini.[6][13] Walaupun obat tidur dapat membantu, mereka berhubungan dengan cedera, demensia, dan kecanduan.[5][6] Obat-obatan ini tidak dianjurkan untuk lebih dari empat atau lima minggu.[6] Efektivitas dan keamanan obat alternatif tidak jelas.[5][6]

Antara 10% dan 30% orang dewasa menderita insomnia pada titik waktu tertentu dan hingga setengahnya mengalami insomnia pada tahun tertentu.[8][9][10] Sekitar 6% orang mengalami insomnia bukan karena masalah lain dan berlangsung selama lebih dari sebulan.[9] Orang yang berusia di atas 65 tahun lebih sering terkena daripada orang yang lebih muda.[7] Wanita lebih sering terkena daripada pria.[8] Deskripsi menunjukkan bahwa insomnia telah terjadi sejak Yunani kuno.[14]

Insomnia sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis. Dalam hal ini, bantuan medis atau psikologis akan diperlukan. Salah satu terapi psikologis yang efektif menangani insomnia adalah terapi kognitif.[15] Dalam terapi tersebut, seorang pasien diajari untuk memperbaiki kebiasaan tidur dan menghilangkan asumsi yang kontra-produktif mengenai tidur.

Banyak penderita insomnia tergantung pada obat tidur dan zat penenang lainnya untuk bisa beristirahat. Semua obat sedatif memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan psikologis berupa anggapan bahwa mereka tidak dapat tidur tanpa obat tersebut.

Diagnosa[sunting | sunting sumber]

Spesialis tidur kedokteran memenuhi syarat untuk mendiagnosis berbagai gangguan tidur. Pasien dengan berbagai penyakit termasuk sindrom fase tidur tertunda sering salah didiagnosis sebagai Insomnia.

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

  • Pola tidur penderita sakit jiwa
  • Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
  • Tingkatan stres psikis.
  • Riwayat medis.
  • Aktivitas fisik.

Diagnosis berdasarkan kepada kebutuhan tidur secara individual.

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan sering kali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan.

Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berpikir bahwa mereka tidak cukup tidur.

Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali.

Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi.

Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur.

Hal ini sering terjadi sebagai akibat dari:

  • Jet lag (terutama jika bepergian dari timur ke barat).
  • Bekerja pada malam hari.
  • Sering berubah-ubah jam kerja.
  • Penggunaan alkohol yang berlebihan.
  • Efek samping obat (kadang-kadang).
  • Kerusakan pada otak (karena ensefalitis, stroke, penyakit Alzheimer).

Gejala[sunting | sunting sumber]

Penderita yang mengalami kesulitan untuk tidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Awal proses tidur pada pasien insomnia mengacu pada latensi yang berkepanjangan dari waktu akan tidur sampai tertidur. Dalam Insomnia psiko-fisiologis, pasien mungkin mengeluh perasaan cemas, tegang, khawatir, atau mengingat secara terus-menerus masalah-masalah pada masa lalu atau pada masa depan karena mereka berbaring di tempat tidur terlalu lama tanpa tertidur. Pada insomnia akut, dimungkinkan ada suatu peristiwa yang memicu, seperti kematian atau penyakit yang menyerang orang yang dicintai. Hal ini dapat dikaitkan dengan timbulnya insomnia. Pola ini dapat menjadi tetap dari waktu ke waktu, dan pasien dapat mengalami insomnia, berulang terus-menerus. Semakin besar usaha yang dikeluarkan dalam mencoba untuk tidur, tidur menjadi lebih sulit diperoleh. Menonton jam saat setiap menit dan jam berlalu hanya meningkatkan perasaan terdesak dan usaha untuk tertidur. Tempat tidur akhirnya dapat dipandang sebagai medan perang, dan tidur lebih mudah dicapai dalam lingkungan yang asing.[16]

Pengobatan[sunting | sunting sumber]

Pengobatan insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya insomnia. Orang tua yang mengalami perubahan tidur karena bertambahnya usia, biasanya tidak memerlukan pengobatan, karena perubahan tersebut adalah normal.

Penderita insomnia hendaknya tetap tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan menciptakan suasana yang nyaman di kamar tidur; cahaya yang redup dan tidak berisik. Jika penyebabnya adalah stres emosional, diberikan obat untuk mengurangi stres. Jika penyebabnya adalah depresi, diberikan obat anti-depresi.

Jika gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal penderita dan penderita merasa sehat, bisa diberikan obat tidur untuk sementara waktu. Alternatif lain untuk mengatasi insomnia tanpa obat-obatan adalah dengan terapi hipnosis atau hipnoterapi.

Durasi tidur dan kematian[sunting | sunting sumber]

Sebuah survei dari 1,1 juta penduduk di Amerika yang dilakukan oleh American Cancer Society menemukan bahwa mereka yang dilaporkan tidur sekitar 7 jam setiap malam memiliki tingkat kematian terendah, sedangkan orang-orang yang tidur kurang dari 6 jam atau lebih dari 8 jam lebih tinggi tingkat kematiannya. Tidur selama 8,5 jam atau lebih setiap malam dapat meningkatkan angka kematian sebesar 15%. Insomnia kronis - tidur kurang dari 3,5 jam (wanita) dan 4,5 jam (laki-laki) juga dapat menyebabkan kenaikan sebesar 15% tingkat kematian. Setelah mengontrol durasi tidur dan insomnia, penggunaan pil tidur juga berkaitan dengan peningkatan angka kematian.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g "What Is Insomnia?". NHLBI. December 13, 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 July 2016. Diakses tanggal 9 August 2016. 
  2. ^ a b c "What Causes Insomnia?". NHLBI. December 13, 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 July 2016. Diakses tanggal 9 August 2016. 
  3. ^ a b c "How Is Insomnia Diagnosed?". NHLBI. December 13, 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 August 2016. Diakses tanggal 9 August 2016. 
  4. ^ Watson, Nathaniel F.; Vaughn, Bradley V. (2006). Clinician's Guide to Sleep Disorders (dalam bahasa Inggris). CRC Press. hlm. 10. ISBN 978-0-8493-7449-4. 
  5. ^ a b c d "How Is Insomnia Treated?". NHLBI. December 13, 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 July 2016. Diakses tanggal 9 August 2016. 
  6. ^ a b c d e Qaseem A, Kansagara D, Forciea MA, Cooke M, Denberg TD (July 2016). "Management of Chronic Insomnia Disorder in Adults: A Clinical Practice Guideline From the American College of Physicians". Annals of Internal Medicine. 165 (2): 125–33. doi:10.7326/M15-2175. PMID 27136449. 
  7. ^ a b c d Wilson JF (January 2008). "In the clinic. Insomnia". Annals of Internal Medicine. 148 (1): ITC13–1–ITC13–16. doi:10.7326/0003-4819-148-1-200801010-01001. PMID 18166757. 
  8. ^ a b c d "Dyssomnias" (PDF). WHO. hlm. 7–11. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2009-03-18. Diakses tanggal 2009-01-25. 
  9. ^ a b c d e f Roth T (August 2007). "Insomnia: definition, prevalence, etiology, and consequences". Journal of Clinical Sleep Medicine. 3 (5 Suppl): S7–10. PMC 1978319alt=Dapat diakses gratis. PMID 17824495. 
  10. ^ a b Tasman A, Kay J, Lieberman JA, First MB, Riba M (2015). Psychiatry, 2 Volume Set (edisi ke-4). John Wiley & Sons. hlm. 4253. ISBN 978-1-118-75336-1. 
  11. ^ Mayo Clinic > Insomnia > Complications By Mayo Clinic staff. Retrieved on May 5, 2009
  12. ^ Punnoose AR, Golub RM, Burke AE (June 2012). "JAMA patient page. Insomnia". JAMA. 307 (24): 2653. doi:10.1001/jama.2012.6219. PMID 22735439. 
  13. ^ Trauer JM, Qian MY, Doyle JS, Rajaratnam SM, Cunnington D (August 2015). "Cognitive Behavioral Therapy for Chronic Insomnia: A Systematic Review and Meta-analysis". Annals of Internal Medicine. 163 (3): 191–204. doi:10.7326/M14-2841. PMID 26054060. 
  14. ^ Attarian HP (2003). Clinical Handbook of Insomnia (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. Chapter 1. ISBN 978-1-59259-662-1. 
  15. ^ "Insomnia Behavioural and Cognitive Intervention" (pdf). WHO. 7 September 2005. Diakses tanggal 13-11-2008. 
  16. ^ (Inggris) Christopher G. Goetz, MD (2007). Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Saunders. ISBN 978-1-4160-3618-0.