Hujan dalam Al-Qur'an

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hujan dalam Al-Qur'an dinyatakan sebagai rahmat ataupun azab dari Allah kepada manusia. Di dalam Al-Qur'an, hujan menjadi perumpamaan atas kehidupan dunia, Al-Qur'an, ataupun sedekah. Terdapat ayat yang turun akibat peristiwa hujan dan terdapat pula kisah mengenai hujan sebagai musibah kepada suatu kaum.

Fungsi[sunting | sunting sumber]

Rahmat dan kenikmatan dari Allah[sunting | sunting sumber]

Surah Al-A'raf ayat 57 menyatakan bahwa hujan merupakan rahmat dari Allah. Hujan dikabarkan kepada manusia sebagai suatu kegembiraan melalui tiupan angin untuk negeri-negeri yang tandus. Air hujan yang turun ke suatu daerah kemudian menumbuhkan berbagai macam buah-buahan. Akhir ayat ini kemudian mengumpamakan hujan yang menghasilkan buah-buahan dengan kondisi kebangkitan manusia dari kematian. Perumpamaan ini ditujukan sebagai suatu pelajaran bagi manusia.[1]

Surah Al-A'raf ayat 57 menyiratkan bahwa hujan yang diturunkan oleh Allah merupakan nikmat dan rahmat Allah atas daerah-daerah tandus di dalam suatu negeri. Angin berperan mendorong air hujan hingga jatuh ke tanah-tanah gersang dan menyiraminya hingga terjadi kesuburan tanah. Tanah yang subur kemudian menghasilkan buah-buahan yang oleh penduduk suatu negeri menjadi sebuah bentuk kenikmatan dari Allah.[2]

Dalam Surah Az-Zukhruf ayat 11 dinyatakan bahwa Allah menetapkan kadar untuk setiap hujan yang turun ke negeri-negeri yang tandus. Kadar ini ditentukan sesuai dengan kebutuhan air yang diperlukan oleh manusia di negeri tempat turunnya hujan.[3]

Azab[sunting | sunting sumber]

Salah satu bentuk azab Allah ialah hujan yang ditimpakan kepada kaum nabi Lut. Kisah ini disebutkan dalam Surah As-Syu'ara ayat 173. Dalam kisah ini, materi yang menjadi hujan adalah batu yang jatuh dari langit secara bertubi-tubi. Kondisi ini menjadi musibah dan malapateka bagi kaum nabi Lut karena tidak menghiraukan peringatan dari Allah.[4]

Perumpamaan[sunting | sunting sumber]

Kehidupan dunia[sunting | sunting sumber]

Hujan merupakan sebuah perumpamaan yang dinyatakan oleh Allah untuk kehidupan dunia. Pernyataan ini disebutkan dalam Surah Yunus ayat ke-24.[5]

Al-Qur'an[sunting | sunting sumber]

Hujan lebat merupakan salah satu perumpamaan di dalam Al-Qur'an yang dinyatakan oleh Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 19–20. Pada kedua ayat ini, Allah menyatakan bahwa hujan lebat ini berasal dari langit.[6]  Al-Qur'an juga dapat diumpamakan sebagai hujan lebat yang berasal dari langit.[7] Karena air hujan dari langit mengandung materi yang mendukung kehidupan manusia. Al-Qur'an dalam perumpamaan ini berfungsi menghidupkan dan menerangi hati manusia sebagai wahyu yang diturunkan dari langit.[8]

Sedekah[sunting | sunting sumber]

Keberkahan dan manfaat yang diperoleh dari sedekah diumpamakan seperti hujan lebat yang menyirami kebun di dataran tinggi. Perumpamaan ini dinyatakan dalam Surah Al-Baqarah ayat 265. Keberkahan ini berupa hasil panen yang banyaknya dua kali lipat karena hujan lebat yang didukung pula oleh sinar matahari dan angin yang mencukupi.[9]

Di sisi lain, Allah mengumpamakan sedekah yang tidak mengharap pahala dan ridha Allah dengan tanah di atas batu licin yang menghilang tidak bersisa karena terkena hujan. Pahala sedekah menjadi tidak ada sama sekali hanya karena pemberi sedekah tidak ikhlas memberikan sedekahnya.[10]

Pewahyuan[sunting | sunting sumber]

Surah Ad-Dukhan ayat 15[sunting | sunting sumber]

Surah Ad-Dukhan ayat 15 diturunkan setelah Muhammad diminta oleh kaum Quraisy untuk menurunkan hujan. Permintaan ini karena Muhammad sebelumnya telah meminta azab kepada kaum Quraisy berupa kelaparan. Kaum Quraisy kemudian memintan bantuan kepada Muhammad untuk berdoa agar diturunkan hujan.[11]

Pengisahan[sunting | sunting sumber]

Banjir Bandang terhadap kaum Nuh yang durhaka[sunting | sunting sumber]

Allah telah mengisahkan banjir bandang yang dialami oleh kaum Nabi Nuh yang tidak taat kepadanya. Pengiriman banjir ini sebagai azab bagi kaum Nuh yang tidak taat. Sementara Nuh dan pengikutnya yang taat diselamatkan oleh Allah ketika banjir bandang terjadi.[12]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Lufaefi 2020, hlm. 75-76.
  2. ^ Lufaefi 2020, hlm. 76.
  3. ^ Lufaefi 2020, hlm. 98.
  4. ^ Kojin 2021, hlm. 206.
  5. ^ Iqbal, dkk. 2018, hlm. 95.
  6. ^ Asy-Syawadifi 2020, hlm. 29.
  7. ^ Asy-Syawadifi 2020, hlm. 30.
  8. ^ Iqbal, dkk. 2018, hlm. 98-99.
  9. ^ Kojin 2021, hlm. 205-206.
  10. ^ Kojin 2021, hlm. 205.
  11. ^ Arief, Syaiful, ed. (2022). Ulumul Qur'an untuk Pemula (PDF). Jakarta Selatan: Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Insitut PTIQ Jakarta. hlm. 58–59. ISBN 978-623-924-015-8. 
  12. ^ Lufaefi 2020, hlm. 99.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • Iqbal, M., dkk. (2018). Jamil, M., ed. Alquran Imamku (PDF). Jakarta: Azkiya Publishing. ISBN 978-602-5447-46-4.